MERANGKAI
BUTIR PERMATA DARI TIMUR TENTANG KESEHATAN
MENURUT PERSPEKTIF AYUR VEDA : Sebuah
Upaya Menciptakan Keseimbangan Badan Secara jasmani dan Rohani
Oleh :
Perkembangan ilmu pengetahuan yang semakin
pesat menuntut seseorang dalam melakukan sebuah tindakan yang mampu
mensejahterakan setiap individu dalam melakukan pemenuhan kebutuhan hidupnya
sehingga tercipta keharmonisan diri dalam aspek rohani dan jasmani. Dalam
pemenuhan kehidupan seseorang dihadapkan pada sebuah kebutuhan dasar yaitu
kebutuhan makan, minum, kebutuhan biologis termasuk hubungan suami istri.
Selain itu, adanya sebuah kebutuhan untuk lingkungan yang steril dari
pencemaran yang sekarang sangat hangat dibicarakan seperti, pembuangan sampah
sembarangan, bahan pengawet yang ada dalam kandungan makanan yang sangat
berpengaruh pada kesehatan kita. Dengan demikian adanya pola lingkungan yang
demikian komplek sangat berpengaruh terhadap kehidupan rohani seseorang dan
yang terjadi adalah sebuah hambatan dalam mengerjakan peribadahan kepada
pencipta, seperti adanya kesehatan yang terganggu karena pola makan yang tidak
teratur, sehingga yang terjadi adalah munculnya berbagai macam penyakit yang
sulit untuk disembuhkan. Namun dilain sisi bahwa banyak sekali program pemerintah
yang menawarkan kesehatan dan hidup layak seperti adanya program kartu sehat
yang sedang digalakan oleh pemerintah sekarang ini dengan harapan bahwa
kesehatan masyarakat dapat ditingkatkan sehingga berimbas pada meningkatnya
produktifitas kerja.
Fenomena yang terjadi dewasa
ini banyak ditemukan sebuah pemahaman baru dalam menentukan pola hidup baik itu
di pedesaaan maupun perkotaan. Hal ini terlihat ketika banyak pusat-pusat
kebugaran baik itu yang bersifat tradisional maupun modern sampai dengan adanya
pusat yoga dan makanan yang menawarkan kuliner-kuliner vegetarian. Ditengah
glamoritas dan tren yang sekarang berkembang banyak orang yang beralih untuk
menu dan kebiasaan yang sehat seperti adanya olahraga, kebiasaan yoga dan
makanan yang tradisional. Karena sebagian orang merasa yakin bahwa dengan
melakukan kebiasaan tersebut dapat meningkatkan kesehatan dan produktifitas
dalam melakukan kehidupan.
Bertolak
dari pemahaman ini bahwa dalam kitab Ayurveda menawarkan tentang sebuah ilmu yang
sudah terpendam lebih dari 5000 tahun[1]. Kitab ini menceritakan
tentang adanya sebuah pemahaman yang holistik tentang adanya pengobatan yang
menyangkut keseimbangan badan dan rohani. Kitab Parasara Dharmasastra menyebutkan bahwa dalam
empat masa, yaitu Kreta, Treta, Dvapara, dan Kali, peraturan-peraturan Manu,
Gautama, Sankhalikhita, dan Parasara masing-masing merupakan otoritas tertinggi
pada zamannya.
Manusia
sebagai agent of development tidak dapat mentransfer kebiasaan-kebiasan dari
suatu masa ke masa yang lainnya begitu saja, tanpa mengadakan perubahan dan
penyesuaian. Gagasan-gagasan moral mengenai hubungan-hubungan sosial tidak
bersifat absolut, tetapi bersifat relatif terhadap kebutuhan dan kondisi dari
jenis masyarakat yang berbeda. Walaupun dharma bersifat absolut, ia tidak
mempunyai isi yang absolut dan menembus batas waktu. Satu-satunya yang kekal
dengan moralitas manusia adalah hasrat manusia untuk menjadi lebih baik. Akan
tetapi waktu dan kondisi menentukan ‘apa yang lebih baik’ dalam setiap situasi.
Status kesepakatan-kesepakatan sosial tidak bisa dinaikkan menjadi
peraturan-peraturan absolut tanpa mempertimbangkan situasi-situasi nyata. Tidak
terdapat suatu tindakan manusia positif yang dapat dikatakan secara apriori
sebagai sesuatu yang benar atau salah tanpa memperhatikan kondisi tempat
tindakan itu dilakukan.
Bentuk-bentuk
tindakan dianggap baik atau buruk pada tahapan peradaban berbeda, bergantung
apakah itu meningkatkan atau menghambat kebahagiaan manusia.
Institusi-institusi dan dogma-dogma yang kehilangan materi kehidupan harus
dibuang. Kebenaran-kebenaran yang menembus batas waktu memanifestasikan dirinya
dalam hal-hal baru, yang selalu muncul dalam hidup. Masyarakat mempunyai hak
untuk menolak hukum-hukum yang tidak cocok, bahkan jika hukum-hukum itu
dibolehkan dalam kitab-kitab suci. Hukum dibuat dan dicabut ketika waktu
mengharuskannya. Etika dan hukum mencerminkan gagasan-gagasan dan
kepentingan-kepentingan dari tahapan evolusi tertentu dan menjadi sangat
resisten terhadap perubahan ketika mereka mendapat kedudukan istimewa melalui
keterkaitannya dengan agama.
Fleksibilitas
sosial telah menjadi karakter utama Hindu-Dharma. Maka oleh karena itu,
mempertahankan sanatana dharma tidaklah dilakukan dengan berdiam diri saja,
tetapi dengan menguasai prinsip-prinsip vital dan menerapkannya dalam kehidupan
modern.
Semua
pertumbuhan yang benar memelihara persatuan sepanjang perubahan-perubahan
terjadi. Maka ketika perubahan-perubahan berlangsung masyarakat tidak merasakan
secara drastis karena terdapat ‘kekuatan’ yang menyatukan, menggabungkan materi
baru dan mengendalikannya. ‘Kekuatan’ itu adalah keyakinan hakiki pada sanatana
dharma. Kekuatan itu pulalah yang mencegah tatanan sosial tidak terpecah-pecah,
dan pemikiran sosial tidak menjadi kacau. Suatu bangsa yang maju akan
senantiasa mampu memberikan makna bagi pengalaman-pengalamannya di masa lalu.
Prinsip-prinsip dharma dalam skala nilai harus dipertahankan di dalam dan
melalui tekanan-tekanan pengalaman baru. Hanya dengan jalan itu akan terbuka
kemungkinan untuk mencapai kemajuan sosial yang integral atau seimbang.
Kaum
intelektual Hindu harus memperkenalkan perubahan-perubahan, mengelola
sedemikian rupa sehingga membuat Hindu-Dharma relevan dengan situasi-situasi
modern. Perubahan-perubahan itu adalah dampak masuknya kekuatan-kekuatan baru
ke dalam masyarakat antara lain: industrialisasi ke dalam sektor agraris,
penghapusan hak istimewa dengan pola kemanfaatan bersama, masuknya orang-orang
non Hindu ke dalam masyarakat Hindu, emansipasi wanita versus otoritas lelaki,
dan percampuran ras/ suku/ agama melalui perkawinan. Masyarakat yang maju dalam
iklim perubahan akan tercapai bila kondisi ideal lebih baik dari pada kondisi
aktual. Artinya, pemikiran-pemikiran cemerlang dari kaum intelektual mampu
membuahkan gagasan baru, inovasi, dan kreasi, baik dalam iptek maupun dalam
tatanan sosial.
Mereka
hendaknya selalu berorientasi pada pelayanan masyarakat dengan integritas
intelektual. Mereka terlebih dahulu harus menciptakan kesadaran sosial dan rasa
tanggung jawab tinggi pada dirinya. Untuk dapat berperan seperti itu maka Max
Muller, dengan mengutip Vedanta menyatakan bahwa para cendekiawan perlu
memperhatikan unsur-unsur kesehatan dalam arti luas, dengan prioritas utama
pada kesehatan spiritual, kemudian berturut-turut disusul oleh kesehatan
emosional, kesehatan inteligensi, dan kesehatan fisik. Penjelasan lebih lanjut,
mengarah pada pentingnya setiap orang untuk memahami filsafat agama yang
dipeluknya, serta mengaplikasikan pada kehidupan sehari-hari, sebagai dasar
untuk mendapatkan kestabilan emosional yang terkendali baik.
Setelah itu
akan tumbuh keinginan mengembangkan intelektual untuk mencapai kualitas
kehidupan yang makin tinggi. Ketiga unsur dasar itu akan berperan besar pada
terwujudnya kesehatan phisik. Ia menyebut keempat unsur itu sebagai resep
mencapai ‘Living Healthy’. Seorang
cendekiawan dan filsuf Hindu tersohor, Ramakrishna Paramahamsa mengenalkan
semboyan: ‘Simple living, and high
thinking’ yakni pola hidup yang sederhana dalam pengertian konsumsi
kebendaan sebagai apa adanya, serta pengendalian diri yang penuh, namun
senantiasa berpikiran cemerlang dan upgrade dalam kualitas iptek dan pelayanan
masyarakat. Semboyan ini telah menjiwai para pemimpin India, sehingga mereka
mampu membawa negaranya ke kemajuan yang pesat.
Dalam Brhadaranyaka Upanisad telah ditegaskan
bahwa nilai-nilai kebenaran subjektif hanya akan diperoleh bila aspek spiritual
diunggulkan dalam kehidupan manusia. Penegasan ini diaplikasikan oleh filsuf
Hindu terkenal Adi Sankaracarya, yang menyatakan bahwa aspek spiritual sangat
besar pengaruhnya pada nalar manusia. Bila demikian ia akan berguna bagi
kesejahteraan bersama dalam kehidupan manusia yang harmonis dengan Hyang Widhi
(Parhyangan), dengan sesama manusia
(Pawongan), dan dengan alam semesta (Palemahan). Ketiga keharmonisan ini
disebut “Trihita Karana”. Nilai-nilai kebenaran objektif seperti ini kemudian
berkembang menjadi darsana, yaitu sebuah pandangan realitas logis, yang
berlandaskan observasi konseptual setelah melalui tes dalam kehidupan manusia.
Bagi mereka yang merasa masih belum mendapatkan atau masih ragu pada
nilai-nilai kebenaran, dapat meminta guru spiritual yang dipercaya memberikan
pencerahan yang bersumber dari Veda.
Sejarah
Ayurveda
Ayurveda adalah
konsep atau ilmu kesehatan yang tercatat di dalam “veda”[2],
kitab sastra tertua di dunia, pada 4000 tahun yang lalu. Dalam bahasa
sansekertaa, Ayur berarti kehidupan sedangkan Vedaberarti pengetahuan,
sehingga "Ayurveda" secara harfiah bermakna Ilmu Kehidupan. Prinsip dasar dari
Ayurveda adalah mencegah timbulnya penyakit dengan menjaga keseimbangan tubuh,
pikiran, jiwa dan lingkungan. Konsep kesehatan Ayurveda telah mencakup seluruh
sistem kehidupan manusia sehingga menjadikan Ayurveda sebagai sistem pengobatan
dan perawatan kesehatan terlengkap di dunia.
Ayurveda berasal
dari India dan telah tersebar luas ke Mesir, Yunani, Timur Tengah dan Roma.
Pada 700 tahun sebelum masehi, para ilmuwan dari daratan Cina telah mempelajari
Ayurveda di India. Para biksu-biksu budha juga turut memperkenalkan obat-obatan
Ayurveda ke berbagai negara seperti Tibet, Birma, Cina dan Jepang. Obat-obatan
dan herbal yang berasal dari daratan Cina dan begitu terkenal saat ini, juga
merupakan bagian dari konsep kesehatan Ayurveda. Prinsip dasar dari Ayurveda
adalah mencegah timbulnya penyakit dengan menjaga keseimbangan tubuh, pikiran,
jiwa dan lingkungan. Konsep kesehatan Ayurveda telah mencakup seluruh sistem
kehidupan manusia sehingga menjadikan Ayurveda sebagai sistem pengobatan dan
perawatan kesehatan terlengkap di dunia saat ini.
Ayurveda secara
khusus menggunakan tumbuhan untuk membenahi ketidakseimbangan yang terjadi pada
tubuh manusia sebelum berkembang menjadi penyakit. Dengan menggabungkan
beberapa jenis tumbuhan/herbal, Ayurveda telah terbukti mampu mengatasi
berbagai gangguan kesehatan yang tejadi pada tubuh manusia. Saat ini, Ayurveda
telah banyak dipergunakan dalam sistem pengobatan modern. Hal ini dipicu oleh
banyaknya penelitian-penelitiah ilmiah yang dilakukan dan telah membuktikan
betapa efektifnya peran tumbuh-tumbuhan/herbal pada kesehatan manusia.
Dimanapun kita berada di muka bumi pada saat ini, dapat kit alihat dan rasakan
betapa parahnya dampak kehidupan modern yang merusak lingkungan dan alam
kehidupan kita ini. Sebagai manusia modern kita juga sudah sangat memahami
bahwa kualitas kesehatan kita sangatlah terpengaruh dengan dampak-dampak
negatif tersebut, seperti polusi udara, air, makanan dan gaya hidup yang tidak
sehat. Udara yang kita hirup sudah terkontaminasi
oleh asap industri, asap kendaraan bermotor, yang pada umumnya mengandung
unsur-unsur logam berat yang berbahaya seperti timah, mercury dan lain-lain. Air yang menjadi kebutuhan pokok dan
sumber kehidupan kita telah pula tercemar oleh limbah-limbah industri bahkan telah
mengarah pada peningkatan serius kadar bahan kimia berbahaya yang pada akhirnya
akan mencemari pula ikan dan makanan laut lainnya. Makanan yang kita konsumsi telah
terkontaminasi oleh bahan-bahan kimia yang tidak diperlukan, bahkan berbahaya
bagi kesehatan yang umumnya berupa penyedap rasa (vitsin), pewarna dan
pengawet. Begitu pula buah-buahan dan sayur-sayuran, yang seharusnya
merupakan makanan yang sehat dan bermanfaat juga telah tercemari oleh residu
kimia dari penggunaan pestisida.
Makanan
Satwika
Hasil penelitian membuktikan 80% - 90% penduduknya
sehat dan terhindar dari penyakit berbahaya karena sejak lama mereka
menjalankan pola makan vegetarian. Menurut Hendry perkumpulan ahli gizi mulai
merubah pola hidup empat sehat dengan komposisi padi-padian, kacang-kacangan,
sayuran, dan buah-buahan. Susu tidak lagi penting untuk manusia karena
komposisi zat gizi pada susu telah digantikan pada kacang-kacangan. Sedangkan,
kebutuhan lemak dalam tubuh teláh digantikan dengan konsumsi kacang-kacangan.
Menurut dia, kandungan lemak dan kacang kacangan bahkan memberi efek lebih baik
karena lemak nabati merupakan lemak tak jenuh. Demikian juga dengan kebutuhan
protein. Kedelai sebagai sumber protein akan menggantikan asupan protein yang
biasanya didapat dapat telur ataü susu. Dia menambah kandari hasil penelitian
ahli gizi membuktikan bahwa konsumsi daging dan susu dalam jangka waktu lama
akan berpotensi untuk merusak organ tubuh dan menyebabkan penyakit jantung
koroner. Keunggulan makanan vegetarian berkaitan dengan persenyawaan yang
dikandungnya, khususnya senyawa senyawa bioaktif yang mempunyai efek kesehatan,
dan dikenal sebagai fitokimia. Menurut Prof. Bernhard Watzi dari Institute of Nutritional Physiology (FRCN)
Karishure Jerman, fitokimia terdiri dari karotenold, filosteral, saponin,
polifenol, protease Inhibitors, monoterpen, dan fitoestrogen sulfida. Fitokimia
memberikan aroma khas, rasa dan warna tertentu pada tanaman. Uraian tentang
senyawa-senyawa fitokimia tersebut dapat dipaparkan sebagai berikut: a) Karotenold,
Karotenold mempunyai warna kuning sampai merah yang memberikan warna tertentu
pada buah-buahan dan sayur-sayuran, misalnya pada tomat, wortel, cabai, bayam,
dan kangkung. Persenyawaan ini terdiri dari lycopen, alfa dan beta karoten,
xanthofll, lutein, zeaxanthin dan kriptoxanthin. Khasiat utama karotenold
àdalah sebagai antioksidan. b) Fitosterol, Fitosterol yang utama adalah
beta-altosterol, stigmasterol dan campe-sterol. Fitosterol berperan menghambat
penyerapan kolesterol, sehingga dapat menurunkan penyerapan kolesterol total.
Sumber utama fitosterol adalah biji-bijian dan minyak nabati. c) Saponin,
Saponin memberikan rasa pahit pada bahan pangan nabati. Sumber utama saponin
adalah biji bijian, khususnya kedele. Saponin dapat menghambat pertumbuhan
kanker kolon dan membantu kadar kolesterol menjadi normal. d) Polifenol,
Polifenol adalah asam fenolik dan flavonold. Palifenol banyak ditemukan dalam
buah-buahan, sayuran serta biji-bijian. Rata-rata manusia bisa mengkonsumsi
polifenol dalam seharinya sampai 23 mg. Khasiat dari polifenol adalah
antimikroba dan menurunkan kadar gula darah.
e) Fitoestrogen, Fitoestrogen terdiri dari Isoflavon dan Iignin. Fitoestrogen banyak terdapat pada biji-bijian dan kacang-kacangan, khususnya kedelai. Fitoestrogen dapat menghambat kanker payudara dan diduga dapat menunda masa menopause pada wanita. f) Sulfida, Sulfida lebih identik dengan senyawa sulfur pada bawang putih. Selain pada bawang putih, sulfida juga terdapat pada bawang merah. Sulfida dapat menghambat pertumbuhan mikroba. g) Monoterpen, Monoterpen merupakan senyawa volatif yang terdapat pada tanaman. Monoterpen yang terkenal adalah menthol (peppermint), carvon dan Ilmonen. Monoterpen dapat menghambat pertumbuhan kanker, khususnya payudara. h) Protease Inhibitor, Protease Inhibitor yang banyak diteruman adalah sejenis tripsin Inhibitor. Sumber utama proteade Inhibitor adalah kacang--kacangan khususnya kedele. Protease Inhibitor juga berkhasiat sebagai antikanker.
e) Fitoestrogen, Fitoestrogen terdiri dari Isoflavon dan Iignin. Fitoestrogen banyak terdapat pada biji-bijian dan kacang-kacangan, khususnya kedelai. Fitoestrogen dapat menghambat kanker payudara dan diduga dapat menunda masa menopause pada wanita. f) Sulfida, Sulfida lebih identik dengan senyawa sulfur pada bawang putih. Selain pada bawang putih, sulfida juga terdapat pada bawang merah. Sulfida dapat menghambat pertumbuhan mikroba. g) Monoterpen, Monoterpen merupakan senyawa volatif yang terdapat pada tanaman. Monoterpen yang terkenal adalah menthol (peppermint), carvon dan Ilmonen. Monoterpen dapat menghambat pertumbuhan kanker, khususnya payudara. h) Protease Inhibitor, Protease Inhibitor yang banyak diteruman adalah sejenis tripsin Inhibitor. Sumber utama proteade Inhibitor adalah kacang--kacangan khususnya kedele. Protease Inhibitor juga berkhasiat sebagai antikanker.
Makanan Satwika tidak hanya berarti makanan yang
dikonsumsi lewat mulut saja, tetapi juga udara bersih yang dihirup lewat
hidung, pemandangan indah yang ditatap lewat mata, suara suci yang didengar
lewat telinga, dan objek suci yang disentuh lewat kulit dan tangan. Semua objek
Indera tersebut, tempat, dan waktu sangat berpengaruh terhadap keseimbangan
mental, ketenangan hati, dan kesederhanaan pikiran dan prilaku kita. Karena
itu, semua alat-alat Indera tempat masuknya rangsangan mesti dikendalikan.
Tanpa pengendalian, manusia akan jatuh ke taraf binatang. Semua itu harus
dibiasakan, bukan sekedar bisa, karena semua orang memang bisa mengendalikan
nafsunya, namun tidak jarang hanya sesaat.
Hippocrates, filosof Yunani yang hidup sekitar
tahun 500 SM menyerukan, “Let food be
your medicine and medicine be your food!”. Para filosof kuno di Asia Timur
juga menyebutkan makanan dan obat sesungguhnya memiliki sumber yang sama. Atas
dasar itu, sudah seharusnya manusia mengkonsumsi makanan yang menyehatkan fisik
dan psikisnya, seperti makanan yang kaya akan vitamin, mineral, fitokimia,
serta senyawa-senyawa bukan gizi (non nutritives) dan faktor-faktor penopang
kesehatan lainnya.
Makanan satwika bebas dari unsur kekerasan dalam
proses penyediaan dan pengolahannya, karena itu hanya mencakup makanan
non-daging. Namun tidak semua makanan nabati (vegetarian) tergolong makanan
satwika, karena makanan nabati pun ada memuat sifat rajasika dan tamasika.
Makanan yang segar, kelapa, lalapan, umbi-umbian adalah makanan satwika.
Tepung, susu, dan kacang-kacangan juga satwika. Seluruh makanan yang membuat
tubuh dan pikiran menjadi sehat secara fisik dan psikis adalah makanan satwika.
Kedelai, sebagai contoh, adalah makanan sattwika yang sangat kaya akan
fitokimia. Bahan tersebut merupakan sumber protein, kalsium, serat, tiamin, riboflavin,
niasin, asam folat, seng, magnesium, dan fosfat. Selain itu, kedele juga
mengandung isoflavon, khususnya genistein, yang bersifat antioksidan dan
anti-tumor kuat. Sekarang ini senyawa tersebut digunakan untuk pencegahan dan
penanganan kanker payudara dan prostat. Kedele juga mengandung lesitin, yang
memiliki sifat emulsif terhadap lemak, sehingga mampu menormalisasi kadar lemak
dalam darah dan mengakibatkan kondisi badan menjadi lebih segar. Pada akhirnya,
mengkonsumsi makanan satwika sangat penting untuk pemurnian pikiran dan
penyembuhan tubuh, serta menyeimbangkan unsur api, air, dan udara (tridosha) di
dalam tubuh kita. Namun, orang sekarang cenderung doyan akan makanan rajasika
dan tamasika, yang menyebabkan munculnya generasi yang agresif, seperti makanan
terlalu pedas, terlalu panas/ dingin, berlemak, gorengan, makanan cepat saji,
dan makanan yang berisi zat-zat aditif yang menyebabkan kenikmatan berlebih.
Menurut konsepsi “pasuk-wetu” di Bali, apa yang akan keluar (tingkah laku)
tergantung pada apa yang masuk (konsumsi). Karena itu, agar kita sehat fisik
dan spiritual, maka semestinya menjalani pola hidup dan pola makan yang sehat,
yang secara umum akan membangkitkan sifat-sifat satwika di dalam diri kita.
Makanan yang akan membangkitkan karakter satwika adalah makanan yang juga
memiliki sifat satwika, seperti makanan segar, bebas kolesterol, bebas
pestisida, bebas bahan-bahan aditif yang berbahaya dan beracun, tidak
menyebabkan ketagihan, bebas dan perilaku penyiksaan, dan diolah dalam suasana
yang menyehatkan, baik sifik maupun spiritual.
Tanpa kita sadari banyak hal yang kita dapat petik hikmahnya
dalam persembahan dalam ajaran agama hindu (sanatana
dharma) pada kususnya di Bali. Yang kita bahas disini adalah persembahan
berupa buah-buahan, secara Ilmiah buah (pada umumnya) sangat bermanfaat bagi
kesehatan ,ada tiga golongan atau sifat makanan menurut ajaran weda yaitu
pertama satwika (yang menyebabkan manusia “Relatip suci, cerah, tenang, bebas
dari dosa, me-lahirkan pengetahuan dan kesenangan duniawi (Bg.14.6, 9, dan
11).”, Rajasika (besifat penyebab nafsu), kedua Rajasika (menyebabkan manusia
bersifat “Banyak keinginan dan tidak terkendali, kerja keras secara pamerih dan
melekat pada hasil kerja (Bg.14.7,9 dan 12).”), ketiga Tamasika (menyebabkan
manusia bersifat “Mengkhayal, tidak waras, lengah, suka tidur, lamban dan bodoh
(Bg.14.8, 9 dan 13).”)
Didalam weda disebutkan bahwa Makanan yang bersumber
dari tumbuh-tumbuhan ,padi-padiaan,susu dan lain sejenisnya merupakan makanan
yang bersifat Satwika, buah-buahan adalah salah satunya makanan pelengkap yang
sehat yang diakui kedokteran modern. Apakah pernah terbayang di dalam pikiran anda bahwa persembahan
buah adalah sebuah kearifan leluhur kita untuk menerapkan hidup sehat? Mungkin
kita belum sempat berpikir sejauh itu dan atau berpikir secara ilmiah, sejauh
ini mungkin kita memaknai persembahan buah hanya sebatas sebagai ungkapan rasa
syukur atas rahmat Ida sang Hyang Widhi Wasa yang dilimpahkan kepada kita,
namun lebih dari itu persembahan buah akan lebih bermakna lagi jika kita
memaknai dari segi cara hidup sehat
Coba bayangkan sejenak!!!! Kita atau Orang Tua kita
membeli buah untuk membuat banten , terkadang jumlahnya tidak sedikit jika
upakaranya dalam sekala besar, pada umumnya mungkin Orang tua kita beli buah
apel 2 Kg, Buah Pear 1 Kg, Jeruk 2 Kg , dan lain-lain,perayaan hari-hari suci
begitu sering, kusunya di Bali yang memiliki beraneka ragam perayaan keagamaan,
dalam sebulan bisa mencapai 3 kali atau hampir seminggu sekali. Sepintas
berpikir, “apakah Tuhan membutuhkan Buah-buahan dan kenapa kita mempersembahkan
buah? Tetapi kita akan bangga bila kita mengetahui makna dan tujuan sebenarnya.
Tujuan yang utama adalah untuk mengungkapkan rasa puji
syukur kehapan Tuhan yang maha Esa atas Rahmat dan Karunianya. Persembahan
tersebut kemudian dimohonkan untuk diberkati untuk selanjutnya dapat kita
nikmati. seperti Sabda Tuhan didalam Bahagavad Gita ‘’Yang baik makan
setelah upacara bakti, akan terlepas dari segala dosa, tetapi menyediakan
makanan lezat hanya bagi sendiri, mereka ini sesungguhnya makan dosa. ‘’ (BG.
III.13). Namun dibalik itu ada hal-hal yang mungkin lebih bermakna dari
itu, kita sama-sama tahu bahwa buah bermanfaat bagi kesehatan tubuh dan bisa
menggiurkan air ludah, dengan mempersembahkan buah-buahan secara otomatis kita
sudah menerpakan hidup sehat,Kenapa Demikian? Sudah jelas jawabanya…
Buah-buahan yang kita persembahkan adalah untuk dimakan setelah dipersembahkan
bukan untuk dibuang. Kita makan bersama keluarga , bahkan kita bagi - bagi ke
oarng lain atau tetangga. Secara tidak sadar atau sadar setiap kita atau orang
tua kita mau sembahyang pada umunya jika ada odalan di pura /
merajan, mau tidak mau pasti akan membeli buah walopun tidak ada paksaan, orang
miskin sekalipun kalo untuk dipake persembahan atau banten pasti iklas
membelinya meskipun tidak semeriah si kaya. Odalan sering dilaksanakan di
pura-pura baik merajan maupun kahyangan tiga ataupun ke pura-pura beasar lainya
, berarti kita semakin sering bisa makan buah-buahan. Adakah didalam sloka yang
menyebutkan hal tersebut di dalam Veda? Hal tersebut mengacu pada sloka yang
berbunyi ” buah-buahan atau makanan apa yang anda sukai hendaklah itu yang
dipersembahkan dan sebelum dimakan hendaklah dipersembahkan terlebih
dahulu ”. Hal ini menandakan
bahwa dalam mendapatkan sesuatu kita harus melakukan sebuah karya yang dalam
hal ini kita harus persembahkan kepada Tuhan sebagai wujud atas anugerah yang telah diberikan diberikan kepada kita.
Menjaga Kebersihan menurut Ayur Veda
Setiap orang mempunyai kebiasaan yang berbeda antara
satu dengan yang lainnya. Kebiasaan yang dilakukan sehari-hari sangatlah
berpengaruh pada sebuah kebiasaan yang sangat berpengaruh pada jam biologis
dari badan. Hal awal yang dilakukan adalah pada saat kita bangun pagi harus
lebih awal yaitu ketika matahari belum terbit yaitu pada pukul 04.00 WIB. Kemudian
berdoa kepada Hyang Widhi yang telah menjaga tidur kemudian membersihkan tempat
tidur dan cuci muka. Setelah itu kemudian minum air putih untuk membersihkan
ginjal dan pencernaan. Dalam kasus ini banyak orang yang beranggapan bahwa
ketika pagi hari di sering minum kopi atau teh padahal kebiasaan ini tidak baik
dalam khasanah ayur veda karena pada saat pagi hari tubuh kita sedang melakukan
detoksinasi atau mengeluarkan racun dari tubuh, sehingga hal yang harus
dilakukan adalah dengan minum air putih untuk membantu pencernaan kita dalam
membuang kotoran itu. Selain itu, seseorang harus terbiasa melakukan meditasi
dan yoga setelah membersihkan diri,
pelaksanaan meditasi ini paling sedikit adalah 15 menit karena untuk
keseimbangan pikiran dari pengaruh kehidupan duniawi.
Kehidupan
manusia yang tidak lepas dari pengaruh kemahakuasaan Hyang Widhi, dalam ajaran
Hindu terdiri dari dua aspek, yaitu aspek nyata atau “skala” dan aspek tidak
nyata atau “niskala”. Aspek skala adalah sesuatu yang jelas dan langsung dapat dilakukan melalui
hasil berpikir (cognitive) yang juga menghasilkan emosi dan perilaku, kemudian
dapat dirasakan melalui pengindraan.
Aspek
niskala mengandung keyakinan pada ajaran agama yang mempengaruhi ketentraman
batin melalui vibrasi-vibrasi kesucian yang hasilnya tidak dapat dirasakan
melalui pengindraan. Keduanya tidak terpisahkan dan oleh karena itu perlu
diperhatikan secara bersama-sama. Dalam konteks pola hidup bersih dan sehat
terdapat pula aspek skala dan niskala sebagaimana diatur dalam Atharwa Weda,
kemudian psikolog Barat: Sperman & Reven (1938) menyatakan bahwa kondisi
ideal untuk hidup bersih dan sehat atau “Living
Healthy” meliputi unsur-unsur: physical, emotional, sosial, intelektual,
dan spiritual. Beberapa cendekiawan Hindu berpendapat bahwa membersihkan tubuh,
pikiran, jiwa (atma) dan akal (budi) dilaksanakan bersama-sama, seperti yang
disebutkan dalam salah satu sloka Silakrama:
ADBHIR GATRANI SUDYANTHI, MANAH STYENA SUDYANTHI,
WIDYATTAPOBHYAM BHRTATMA, BUDHIR JNANENA SUDYATI
Artinya: Tubuh dibersihkan
dengan air, pikiran dibersihkan dengan kejujuran, jiwa (atman) dibersihkan
dengan ilmu, dan akal (budi) dibersihkan dengan kebijaksanaan.
Pendapat
saya agak berbeda dengan Sperman & Reven dalam urut-urutannya saja, sebagai
berikut: Spiritual, Emotional, Intelektual, Physical, dan Sosial dengan
pertimbangan bahwa unsur Spiritual yang tergolong aspek niskala sangat besar
pengaruhnya pada unsur-unsur Emotional, Intelektual, Physical, dan Sosial. Empat
yang terakhir ini saya golongkan pada aspek skala. Pola Hidup Bersih dan Sehat
pada aspek niskala dapat digambarkan sebagai kesucian atman (jiwa/ rohani),
pikiran, dan akal (budi) yang diperoleh dari upaya yang terus menerus
mempelajari dan melaksanakan ajaran-ajaran Agama Hindu dalam kehidupan
sehari-hari (kehidupan spiritual). Titik pangkalnya adalah keyakinan yang kuat
akan adanya Hyang Widhi.
Ada
pandangan Hindu Ortodok atau Astika yang mengenalkan Sad Dharsana (enam
filsafat), yaitu: Mimansa, Vedanta, Sankhya, Yoga, Nyaya, dan Vaisesika. Diantaranya
yang menarik adalah filsafat Nyaya menyatakan bahwa keyakinan akan adanya Hyang
Widhi didapat melalui empat pramana (pengetahuan), yaitu:
- Agama Pramana (mempelajari kitab-kitab suci)
- Pratiyaksa Pramana (merasakan atau mengalami
langsung dengan jelas dan nyata)
- Anumana Pramana (menarik kesimpulan berdasarkan
logika dari unsur-unsur gerakan, sebab-akibat, keharusan, kesempurnaan,
dan keteraturan)
- Upamana Pramana (analogi, yaitu kesimpulan
berdasarkan perbandingan dari unsur-unsur metafora/ penciptaan,
struktural/ bahan penciptaan, dan kausal/ akibat dari suatu sebab)
Setelah
meyakini kebesaran dan kekuasaan Hyang Widhi maka manusia mencari jalan menuju
kepada-Nya melalui catur marga:
1.
Bhakti Marga (menyembah, memuja, menghormati, dan menyayangi)
2.
Karma Marga (bekerja, berbuat mencapai tujuan hidup dilandasi ajaran Weda)
3.
Jnana Marga (mempelajari kitab suci sebagai sumber ilmu pengetahuan
kemudian menyebarkannya kepada umat seluas-luasnya)
4.
Yoga Marga (olah badan dan pikiran untuk menghubungkan atma dengan parama
atma)
Keempat
jalan ini tidak dilaksanakan sendiri-sendiri, namun serentak menurut
perimbangan bobot kemampuan masing-masing. Dalam menempuh catur marga itu ada
rambu-rambu Agama yang patut dilaksanakan antara lain:
1. Catur Purushaarta: dharma, artha, kama, dan moksa, yang urutannya tidak
boleh ditukar karena tiada artha dapat diperoleh tanpa melalui dharma; tiada kama
diperoleh tanpa artha, seterusnya tiada moksa diperoleh tanpa melalui dharma,
artha, dan kama.
2.
Sistacara: kehidupan suci yang membentuk susila.
3.
Sadacara: taat pada peraturan atau perundang-undangan yang sah.
4.
Atmanastusti: memelihara hati nurani yang suci.
5. Menjauhkan diri dari Sad Tatayi: agnida (membakar rumah atau memarahi
seseorang), wisada (meracun orang), atharwa (memakai ilmu hitam), sastraghna
(mengamuk), dratikrama (memperkosa), rajapisuna (memfitnah)
6. Waspada pada Sad Ripu yang ada pada diri kita: kama (nafsu), loba
(serakah), kroda (marah), mada (mabuk), moha (sombong), matsarya (cemburu,
dengki, irihati).
7. Laksanakan Trikaya Parisudha: kayika (perbuatan yang baik, yaitu: tidak
membunuh, mencuri, berzina); wacika (perkataan yang baik, yaitu tidak
berkata-kata kasar, kotor dan fitnah, serta berkata jujur); manacika (pikiran
yang baik, yaitu: tidak dengki dengan kepunyaan orang lain, percaya dengan
hukum karma phala, dan sayang kepada semua mahluk).
8. Senantiasa melakukan Asada Brata: dharma (taat pada hakekat kebenaran),
satya (setia pada nusa, bangsa, negara), tapa (mengendalikan diri), dama
(tenang dan sabar), wimatsarira (tidak dengki, iri, serakah), hrih (punya rasa
malu), titiksa (tidak gusar), anasuya (tidak bertabiat jahat), yadnya
(berkorban), dana (dermawan), dhrti (mensucikan diri), ksama (pemaaf).
9. Kemampuan mengendalikan Dasa Indria: srotendria (pendengaran),
twakindria (alat peraba/ kulit), granendria (penciuman), caksundria
(penglihatan), wakindria (lidah), panindria (gerakan tangan), payundria
(membuang kotoran), jihwendria (gerakan kaki), pastendria (alat kelamin).
10. Mengendalikan diri melalui Yama Brata: anrsamsa (tidak egois), ksama
(pemaaf), satya (setia), ahimsa (tidak membunuh/ menyakiti), dama (sabar dan tenang),
arjawa (tulus ikhlas), pritih (welas asih), prasada (tidak berpikir buruk),
madhurya (bermuka manis secara tulus), mardawa (lemah lembut).
11. Menegakkan disiplin melalui Niyama Brata: dana (dermawan), ijya
(bersembahyang), tapa (mengendalikan diri), dhyana (menyadari kebesaran Hyang
Widhi), swadhyaya (rajin belajar), upasthanigraha (menjaga kesucian hubungan
sex), brata (mengekang nafsu), upawasa (puasa), mona (berbicara hati-hati),
snana (menjaga kesucian bathin).
12. Mengatur kehidupan dalam Catur Ashrama, yaitu: brahmacari (belajar/
menuntut ilmu), griya hasta (berumah tangga dan mengembangkan keturunan),
wanaprasta (mengurangi ikatan kepada kenikmatan dunia), bhiksuka (mensucikan
diri dengan mewinten/ mediksa).
Apabila
keempat marga dilaksanakan dengan baik maka manusia akan memiliki sad guna:
1.
Sandhi (mudah keluar dari kesulitan hidup)
2.
Wigrha (berpengaruh)
3.
Jana (perkataannya dituruti)
4.
Sana (selalu dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan)
5.
Wisesa (bijaksana, berwibawa, mudah menaklukan adharma)
6.
Srya (mendapat simpati/ disenangi)
Pribadi-pribadi
yang dalam keadaan sad guna akan membiaskan vibrasi pada kelompok manusia yang
ada di sekitarnya sehingga terwujudlah masyarakat yang bercirikan:
1.
Satyam (taat beragama)
2.
Siwam (kasih sayang)
3.
Sundaram (sejahtera materiil dan immateriil)
Satyam,
Siwam, Sundaram adalah unsur-unsur yang sangat menentukan upaya manusia
mencapai moksartham jagadhita (kebahagiaan lahir/ bathin). Pola Hidup Bersih
dan Sehat pada aspek skala dapat digambarkan sebagai kebersihan dan kesehatan
diri (fisik) serta kebersihan dan kesehatan lingkungan. Kebersihan dan
kesehatan diri perlu dijaga karena dengan badan (sarira) yang bersih dan sehat
manusia dapat melaksanakan catur purusha artha, yaitu: dharma, artha, kama, dan
moksa, sebagaimana disebutkan dalam Brahma Purana 228.45:
DHARMA ARTHA KAMA MOKSHANAM SARIRA SADANAM
Badan hendaknya dijaga agar jangan digunakan untuk tujuan selain mencapai
catur purusha artha; bila terjadi penyimpangan berarti hidup tersia-sia.
Menjaga
kebersihan, kesehatan dan kesucian badan dalam ajaran Yoga Sutra Patanjali
disebut sebagai sauca. Sauca artinya suci lahir bathin melalui kebersihan dan
kesehatan badan serta kesucian bathin. Oleh karena kebersihan pangkal
kesehatan, maka kesehatan badan dapat mempengaruhi kesucian jiwa. Demikian pula
kesucian jiwa dapat mempengaruhi kesehatan jasmani. Badan dalam Kitab
Wrehaspati Tattwa disebut sebagai stula sarira terdiri dari unsur-unsur panca
mahabutha, yaitu pertiwi, apah, bayu, teja, dan akasa. Kesehatan dicapai bila keseimbangan
kelima unsur itu terjaga dengan pengaturan komposisi Tri Guna, yaitu Satwam,
Rajas, dan Tamas.
Satwam
menyangkut perilaku yang tenang, Rajas menyangkut aktivitas badan yang sesuai
dengan kemampuan fisik dan Tamas menyangkut perlunya memberi waktu yang cukup
untuk beristirahat/ bersantai/ berrekreasi. Upaya menjaga kesehatan atau
keseimbangan panca mahabutha dalam tubuh menurut Ayur Weda dilakukan dengan
tiga hal, yaitu:
Pertama: dengan
menjaga makanan (Ahara). Tidak sembarang makanan baik untuk kesehatan. Makanan
yang baik dan bermanfaat untuk badan disebut sebagai Satvika Ahara.
Bhagawadgita
XVII (Sraddhatraya vibhaga yoga)
Sloka 8:
AYUHSATTVABALAROGYA,
SUKHAPRITIVIVARDHANAH, RASYAH SNIGDHAH STHIRA HRIDYA, AHARAH SATTVIKAPRIYAH
Makanan yang memberi hidup,
kekuatan, tenaga, kesehatan, kebahagiaan dan kegembiraan yang terasa lezat,
lembut, menyegarkan dan enak sangat disukai (sattvika).
Sloka 9:
KATVAMLALAVANATYUSHNA,
TIKSHNARUKSHAVIDAHINAH, AHARA RAJASASYE SHTA, DUHKHASOKAMAYAPRADAH
Makanan yang pahit (bukan
obat), masam, asin, pedas, banyak rempah, keras, dan hangus yang menyebabkan
kesusahan, kesedihan dan penyakit.
Sloka 10:
YATAYAMAM GATARASAM, PUTI
PARYUSHITAM CHA YAT, UCHCHHISTAM API CHA MEDHYAM, BHOJANAM TAMASAPRIYAM
Makanan yang usang, hilang
rasa, busuk, berbau, bekas/ sisa-sisa dan tidak bersih adalah makanan yang
sangat buruk.
Kesimpulannya,
makanan yang baik adalah makanan yang berguna untuk:
·
Memperpanjang hidup (ayuh)
·
Mensucikan atma (satvika)
·
Memberi kekuatan fisik (bala)
·
Menjaga kesehatan (arogya)
·
Memberi rasa bahagia (sukha)
·
Memuaskan (priti)
·
Meningkatkan status kehidupan (vivar dhanah)
makanan baik tersebut harus:
·
Mengandung sari (rasyah)
·
Sedikit lemak (snigdhah)
·
Tahan lama (sthitah)
·
Menyenangkan (hrdyah)
·
Tidak merusak ingatan atau mabuk (amada)
Kedua: dengan
Vihara, yaitu berperilaku wajar, misalnya tidak bergadang, terlambat makan
(kecuali sedang upawasa), menahan hajat buang air, berdekatan dengan orang yang
berpenyakit menular, tidur berlebihan, dan menghibur diri berlebihan.
Ketiga: dengan
Ausada, yaitu secara teratur minum jamu (loloh) yang terbuat dari
tumbuh-tumbuhan. Selain itu, badan juga perlu dirawat dengan keseimbangan gerak
dan peredaran tenaga (prana) ke seluruh tubuh antara lain dengan berolah raga,
atau dalam agama Hindu dengan melakukan Yoga Asana dan Pranayama secara rutin
setiap hari.
Kebersihan
dan kesehatan lingkungan perlu dijaga karena berkaitan erat dengan kebersihan
dan kesehatan manusia. Yang dimaksud dengan lingkungan adalah alam semesta. Lontar
Ganapati Tattwa pada Bab I menguraikan bahwa pada awal penciptaan semesta
(Bhuwana Agung), Hyang Widhi dalam manifestasinya sebagai Panca Dewata menjaga
kelestarian alam sebagai berikut:
1.
Brahma bertempat di selatan menjaga bumi (pertiwi)
2.
Wisnu di utara menjaga air (apah)
3.
Rudra di barat menjaga matahari, bulan, dan bintang (teja)
4.
Iswara di timur menjaga udara (bayu)
5.
Sadasiwa di tengah menjaga ether (akasa)
Pertiwi,
apah, teja, bayu, dan akasa disebut sebagai Panca Mahabutha. Setelah semuanya
dijaga dan setelah terciptanya binatang dan tumbuh-tumbuhan barulah Panca
Dewata menciptakan manusia sebagai berikut:
1.
Brahma dan Wisnu menciptakan tubuh dengan sarana tanah (pertiwi) dan air
(apah)
2.
Rudra menciptakan mata dari teja
3.
Iswara menciptakan nafas dari bayu
4.
Sadasiwa menciptakan suara dari akasa
Kelima
unsur yang membentuk tubuh manusia ini disebut sebagai Bhuwana Alit. Dengan
demikian maka jelaslah bahwa unsur-unsur Bhuwana Agung sama dengan unsur-unsur
Bhuwana Alit. Atau dengan kata lain tubuh manusia pun disebut sebagai Panca
Mahabutha.
Bila
manusia ingin hidup bersih dan sehat maka manusia juga mempunyai kewajiban
memelihara Bhuwana Agung bersih dan sehat, sebab jika Bhuwana Agung tidak
bersih dan tidak sehat mustahillah manusia bisa hidup bersih dan sehat. Dalam
ajaran catur marga tentang Bhakti Marga disebutkan bahwa wujud kecintaan
seorang bhakta kepada Hyang Widhi tercermin juga pada cinta dan kasih sayangnya
kepada semua ciptaan-Nya, termasuk alam semesta.
Kitab
Manawa Dharmasastra Bab IV (Atha Caturtho Dhyayah)
Sloka 52:
PRATYAGNIM PRATISURYAM CA
PRATISOMODAKAD WIJAN, PRATIGAN PRATIWATAM CA PRAJNA NASYATI MEHATAH
Kecerdasan seseorang akan
sirna jika ia kencing menghadapi api, matahari, bulan, dalam air sungai,
menghadapi Brahmana, sapi atau arah angin.
Sloka 56:
NAFSU MUTRAM PURISAM WA
STHIWANAM WA SAMUTSRJET, AMEDHYA LIPTA MENYADWA LOHITAM WA WISANI WA
Hendaknya ia jangan kencing
atau berak dalam air sungai, danau, laut, tidak pula meludah, juga tidak boleh
berkata-kata kotor, tidak pula melemparkan sampah, darah, atau sesuatu yang
berbisa atau beracun.
Menjaga
kebersihan dan kesehatan baik secara skala maupun niskala seperti yang
dikemukakan di atas tidak hanya merupakan kewajiban manusia perorangan yang
taat beragama , tetapi juga menjadi tanggung jawab pemerintah seperti yang
diajarkan oleh Resi Kautilia dalam kitab Chanakya Nitisastra, bahwa seorang
raja (kepala pemerintahan) wajib memelihara kelestarian sumber-sumber alam,
kebersihan pemukiman, kesehatan jasmani dan rohani rakyatnya agar negara kuat
makmur dan damai.
DAFTAR
BACAAN
Lad, Vasant. Ayur Veda.
Surabaya : Paramitha, 2009
Cundamani, Bagaimana
Umat Hindu Menghayati Keberadan Hyang Widhi. Surabaya : Paramita, 1998.
Terimakasih, artikelnya sangat bermanfaat
ReplyDelete