Kejadian Setelah Perang Mahabharata




Oleh :

Untung Suhardi



BAB 5
PELUKAN KEMATIAN

Kesedihan pada keluarga Kurawa sangat memilukan. Dhrtarasata memeluk Bima dengan penuh kebencian. Akan tetapi Krsna mengetahui hal itu, maka Dia segera menggantikannya dengan membawa patung Bima yang digunakan untuk berlatih setiap hari oleh Duryudhana. Dengan pelukannya yang terus bertambah kuat akhirnya patung itu menjadi abu.
Dengan hancurnya patung Bima tersebut, akhirnya Dhrtarasta memaafkan perbuatan Pandawa dan memeluknya dengan penuh cinta kasih. Pelukan ini dimulai dari Yudhustira, Bima, Arjuna, Nakula dan Sadewa. Pandawa sangat gembira karena pamannya bisa memaafkan kesalahan mereka.
Tetapi kejadian ini terus berlanjut, mereka harus bertemu dengan Gândhârí. Rsi Vyása mengetahui bahwa Gándhárí berpikiran yang tidak baik, kemudian beliau segera berjalan kesisihnyadan menasehatinya. Dalam peperangan Bima mematahkan paha Duryudhana dan Bima berterus terang kepada Gândhârî bahwa Bima tidak minum setetespun darah dari kematian Dussasana.
Kemudian Gândhârî mencoba untuk menenangkan diri dan memejamkan mata. Akan tetapi secara tidak sengaja dia melihat tangan Yudhistira yang sedang mencakupkan tangannya dan bersujud dihadapan Gandhari. Arjuna pada saat itu melihat beliau marah  dan dia bersembunyi dibalik tubuh Krsna.
BAB 6
KUTUKAN GÂNDHÂRÎ
Kemarahan Gandhari akhirnya dapat diredakan. Pandawa kemudian bertemu dengan Dewi Kunti yang telah lama berpisah dari mereka. Pada waktu itu Draupadi sangat sedih karena semua anaknya telah tewas dalam perang besar itu. Dewi Gandhari kemudian menasehati draupadi bahwa yang terjadi adalah suratan takdir yang sudah lama diramalkan oleh Vidura. Dewi Gandhari terus menghibur Draupadi dan akhirnya mereka sampai di Medan perang. Gandhari kemudian berjalan kearah mayat Duryudhana dan merapikan rambutnya yang dipenuhi oleh darah.
Selanajutnya Dewi Gandhari melihat para prajurit yang ditangisi oleh istrinya. Dengan tiba-tiba Gandhari marah yang ditunjukan pada Krsna. Gandhari mengatakan pada Krsna bahwa perang ini bisa dicegah oleh Krsna sendiri, sehingga Pandawa dan Kurawa tidak saling menghancurkan. Oleh karena itu Gandhari mengutuk Krsna bahwa 36 tahun lagi seluruh bangsa Vrsni akan hancur yang disebabkan karena adanya salin membunuh diantara bangsa Vrsni. Pandawa sangat sedih bahwa takdir yang sama akan terjadi pada bangsa Vrsni. Akan tetapi Sri Krsna menghadapinya dengan penuh senyuman. Dia rela mengorbankan seluruh bangsa Vrsni hanya untuk Pandawa, Akan tetapi Pandawa sangat rendah hati karena banyaknya cinta yang diberikan oleh Krsna.
BAB 7
RADHEYA ADALAH PUTRAKU
Sanjaya dan Dhaumnya mempersiapkan kremasi pada para pahlawan yang telah gugur di medan perang. Para pria hanya memakai baju yang sangat sederhana dan kemudian mereka beriring-iringan menuju sungai Gangga. Dewi Kunti sangat sedih ketika melihat mayat Radheya yang berbaring diatas tanah, Dewi Kunti sangat sedih dan kemudian berjalan menuju mayat Radheya dan merapatkan bibirnya.
Dengan terpaksa Kunti harus menceritakan kepada Yudhistira dan para Pandawa lainya. Dewi Kunti menceritakan bahwa Radheya adalah putra pertama sebelum Para Pandawa lahir. Kunti pada waktu masih gadis diberikan mantra Adityahrdaya, kemudian dia mencobanya ketika matahari sedang terbit dan muncullah Dewa Surya kemudian memberikanya seorang bayi , dia merasa malu dan akhirnya Bayi itu ditaruh didalam peti dan dibuang ke Sungai Gangga. Bayi itu kemudian ditemukan oleh Atiratha dan istrinya Radha, oleh karena itu dia diberi nama Radheya.
Setelah mendengar cerita dari Kunti Pandawa sangat sedih dan menyesal karena mereka telah membunuh kakaknya sendiri. Pada saat it Yudhistira sangat sedih dan diapun berjalan menuju api suci. Kemudian iring-iringan kembali ke Kerajaan. Kunti, Draupadi dan Gandhari telah kehilangan anak yang dicintainya.


BAB 8
KESEDIHAN YUDHISTIRA
Mereka tidak bisa pulang ke Hastinapura dan mereka membuat tenda ditepian sungai Gangga dalam perkemahan itu dihadiri oleh Vyasa dan Narada. Akan tetapi Yudhistira sangat sedih karena telah mengetahui bahwa Radheya adalah saudaranya sendiri. Yudhistira merasa tidak berminat lagi pada kerajaan dan dia hampir meninggalkan segalanya dan pergi kehutan.
Dengan penuh penyesalan Yudhistira dia merasa penyebab dari kehancuran keturunan Bharata. Kemudian Vyasa menasehatinya dan memberikan dorongan untuk memerintah kerajaan Hastinapura. Rsi Vyasa memberi tahu kepada Yudhistira, bahwa dia akan diajarkan ilmu pemerintahan oleh Bisma kerena dia adalah murid dari Bhagawan Wrhaspati dia diajari ilmu politik, dari Bhagawan Sukra dia diajari tingkah laku, dari Bhagawan Vasistha dia diajari Veda dan Vedanga dan dari Bhagawa Markandheya diajari pengucapan mantra. Bisma dapat mengetahui dibalik selubung kematian dan bisa menentukan kematianya sendiri. Atas saran Vyasa Yudhistira merasa tenang karena limu pemerintahan akan dia kuasai untuk memerintah Kerajaan.
BAB 9
PENOBATAN YUDHISTIRA
Pengalaman dengan para Rsi selama 1 bulan Yudhistira banyak mendapat pelajaran hidup. Mereka kemudian berangkat ke Hastinapura dengan posisi yang sangat mengagumkan kereta Yudhistira ditarik oleh 16 banteng putih. Estela sampai di Hastinapura Yudhistira duduk disinggasana. Tak lama kemudian Yudhistira diangkat menjadi raja di Hastinapura.
Dengan Yudhistira diangkat menjadi seorang raja, dia membentuk susunan pemerintahan yang jelas. Bima diagkat menjadi Yuvaraja, Vidura sebagi menteri dan tanggung jawab pertahanan, Sanjaya sebagai pemegang keuangan Kerajaan, Nakula sebagai penaggung jawab semua pasukan, Arjona sebagai komandan pasukan dan hubungan dengan kerajaan yang lain, sadewa sebagai pengawal pribadi raja. Dengan sistem pemerintahan ini Sri Krsna sangat bangga dengan kecakapan Yudhistira.
BAB 10
BHISMA DIRANJANG PANAHNYA
Dengan penobatan menjadi raja, Yudhistira kemudian menemui Krsna dan mengucapkan terimakasih , karena atas jasanya kepada Pandawa. Pada hari berikutnya Sri Krsna merenung memikirkan Bhisma yang sedang berbaring diranjang Panahnya. Krsna kemudian mengutus Daruka untuk menyiapkan kereta untuk berangkat ke medan perang.
Setelah sampai Krsna memberi salam kepada Bhisma dan berkata dengan lembut. Selanjutnya Krsna mengutarakan maksud kedatanganya, bahwa Bhisma harus mengajarkan semua yang telah diketahuinya, sehingga kesedihan Yudhistira dapat hilang dan bisa memerintah kerajaan dengan baik.
Krsna memberi tahu pada Bhisma bahwa umurnya didunia masih 65 hari lagi dan bertepatan dengan matahari menuju ke utara. Dengan segala kerendahan hati Bhisma berterus terang bahwa ingatannya sudah berkurang dan tidak bisa menahan rasa sakit. Dengan kejujurannya, akhirnya Bhisma dianugrahi kekuatan bahwa dapat menghilangkan rasa sakit itu akan hilang sampai ajal menjemputnya. Kemudian Krsna berpamitan dan berjanji akan kembali besok bersama dengan para Pandawa.
BAB 11
WEJANGAN MENGENAI DHARMA SEORANG  RAJA
Matahari sudah bersinar Krsna dan Pandawa segera menuju Medan Kuruksetra untuk menemui Bhisma. Setelah sampai disana Krsna memberi tahu pada Bhisma bahwa Yudhistira tidak berani menghadap karena dia berpikir bahwa dirinya adalah penyebab hancurnya para ksatria. Dengan suara yang sangat lembut Bhisma memberikan wejangan mengenai dharma seorang Raja.
Tugas dari seorang raja adalah melindungi rakyatnya dan membahagiakan mereka. Seorang raja harus bisa memilih orang yang jujur dan seorang raja harus dapat merahasiakan kelemahan kerajaannya. Seorang raja harus tidak mudah percaya kepada siapapun, walaupun dari orang terdekat. Seorang raja seharusnya bisa mengendalikan diri karena akan mengarahkan manusia pada kejayaan yang tertinggi.
Orang yang bijaksana akan mengutamakan kebenaran, karena ini adalah perlindungan yang abadi, penebusan dosa yang paling agung. Dalam hal ini kebenaran ada 13 jenis yaitu : jujur, mengendalikan diri, memaafkan, kesederhanaan , sabar, baik hati, menarik diri dari kedunuawian, merenungkan diri, martabat, ketabahan, cinta kasih dan tidak melukai makhluk lain.
Seorang raja tidak perlu untuk meninggalkan kerajaan untuk mencapai pembebasan, karena dengan tidak terikat dengan keduniawian dan pikiran selalu terpusat pada Brahman bisa memperoleh pembebasan. Seorang yang menjalani kehidupan biasa akan mencapai pembebasan dengan melakukan Yama dan Niyama yang sama dengan seorang sanniyasin.
Bhisma kemudian menasehati Yudhistira bahwa semua tirta dapat mensucikan seseorang. Tetapi tirta yang terbaik adalah kebenaran, seseorang harus mandi dalam tirta yang bernama pikiran yang tidak ternoda. Tirta ini memilki kebenaran sebagai airnya dan danau pikiran terbentuk dari pemahaman, sehingga seseorang yang mandi di Manasa Sarovara akan memiliki sifat tulus, cinta kasih pengendalian diri dan sempurna.
Dan ketika badan ini mati dianggap seperti sepotong kayu, semua yang dianggap ayah, ibu dan saudara lainya, hanya bisa mengantarkan sampai keliang lahat. Dalam hal ini mereka tidak menghiraukan tubuh yang telah menjadi mayat. Tetapi dengan dharma dan kebenaran yang selalu mengikuti dan satu-satunya teman dalam dunia yang akan ditempuh selanjutnya. Setelah waktu yang lama akhirnya Yudhistira dan saudaranya berpamitan untuk kembali ke Hastinapura.  

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Kejadian Setelah Perang Mahabharata"

Post a Comment