RUNTUHNYA MAJAPAHIT : Antara Identitas Budaya Lokal dan Perjuangan Pemertahanan Keyakinan
Oleh :
Hardi
Dharmogandul (Menggugat Kejawaan)
Diterjemahkan
Oleh : Toto Margiyono
Bagian
I
Sekilas Kerajaan Majapahit
1.Pada
suatu hari Dharmagandhul berbicara kepada Kalamwadi “Bagaimana awal mulanya
orang-orang tanah Jawa meninggalkan agama Budhi berganti dengan agama Islam ?”.
Ki Kalamwadi menjawab “Aku sendiri juga tidak begitu paham, tetapi aku diberi
tahu oleh Guruku yang bisa aku percaya, menceritakan awal mula orang Jawa
meninggalkan agama Budha dan beralih ke agama Rasul”
2.Dharmagandhul
berkata “Terus bagaimana ceritanya ?”Ki Kalamwadi segera berkata lagi “Bab ini
sebenarnya perlu untuk disampaikan, agar orang yang tidak pernah tahu untuk
dapat mengetahuinya
3.Pada
zaman kuno Negara Majapahit itu bernama Negara Majalengka, dan nama Majapahit
itu hanya sebagai samaran, tetapi bagi yang belum tahu ceritanya, ya Majapahit
itu nama aslinya. Di Negara Majalengka Raja terakhir yang bertahta Prabu
Brawijaya. Pada saat itu pikiran Sang Prabhu sedang risau, Sang Prabhu menikah
dengan Putri Cempa, padahal Putri Cempa beragama Islam, pada saat bermesraan,
Sang Retna selalu berkata tentang keluhuran agama Islam, setiap menghadap tidak
ada lagi yang disampaikan selain kemuliaan agama Islam, sehingga pikiran Sang
Prabhu akan agama Islam tersebut.
4.Tidak
lama kemudian, saudara Putri Cempa yang bernama Sayid Rakhmat datang ke
Majalengka, dan memohon ijin pada Sang Raja, untuk membeberkan Syariat agama
Rasul. Sang Prabhu mengijinkan apa yang menjadi keinginan Sayid Rakhmat. Sayid
Rakhmat kemudian menetap di Dukuh Ngampeldenta. Membeberkan agama Rasul, disitu
banyak para ulama dari mancanegara yang datang, dan menghadap Sang Prabhu untuk
menetap di daerah pesisir. Permintaan seperti itu juga dikabulkan oleh Sang
Raja. Lama – kelamaan ajaran seperti itu semakin meluas, banyak orang Jawa
kemudian memeluk Islam.
5.Sayid
Kramat menjadi guru bagi orang-orang yang telah merasuk Islam, bertempat di
Benang Bawah Tuban. Sayid Kramat itu ulama dari Arab keturunan Nabi Rasulullah,
maka menjadi guru orang Islam. Banyak orang Jawa yang berguru pada Sayid
Kramat. Orang Jawa Pesisir Utara dari Barat sampai Timur meninggalkan agama
Budhi, kemudian merasuk agama Rasul. Di Blambangan ke Barat hingga Banten,
orang orangnya mengikuti ucapan Sayid Kramat.
6.Padahal
agama Budhi di Tanah Jawa telah hidup selama seribu tahun, dan orang – orangnya
menyembah pada Budi Hawa. Budi itu Zat dari Hyang Widhi, Hawa itu keinginan
manusia yang tidak mampu melakukan apa – apa, mampunya hanya sekedar melakukan,
dan Budhi yang menggerakkan.
7.Sang
Prabhu memiliki Putra Mahkota dengan Putri Cina, yang lahir di Palembang dan
diberi nama Raden Patah. Setelah dewasa Raden Patah menghadap Sang Rama, dengan
membawa saudara seibu lain bapak bernama Raden Kusen. Setelah sampai di
Majalengka, Sang Prabhu bingung untuk memberikan gelar kepada putranya, apabila
diturut dari Sang Rama, beragama Jawa Budhi, apabila menghormati leluhur kuna,
putra mahkota yang lahir di pegunungan, disebut Bambang. Apabila menurut ibu,
disebut Kaotiang, menurut Arab disebut Sayid atau Sarib. Sang Prabhu segera
memanggil Patih, para pejabat dimintai pendapat untuk memberikan sebutan pada
putranya. Dari Patih menyarankan, menurut leluhur Kuno putra Sang Prabhu
disebut Bambang, tetapi karena ibunya orang Cina, baiknya disebut Babah,
artinya dilahirkan di Negara lain. perkataan Patih yang demikian juga
disepakati oleh pejabat yang lain, akhirnya Sang Raja segera memerintahkan
bahwa anak yang lahir di Palembang itu diberi sebutan dan nama Babah Patah.
Terwarisi sampai sekarang, apabila blasteran Cina dan Jawa disebut Babah. Pada
saat itu, babah Patah takut apabila tidak menuruti perintah Sang Rama, maka
kelihatan senang, tetapi senang tersebut hanya pura-pura, namun kenyataannya,
tidak senang diberi sebutan Babah.
8.Pada
saat itu Babah Patah diangkat sebagai Bupati Demak, menyamai Bupati bagian
pesisir Demak ke Barat, serta Babah Patah dikawinkan di Ngampelgadhing, cucu
Kyai Ageng Ngampel. Setelah beberapa saat, kemudian di boyong ke Demak di Desa
Bintara. Karena di Palembang Babah Patah telah merasuk Islam, di Demak
diperintahkan untuk melestarikan agamanya, sedangkan Raden Kusen pada saat itu
diangkat menjadi Adipati di Terung diberi nama dan sebutan Raden Arya
Pecattanda.
9.Lama
kelamaan ajaran Rasul semakin meluas, para ulama meminta pangkat dan memiliki
sebutan Sunan. Sunan itu berarti Budi, pohon dari ilmu pengetahuan baik dan
buruk, apabila buah dari Budhi mengerti akan pengetahuan yang baik, wajib
dimintai ilmu lahir dan Batin.
10.Pada
saat itu para Ulama masih memiliki Budhi yang baik, belum ada keinginan untuk
menyimpang, masih suka berpuasa dan mengurangi tidur. Sang Prabhu Brawijaya
memiliki pemikiran, para ulama kedudukannya sama dengan Budhi, mengapa memakai
sebutan Sunan, tingkah lakunya sama, mengurangi makan dan mengurangi tidur.
Sedangkan ajaran Rasul melarang mengurangi makan dan tidur, hanya menuruti
ucapan dan badan. Apabila mengurangi makan akan rusak, Prabhu Brawijaya
kemudian memberikan ijin. Lama kelamaan agama Rasul semakin menyebar. Pada saat
itu ada sesuatu yang aneh yang tidak dapat dilihat dengan mata, keluar dari
arah Timur, dalam pikiran itu dikatakan bahwa Budhi sedang bekerja, yang
melihat dan mendengar menganggap nyata dan tidak. Harus ditimbang mana yang
benar, sekarang masih ada wujud peninggalannya, masih dapat dibuktikan. Maka
aku menganggap kalau itu nyata.
Bagian II
Kedatangan Sunan Benang
Bagian II
Kedatangan Sunan Benang
1.Saat
itu Sunan Benang akan pergi ke Kedhiri, diikuti oleh dua sahabatnya. Setiba di
Utara Kedhiri di tanah Kertasana terhalang air di sungai Brantas yang sedang
banjir. Sunan Benang serta kedua sahabatnya menyeberang, sesampai di timur
sungai Brantas, mencari tahu apakah agama di wilayah itu sudah Islam atau masih
agama Budhi. Menurut Ki Bandar, orang di wilayah itu disebut agama Kalang,
menganut Budhi hanya sebentar, sedangkan agama Rasul baru sedikit-sedikit.
Masyarakat memeluk agama Kalang, memuliakan Bandung Bandawasa. Bandung dianggap
sebagai Nabi, apabila hari raya orang-orang bersama-sama bersenang-senang,
makan enak dirumah. Sunan Benang berkata “Kalau begitu orang disini beragama
Gedhah, Gedhah itu tidak hitam dan tidak putih, tanah disini pantas disebut
Kota Gedhah.
2.Ki
Bandar Berkata “Saya yang menjadi saksi atas perintah paduka” Tanah wilayah
sebelah Utara Kedhiri disebut Kota Gedhah, sampai sekarang disebut Kota Gedha,
namun demikian banyak yang tidak tahu asal mulanya.
3.Sunan
Benang berkata pada sahabatnya “Kalian, carilah air ke pedesaan, sungai ini
masih banjir, airnya kotor, kalau diminum akan sakit perut, dan lagipula ini
sudah waktunya Luhur, aku ingin wudhu, untuk Sholat”. Sahabat Sunan yang satu
segera pergi ke pedesaaan untuk mencari air, sampai di Desa Pathuk, ada sebuah
rumah yang sepi tanpa ada lelaki, yang ada hanya seorang perempuan remaja pada
waktu itu sedang menenun kain. Sahabat tersebut datang dan berkata dengan pelan
“Mbok Nganten, saya ingin minta air bersih”. Mbok Prawan terkejut mendengar
suara lelaki, setelah menoleh dilihatnya lelaki seperti santri. Mbok Prawan
salah sangka mengira lelaki tersebut akan membunuhnya, maka dijawabnya dengan
perkataan yang kasar “Anda telah melewati sungai, mengapa masih meminta air,
disini tidak ada istilahnya menampung air, kecuali air kencing saya ini air
tampungan yang jernih, kalau anda ingin minum”
4.Mendengar
perkataan seperti itu, santri pergi tanpa pamit, jalannya dipercepat serta
menggerutu sepanjang jalan, sesampai dihadapan Sunan Benang menceritakan
pengalamannya mencari air. Sunan Benang sangat marah sehingga keluar
kutukannya, di wilayah itu akan kesulitan air, prawan jangan sampai menikah
sebelum tua, serta lelakinya tidak akan laku kawin sebelum menjadi perjaka tua.
Setelah perkataan itu selesai arus Sungai Brantas mengecil, aliran yang besar
masuk desa, pesawahan, hutan dan ladang, banayak desa yang rusak diterjang
banjir luapan dari sungai. Sungai yang semula berarus besar, kering seketika.
Sampai sekarang tanah Gedhah kesulitan air, perjaka dan prawannya juga
terlambat berkeluarga. Sunan Benang melanjutkan perjalanan ke Kedhiri.
5.Pada
saat ini ada Dhemit bernama Nyai Plencing, dhemit di sumur Tanjungtani, yang
dipercayai oleh anak cucunya, mereka saling mmengadu kalau ada orang bernama
Sunan Benang, pekerjaannya menyiksa makhluk halus, mengunggulkan kekuatannya.
Sungai dari Kedhiri dikutuk dan kering seketika, alirannya pindah arah, maka
banyak desa, hutan, sawah, ladang dan rusak karena ulah Sunan Benang. Selain
itu pula mengutuk lelaki dan perawan menjadi terlambat berkeluarga, kesulitan
air serta diubah menjadi nama Kota Gedhah. Anak cucu Nyi Plencing mengajak agar
Nyi Plencing mau untuk menyantet dan mengganggu Sunan Benang, sampai mati
sehingga tidak mengganggu lagi. Nyi Plencing mendengar pengaduan anak cucunya
segera berangkat menemui Sunan Benang, tetapi makhluk halus tersebut tidak bisa
mendekati Sunan Benang, badannya panas terasa terbakar. Maklhul halus tersebut
berlari ke Kedhiri, sesampai di sana berkata dengan Rajanya dan bercerita
tentang keadaan yang ada, Sang Ratu berada di Selabale. Namanya Buta Locaya,
dene Selabale terletak dikaki Gunung Wilis. Buta Locaya Patih dari Sri
Jayabaya, semula bernama Kyai Daha, memiliki adik bernama Kyai Daka, Kyai Daha
merupakan Cikal Bakal di Kedhiri, setelah Sri Jayabaya hadir, nama Kyai Daha
dipakai sebagai nama wilayah, dirinya diberi Buta Locaya, dan dijadikan Patih
Sang Prabhu Jayabaya.
6.Buta
artinya buteng atau bodoh, Lo artinya kamu, Caya artinya dapat dipercaya, Kyai
Buta Locaya itu Bodoh tetapi setia dengan Gustinya, maka dijadikan patih. Asal
mula ada istilah Kyai, itu Kyai Daha dan Kyai Daka. Kyai artinya melayani anak
cucu serta orang sekitarnya.
7.Kepergian
Sri Narendra langsung menuju rumah Kyai Daka, disitu Sang Prabhu serta seluruh
pengukitnya dilayani dengan baik, maka Sang Prabhu sangat sayang dengan Kyai
Daka, nama Kyai Daka dipaki sebagai nama Desa, dan Kyai Daka diberi nama Kyai
Tunggulwulung, serta menjadi Senapati perang.
8.Setelah
Sang Prabhu Jayabaya dan Putrinya yang bernama Ni Mas Ratu Pagedhongan Moksa,
Buta Locaya dan Kyai Tunggulwulung juga Moksa. Ni Mas Ratu Pagedhongan menjadi
Ratu Dhemit di Jawa, Kotanya di Laut Selatan bernama Ni Mas Ratu Anginangin.
Semua makhluk halus di lautan maupun daratan sekitar Tanah Jawa , semua tunduk
pada Ni Mas Ratu Anginangin.
9.Buta
Locaya bertempat di Selabale, sedangkan Kyai Tunggulwulung berada di Gunung
Kelut menguasai kawah dan lahar, apabila lahar keluar agar tidak merusak desa
dan lainnya.
10.Saat
itu Kyai Buta Locaya sedang duduk di kursi emas yang dialasi permadani, serta
dikipasi ekor merak, dihadap oleh Patih Megamendhung, dan kedua putranya yang
tua bernama Panji Sektiguna, yang muda bernama Panji Sarilaut.
11.Buta
Locaya sedang berbicara dengan mereka yang sedang menghadap, terkejut melihat
kedatangan Nyi Plencing yang bersujud dihadapannya. Melaporkan tentang rusaknya
daerah sebelah Utara Kedhiri, dan berkata bahwa yang membuat rusak orang dari
Tuban yang akan berkelana ke Kedhiri, bernama Sunan Benang, Nyi Plencing
melaporkan susahnya para maklhuk halus dan umat manusia.
12.Buta
Locaya sangat marah mendengar pengaduan Nyi Plencing, tubuhnya bagaikan api,
seketika itu segera memanggil anak cucu serta semua maklhuk halus,
diperintahkan untuk melawan Sunan Benang. Para maklhuk halus melengkapi dirinya
dengan senjata perang, serta bersama sama menyerang bagaikan angin. Tidak lama
kemudian mereka sampai di Utara Desa Kukum, di situ Buta Locaya berubah menjadi
manusia bernama Kyai Sumbre, sedangkan maklhuk halus berjumlah ribuan tidak
menampakkan dirinya, Kyai Sumbre berdiri ditengah jalan dibawah pohon Sambi,
menghadang perjalanan Sunan Bonang dari Utara.
Bagian III
Perdebatan Sunan Benang Dengan Buta Locaya
Bagian III
Perdebatan Sunan Benang Dengan Buta Locaya
1.Tidak
lama kemudian Sunan Benang datang dari arah Utara, Sunan Benang tidak terkejut
kalau yang berdiri dibawah pohon Sambi adalah Rajanya Dhemit, yang akan
mengganggu dirinya, terbukti badanya panas bagaikan bara. Sedangkan maklhuk
halus yang berjumlah ribuan pergi jauh, tidak kuat menahan kekuatan Sunan
Benang. Begitu pula Sunan Benang juga tidak kuat mendekati Kyai Sumbre,
bagaikan dekat dengan bara, begitu pula Kyai Sumbre. Dua sahabat yang semula
pingsan, kemudian kedinginan karena kekuatan Kyai Sumbre.
2.Sunan
Benang bertanya pada Kyai Sumbre “ Buta Locaya !, kamu menghadang perjalananku
dan memakai nama Kyai Sumbre, apakah engkau dalam keadaan selamat ?” Buta
Locaya terkejut, karena Sunan Benang mengetahui tentang dirinya, kemudian
berkata pada Sunan Benang “ Bagaimana anda tahu kalau saya Buta Locaya ?”
3.Sunan
Benang Berkata “ Aku tidak akan tertipu, aku tahu kalau kamu Rajanya Dhemit
Kedhiri bernama Buta Locaya” Kyai Sumbre berkata pada Sunan Benang “ Anda ini
orang mana, melihat pakaian yang ada kenakan, bukan pakaian Jawa, seperti
Belalang ujudnya ?
4.Sunan
Benang berkata lagi “ Aku bangsa Arab, namaku Sayid Kramat, rumahku di Benang
Tanah Tuban, sedangkan maksud perjalananku menuju Kedhiri, untuk melihat
peninggalan kerajaan Sang Prabhu Jayabaya, dimanakah letaknya ?”
5.Buta
Locaya lalu berkata “Timur ini disebut Dusun Menang, semua peninggalan sudah
tidak ada, keraton dan Pesanggrahan juga sudah tidak ada, Keraton atau taman
Bagendhawati milik Ni Mas Ratu Pagedhongan juga sudah hilang, Pasanggrahan
Wanacatur juga sudah tiada, hanya tinggal nama dhusun. Semua itu hilang
tertimbun lahar dari Gunung Kelut. Saya hendak bertanya, anda mengutuk pada
anak cucu Adam, bersabda yang tidak pantas, prawan tua, jejaka tua, dan merubah
nama menjadi Gedhah, memindahkan aliran sungai, lalu bersabda daerah itu akan
kesulitan air, ini namanya menyiksa, seperti tidak berdosa. Bagaimana tidak,
susahnya mencari pasangan hidup sampai berumur tua, ini semua karena sabda
anda, bagaimana susahnya orang yang kebanjiran sungai Kedhiri berpindah,
membanjiri dusun, hutan, sawah menjadi rusak, karena kutukan anda, selamanya
akan kesulitan air, sungai mengering, anda menyiksa tanpa tahu penyebabnya”.
6.Sunan
Benang berkata “ Maka daerah ini aku ubah nama menjadi Kota Gedhah, sebab
masyarakat daerah ini tidak beragama hitam atau putih, tetap beragama biru,
sebab beragama Kalang, maka aku kutuk kesulitan air, aku minta air saja tidak
dikasih, maka aliran air aku pindahkan, semua wilayah ini aku kutuk menjadi
kesulitan air, sedangkan kutukan Perawan tua dan Jejaka tua, karena yang aku
mintai air tidak boleh itu Perawan”
7.Buta
Locaya berkata lagi “Itu namanya tidak seimbang dengan kutukan anda, kesalahan
sedikit, dan juga hanya satu orang yang salah, tetapi yang menerima akibat dan
kesusahannya banyak orang, tidak seimbang dengan hukumannya, anda namanya
membuat miskin orang banyak, seumpama dilaporkan kepada yang punya Negara, anda
juga akan dihukum miskin yang lebih sengsara, karena merusak wilayah. Sekarang
kembalikan kutukan anda, agar disini kembali murah air, menjadi sumber
penghidupan, jejaka menikah masih remaja, mengagungkan titah Hyang Manon. Anda
bukan Raja, merusak agama, ini namanya orang semena-mena.
8.Sunan
Benang berkata “Meskipun kau laporkan Raja Majalengka, aku tidak akan pernah
takut”. Setelah mendengar kalimat tidak takut dengan Raja Majalengka, Buta
Locaya marah, perkataannya kasar. “Perkataan anda ini bukan perkataan orang
yang ahli negara, tetapi perkataan orang di arena pertarungan, mengunggulkan
kekuatan, jangan bertindak sesuka hati karena dikasihi Hyang Widhi, banyak
sahabat malaikat, kemudian bertindak semena-mena, menghukum tanpa ada
penyebabnya, meskipun di Tanah Jawa ini banyak yang melibihi kekuatan anda,
tetapi semua berbudi serta takut kutukan Dewata. Jauh dari Budi kalau samapai
menyiksa sesama, menghukum tanpa ada kesalahan, apakah anda saudara Ajisaka
murid Ijajil. Ajisaka menjadi Ratu di Jawa hanya tiga tahun, lalu pergi dari
tanah Jawa, sumber air di Medhang dan sekitarnya dibawa pergi semua oleh
Ajisaka. Ajisaka orang dari Hindu, anda orang dari Arab, maka sama saling
menyiksa antar sesama, sama membuat kseulitan air, anda mengaku Sunan
seharusnya berbudi luhur, menyelamatkan orang banyak, tetapi kenapa tida
demikian. Anda ini iblis yang berwujud, tidak tahan dicandai anak, lalu murka,
ini Sunan apa ? kalau memang Sunan, pasti menyimpan budi luhur, anda menyksa
orang yang tidak berdosa, dari inilah anda menerima akibatnya, saat ini anda
telah menciptakan neraka jahanam, apabila sudah tercipta, anda tempati sendiri,
mandi didalam air yang mendidih. Aku ini sebangsa maklhuk halus, berbeda alam
dengan manusia, tetapi saya masih ingat akan keselamatan manusia. Sudahlah
sekarang apa yang telah rusak, kembalikan ke asalnya, sungai dan tempat yang
rusak karena banjir kembalikan seperti semula, kalau anda tidak mau
mengembalikan, semua orang Jawa yang beragama Islam akan saya santet hingga
mati, saya tentu saja akan meminta bantuan Kanjeng Ratu Ayu Anginangin di laut
Selatan.
9.Setelah
mendengar kemarahan Buta Locaya, Sunan Benang menyadari akan kesalahannya,
telah membuat susah, menyiksa orang yang tidak berdosa, maka segera berkata “
Buta Locaya ! aku ini Sunan, tidak akan dapat menarik kembali ucapanku, besok
apabila telah lima ratus tahun, sungai ini akan kembali seperti semula”
10.Buta
Locaya setelah mendengar kesanggupan Sunan Benang, marah kembali dan berkata
kepada Sunan Benang” Harus anda kembalikan sekarang, kalau tidak sanggup, anda
akan saya ikat”
11.Sunan
Benang berkata kepada Buta Locaya”Sudah, kamu tidak usah mendebat lagi, aku
mohon ijin melanjutkan perjalanan kearah timur, pohon Sambi ini aku namakan
Cacil, sebab seperti anak kecil yang bertengkar, dhemit dan manusia beradu ilmu
dan berebut benar masalah rusaknya alam, serta susahnya manusia dan dhemit, aku
mohonkan pada Rabbana, biji sambi memiliki dua manfaat, dagingnya menjadi asam,
bijinya dapat mengeluarkan minyak. Asam menjadi kiasan wajah yang sinis,
menjadikan pertengkaran antara dhemit dan manusia, minyak (lenga: dhêmit
mlêlêng jalma lunga) artinya dhemit melotot manusia pergi. Kelak biarlah
menjadi saksi, kalau aku pernah bertengkar denganmu, dan mulai sekarang tempat
ini sebelah Utara namanya Desa Singkal, disini Desa Sumbre, sedangkan tempat
pengikutmu di Selatan itu bernama Desa Kawanguran.
12.Setelah
berkata demikian Sunan Benang kemudian melompat ke sebelah Timur Sungai, sampai
saat ini di Kota Gedhah ada Desa bernama Kawanguran, Sumbre dan Singkal,
Kawanguran artinya ilmu, Singkal (sêngkêl banjur nêmu akal) artinya marah
kemudian menemukan akal.
13.Buta
Locaya mengikuti kepergian Sunan Benang. Sunan Benang berjalan sampai Desa
Bogem, disitu Sunan Benang memperhatikan arca kuda, arca tersebut berbadan satu
tetapi berkepala dua, sedangkan letaknya dibawah pohon Trenggulan, buah
Trenggulan banyak sekali sehingga yang jatuh berserakan ditanah. Sunan Benang
membawa pedang, kepala arca tersebut dipenggal.
14.Setelah
Buta Locaya melihat tingkah Sunan Benang yang menebas kepala arca, semakin
marah dan berkata demikian. “Ini ciptaan Sang Prabhu Jayabaya, sebagai simbul
tekad wanita Jawa, kelak jaman Nusa Srenggi, siapa yang melihat arca ini, akan
dapat mengetahui tekad wanita Jawa.
15.Sunan
Benang berkata”Kamu itu sebangsa Dhemit mengapa berani bertengkar dengan manusia,
itu namanya dhemit sombong. Buta Locaya menjawab “Terserah anda Sunan, saya ini
Ratu” Sunan Benang berkata “Biji Trenggulun ini aku namakan Kenthos, agar
menjadi pengingat kelak, kalau aku bertengkar dengan dhemit Kementhus (dhemit
sombong) masalah rusaknya arca”
16.Ki
Kalamwadi berkata “Sampai sekarang biji Trenggulun itu disebut Kenthos, karena
sabda Sunan Benang, itu kata Raden Budi Sukardi, Guruku”
17.Sunan
Benang berjalan kearah Utara, saat Ashar, berniat sholat, di pinggir Desa ada
sumur tetapi tidak ada timbanya, kemudian sumur tersebut di miringkan, dan
Sunan Benang dapat mengambil air untuk wudhu kemudian shalat.
18.Ki
Kalamwadi berkata “Sampai sekarang sumur tersebut bernama sumur Gumuling, Sunan
Benang yang memiringkan, itu kata guruku Raden Budi, entah benar atau salah.
19.Setelah
selesai Shalat Sunan Benang melanjutkan perjalanan, sesampai di Desa Nyahen
disitu ada Arca raksasa wanita dibawah pohon dhadap. Saat itu kebetulan pohon
dadhap sangat lebat bunganya dan jatuh berserakan ditanah sehingga kelihatan
memerah, karena banyaknya bunga yang jatuh. Melihat arca itu Sunan Benang
sangat heran, menghadap ke Barat, tinggi 16 kaki, lingkar pinggang 10 kaki,
seumpama dipindah, diangkat delapan ratus orang tidak akan terangkat, kecuali
dengan alat, lengan tangan kanannya di patahkan dan dahinya dirusak.
20.Buta
Locaya melihat Sunan Benang merusak arca,marah kembali, dan berkata “Anda itu
benar-benar orang yang tidak tahu diri, arca buta bagus-bagus, dirusak tanpa
sebab, meskipun jelek warnanya, ini hasil karya Sang Prabhu Jayabaya, akibat
apa yang anda dapat setelah merusak arca?”
21.Sunan
Benang berkata “Arca ini sengaja aku rusak, agar tidak dipuja oleh orang-orang,
jangan sampai diberi makan, dibakari menyan, apabila orang menyembah Brahala
itu dinamakan kafir dan batinnya tersesat.
22.Buta
Locaya berkata lagi “Orang Jawa sudah tahu kalau ini arca batu yang tidak
memiliki kekuatan, tidak berkuasa, bukan Hyang Latawalhujwa, maka dilayani,
dibakari menyan, diberikan sajen, agar maklhuk halus tidak bertempat tinggal di
kayu dan tanah, karena tanah membuahkan hasil, yang menjadi makanan bagi
manusia, maka para maklhuk halus diberikan tempat di arca itu, makhluk halus
tersebut anda usir kemana ? Sudah selayaknya berada di goa, arca, serta makan
aroma wangi, dhemit kalau makan bau wangi, badannya akan terasa segar, apalagi
berada di arca akan lebih senang lagi, karena akan merasa nyaman, apalagi
dibawah pohon yang besar. Mereka sudah merasa kalau alam dhemit itu berbeda
dengan alam manusia, bertempat di arca masih anda siksa, jadi anda ini adalah
orang jahil yang suka semena-mena terhadap sesama makhluk, ciptaan Pangeran.
Masih mending orang Jawa merawat arca seperti memiliki budi dan nyawa.
Sebaliknya bangsa Arab selalu berbicara tentang Kabatullah, wujudnya juga tugu
batu, ini justru lebih sesat”
23.Perkataan
Sunan Benang “Kabatullah itu buatan Kanjeng Nabi Ibrahim, disitu pusat bumi,
dibangun tugu dari batu, disujudi banyak orang, siapapun yang sujud pada
Kabatullah, Gusti Allah memaafkan semua kesalahan seumur hidupnya di dunia”.
24.Buta
Locaya menjawab dengan marah”Apa bukti mendapat anugerah Pangeran, mendapat
pemaafan semua kesalahan, apakah telah mendapat Tanda tangan Pangeran Yang Maha
Agung dengan cap berwarna merah?” Sunan Benang berkata lagi “Disebutkan dalam
Kitabku, besok kalau mati mendapat kemuliaan”
25.Buta
Locaya menjawab dan menyentak”Apalagi mati siapa yang tahu,kemuliaan di dunia
saja sudah tidak ada, sesat dengan menyembah batu, apabila sudah terpaksa terus
mencuri, lebih baik datang ke Gunung Kelud, banyak batu-batu besar buatan
Pangeran, yang tercipta dengan sendirinya, ini wajib untuk disujudi. Perintah
Yang Maha Kuasa, semua manusia harus mengetahui Batullahinya, badan manusia ini
Baitullah yang nyata, nyata diciptakan oleh Yang Maha Kuasa, ini harus dirawat,
siapa yang mengetahui asal mula badan, mengetahui budi hawa, ini yang pantas
untuk dicontoh. Meskipun siang malam melakukan sholat, tetapi dalam diri gelap,
ilmunya tersesat, sesat menyembah tugu batu, tugu buatan Nabi, Nabi itu juga
hanya manusia yang dikasihi oleh Gusti Allah, dianugerahi wahyu kepandaian,
tajamnya ingatan, penerawangan yang dapat mengetahui apa yang belum terjadi.
Sedangkan yang membuat arca ini Prabhu Jayabaya, juga orang yang dikasihi Yang
Maha Kuasa, mendapat anugerah kemuliaan, juga pandai dan tajam ingatan,
mengetahui apa yang belum terjadi. Anda hanya berpedoman pada tulisan, orang
Jawa berpedoman pada sastra dari leluhur. Sama sama hanya berpedoman pada
kabar, lebih baik berpedoman pada sastra warisan leluhur sendiri, yang
peninggalannya masih dapat dilihat. Orang berpedoman kabar Arab, belum
mengetahui keadaan disana, apakah benar atau bohong, menuruti ucapan orang yang
kerjaannya hanya mengembara. Maka anda datang ke Jawa, mengobral ucapan,
menjual kemuliaan negara Mekah, saya tahu negara Arab tanahnya panas, sulit
air, tanaman tidak akan berbuah, panas dan jarang hujan, kalau orang yang
bernalar, Mekah itu negara Celaka, banyak orang yang memperjual belikan orang,
sebagai teman berdagang. Anda orang durhaka, saya sarankan pergi dari sini,
tanah Jawa adalah negeri suci dan mulia, panas dinginnya cukupan, tanah pasir
dan murah air, apa yang ditanam dapat tumbuh, lelakinya tampan, wanitanya
cantik,.berbicaranya sangat sopan. Perkataan anda ingin mengetahui pusatnya
bumi, ya disini tempat yang saya duduki ini, sekarang ukurlah kalau saya salah
silahkan anda pukul saya. Perkataan anda ngelantur dan tanpa nalar, kurang
banyak makan ilmu Budhi, suka menyiksa yang lain. yang membuat Arca ini Maha
Prabhu Jayabaya, kekuatannya melebihi anda. Sudahlah saya harap anda pergi dari
sini, kalau tidak mau pergi sekarang saya panggilkan adik saya yang berada di
Gunung Kelud, anda saya keroyok apa bakal menang, lalu saya bawa masuk ke kawah
Gunung Kelud, apakah anda tidak susah, atau anda ingin bertempat tinggal di
batu seperti saya ?Mari kita ke Selabale, menjadi muridku !”
26.Sunan
Benang berkata “Tidak akan aku mengikuti perkataanmu, kamu setan berangasan.
Buta Locaya menjawab “Meskipun aku ini Dhemit, tetapi Raja dari dhemit,
kemuliaan saya langgeng, belum tentu anda semulia saya, maksud anda hanya
membuat rusuh, senang menyiksa, maka anda datang ke Jawa, di Arab termasuk
orang jahat, kalau anda orang mulia, tidak akan pernah pergi dari Arab,
buktinya disini memusuhi orang, agama, membuat rusak semua yang ada, mengganggu
agama leluhur, Raja wajib menyiksa, dan membuangnya ke Menadhu”
27.Sunan
Benang berkata “Kembang Dhadap ini kunamakan Celung, buahnya Kledhung, sebab
aku kalah nalar dan kalah berdebat, untuk menjadi saksi kalau aku bertengkar
dengan Rajanya Dhemit, kalah ilmu dan kalah nalar. Sampai sekarang buah dhadhap
bernama kledung, bunganya bernama Celung. Sunan Benang segera mohon pamit
“Sudahlah aku akan pulang ke Benang”.
28.Buta
Locaya menjawab sambil marah”ya sudah anda segera pergi, disini hanya akan
membuat seram, apabila terlalu lama hanya membuat susah, menjadikan kesulitan
pangan, menambahi panas dan mengurangi air.
Bagian IV
Persekutuan Adipati Demak Dengan Para Sunan
Bagian IV
Persekutuan Adipati Demak Dengan Para Sunan
1.Sunan
Benang pergi, dan Buta Locaya beserta pengikutnya juga kembali. Lain yang
diceritakan di negeri Majalengka, pada suatu hari, Sang Prabhu Brawijaya sedang
bertahta, dihadapan Patih serta semua pejabat pemerintahan. Sang Patih berkata
bahwa baru saja mendapat surat dari Tumenggung Kertasana, yang isinya bahwa di
negeri Kertasana, sungai mengering, sungai dari Kedhiri mengalir berbelok ke
arah Timur. Sebagian teks surat itu berbunyi “Di sebelah Barat laut Kedhiri,
banyak desa yang rusak,semua ini karena kutukan ulama dari Arab bernama Sunan Benang.”
2.Sang
Prabhu mendengar ucapan Sang Patih menjadi sangat marah, Patih segera diutus
untuk pergi ke Kertasana, memeriksa kondisi disana, bagaimana keadaan orang
sekitar serta hasil bumi yang diterjang banjir ? serta diperintah untuk
memanggil Sunan Benang.
3.Singkat
cerita, setelah Sang Patih memeriksa semuanya, menjelaskan semua keadaan,
begitu pula utusan ke Tuban juga telah kembali, berkata bahwa tidak mendapatkan
hasi, sebab Sunan Benang telah pergi entah kemana.
4.Sang
Prabhu marah dan berkata bahwa ulama dari arab tidak sabar hati, Sang Prabhu
segera memerintahkan pada Patih, orang Arab yang berada di Tanah Jawa harus
pergi sebab hanya membuat onar di negara, hanya di Demak dan Ngampelgadhing
yang diijinkan di Tanah Jawa untuk melestarikan agamanya, selain dua tempat itu
diperintahkan kembali ke asal mulanya, apabila tidak mau mohon dihabisi saja.
Sang Patih berkata”Gusti ! benar perintah paduka, sebab ulama Giripura sudah
tiga tahun tidak menghadap dan menghaturkan persembahan, dan keinginan mereka
akan mendirikan kerajaan sendiri, tidak merasa kalau makan dan minum di tanah
Jawa, namanya Santri Giri melebihi nama paduka, bernama Sunan Aenalyakin, ini
nama Arab yang artinya Sunan itu Budi, arti Aenal itu Marifat, yakin itu artiya
Wikan (pandai). Jadi nama itu dapat melihat selamanya, apabila dalam bahasa
Jawa artinya Prabu Satmata, ini adalah nama yang luhur dan menyamai penglihatan
Yang Maha Kuasa, di alam semesta ini tidak ada duannya Sang Prabhu Satmata,
kecuali Bathara Wisnu ketika bertahta di Negara Medhang-Kasapta. Mendengar
perkataan Sang Patih, Sang Prabhu segera memerintah untuk perang ke Giri, Patih
berangkat dengan para prajurit. Sesampai di Giri terjadi perang. Rakyat Giri
tidak dapat menahan serangan Prajurit Majapahit. Sunan Giri melarikan diri ke
Benang, mencari kekuatan, setelah mendapat bantuan, melanjutkan perang musuh
rakyat Majalengka, perang yang terjadi sangat besar, saat itu hampir setengah
pulau Jawa telah merasuk Islam, orang pesisir Utara telah beragama Islam dan
pesisir Selatan masih beragama Budha. Sunan Benang telah mengakui kesalahannya
sehingga tidak menghadap ke Majalengka, maka pergi dengan Sunan Giri ke Demak,
sesampai di Demak bersekutu dengan Adipati Demak, dan diajak menyerang
Majalengka, Sunan Benang berkata pada Adipati Demak “Ketahuilah bahwa sekarang
sudah saat kehancuran Majalengka, umurnya telah Seratus Tiga Tahun, menurut
penerawanganku, yang sanggup menjadi Ratu di Tanah Jawa hanya engkau,
perintahku hancurkan Majalengka, tetapi secara halus, jangan sampai ketahuan,
menghadaplah besuk Grebeg Mulud, tetapi rubahlah siasat perang. 1 Buatlah
tipuan,2 perintahkan semua Sunan dan Bupati yang sudah Islam untuk berkumpul di
Demak, kumpulnya untuk membangun masjid, apabila telah berkumpul, para Sunan
dan Bupati yang sudah merasuk Islam akan menurutimu”.
5.Adipati
Demak berkata “Saya takut merusak Negara Majalengka, melawan ayahnda raja, yang
telah membuat kebajikan dan kesejahteraan dunia, lalu apa yang saya berikan
selain hanya setia. Perintah eyang Sunan Ngampelgadhing, tidak diijinkan kalau
memusuhi ayah, meskipun Budha tetapi itu jalan dimana saya ada didunia.
Meskipun Budha dan kafir, tetapi itu bapak saya, harus dihormati, apalagi belum
pernah berbuat salah padaku”
6.Sunan
Benang berkata lagi “Meskipun musuhmu itu ayah maupun raja, tidak ada buruknya,
sebab mereka orang kafir, menghilangkan Budha yang kafir, nanti akan mendapat
sorga. Kakekmu itu santri yang tidak tahu apa-apa, seberapa tinggi ilmu
Ngampelgadhing, anak keliharan Cempa, tidak akan mungkin menyamai Sayid
Rakhmat, Sunan Benang telah dipuja oleh orang se dunia, keturunan rasul panutan
semua orang Islam. Kamu memusuhi ayahnda rajamu, meski berdosa hanya dengan
satu orang saja, raja yang kafir, tetapi apabila ayahndamu kalah, orang se
tanah Jawa akan merasuk Islam. Seperti itu alangkah banyaknya keuntunganmu,
mendapat anugerah pangeran, utusan Hyang Maha Kuasa memerintahkan kepadamu.
Sebenarnya ayahndamu itu menyia-nyiakan dirimu, terbukti kamu diberi nama
Babah, itu tidak pantas. Babah artinya sangat hina, yaitu hidup tidak mati juga
tidak, benih Jawa dibawa gadis Cina, maka ibumu diberikan pada Arya Damar
Bupati Palembang, ayahndamu pikirannya tetap tidak baik, saranku balas
dendamlah secara halus,jangan sampai ketahuan, ibarat hisaplah darahnya, dan makanlah
tulangnya.
7.Sunan
Giri ikut berpendapat “Aku ini tidak berdosa, tetapi didatangi oleh ayahndamu,
dikira aku mendirikan kerajaan sendiri, karena tidak pernah datang ke
Majalengka. Sang Patih berkata, kalau aku tertangkap akan disuruh memandikan
anjing, banyak orang Cina yang datang ke Tanah Jawa, di Giri semua aku
Islamkan, sebab dalam kitabku berkata, kalau mengislamkan orang kafir, akan
mendapat Sorga, oleh sebab itu banyak orang Cina yang saya Islamkan, aku anggap
sebagai keluarga. Kedatangan saya kemari ingin berlindung padamu, aku takut
dengan Patih Majalengka, dan ayahndamu sangat membenci santri yang berzikir,
dikatakan seperti sakit ayan, kalau kamu tidak mempertahankan pasti agama Nabi
Muhammad akan rusak”.
8.Sang
Adipati Demak menjawab”Perbuatan ayahnda mendatangi anda itu benar, menjadi
bawahan tetapi anda tidak merasa, berkewajiban mengikuti perintah Raja yang
menjadi atasan, wajib untuk di datangi, dihukum mati, karena anda tidak merasa
makan dan minum di Tanah Jawa:
9.Sunan
Benang Berkata “ Kalau tidak kau rebut sekarang, kamu harus menunggu ayahndamu
lengser, tahta ayahndamu tidak akan pernah diserahkan kepadamu, pasti diberikan
ke Adipati Pranaraga, sebab dia putra tertua, atau Putra menantu Ki
Andayaningrat di Pengging, kamu anak muda tidak dapat menjadi Raja, kebetulan
ini ad jalan, Giri akan menjadi penyebab rusaknya Majalengka, meskipun mati,
tetapi musuh orang kafir, itu mati Sabilullah, akan masuk sorga, sudah sebuah
kewajiban orang Islam mati ditangan orang Kafir karena membela agamanya, dan
sudah sebuah kewajiban mencari kemuliaan hidup di dunia. Mencari jabatan
tertinggi, kalau orang hidup tidak pernah tahu akan kehidupannya, itu belum
sempurna hidupnya, sifat manusia pasti pingin memimpin kerajaan dengan para
prajurit, sebab raja itu Kalifa utusan Hyang Widhi, apa yang diinginkan dapat
tercapai, sebenarnya engkau telah dikodratkan menjadi Raja di Tanah Jawa
mengganti tahta ayahndamu, tetapi secara lahiriah harus direbut dengan
peperangan, kalau engkau tidak mau menjalani, pasti kasih dari Gusti Allah akan
diambil kembali, jadi kamu telah menolak kasih Allah, aku hanya menyarankan
sebab aku dapat mengerti apa yang belum terjadi. Telah aku terawang dengan
kekuatan gaib kalau engkaulah yang akan menjadi Raja di Tanah Jawa, mengawali agama
suci, yang akan mengantarkanmu menjadi Raja, mampu mendukung dirimu menjadi
Raja di Tanah Jawa, bisa abadi selama-lamanya” Banyak perintah Sunan Benang,
bujukan kepada Adipati Demak agar amarahnya keluar, mau merusak Majalengka,
selain itu diberikan cerita Nabi, apabila mau melawan ayahnda Kafir akan
mendapat keselamatan.
10.Adipati
Demak berkata”Kalau keinginan anda demikian, saya hanya sekedar menjalankan
perintah, anda yang menjadi benteng”
11.Sunan
Benang berkata lagi “ Seperti itu yang aku inginkan, sekarang engkau telah
sanggup aku dukung, segera kirimlah surat pada adikmu Adipati Terung, tetapi
pakailah bahasa yang halus, katakan pada adikmu, lebih berat Raja atau saudara
tua yang se agama, kalau adikmu sudah mendukungmu menjadi Raja, akan sangat mudah
meruntuhkan Majalengka, siapa yang dihandalkan oleh Majapahit, Si Gugur masih
kecil, patihnya sudah tua, di tempeleng saja mati, pasti tidak mampu
menanggulangi terjangmu. Adipati Demak segera mengirim surat kepada Terung,
tidak lama kemudian utusan telah kembali, jawabannya telah diterima dan siap
mendukung perang, surat segera diserahkan Sunan Benang dan perasaannya menjadi
senang. Sunan Benang segera berkata pada Adipati Demak, agar memanggil Para
Sunan dan Bupati dengan alasan akan membangun Masjid dan berkata kalau Sunan
Benang juga telah berada di Demak. Singkat cerita seluruh Sunan dan Bupati
telah hadir, kemudian mendirikan masjid, setelah masjid jadi, mereka shalat
disana. Selesai Sholat,pintu ditutup semua orang diberitahu oleh Sunan Benang kalau
Adipati Demak akan menjadi Raja serta hendak meruntuhkan Majapahit, apabila
telah setuju segera dilaksanakan. Para Sunan dan Bupati telah setuju, hanya
satu yang tidak setuju Syekh Sitijenar. Sunan Benang marah, Syekh Sitijenar
dibunuh, sedangkan yang disuruh membunuh Sunan Giri, Syekh Sitijenar ditebas
lehernya. Sebelum Syekh Sitijenar mati, terdengar suara”Ingat ulama di Giri,
aku tidak akan membalasmu di akhirat, tetapi aku balas di dunia, kelak kalau
ada Raja Jawa dengan orang tua, disitu lehermu aku tebas” Sunan Giri menjawab
“Iya sekarang atau besok aku berani, aku tidak akan mundur”
12.Setelah
semua sepakat, menjalankan apa yang telah dimusyawarahkan. Sang Adipati Demak
diijinkan menjadi Raja, menguasai Tanah Jawa, bergelar Senapati Jimbuningrat,
Patihnya bernama Patih Mangkurat dari Atasaning. Pagi harinya Senapati
Jimbuningrat telah melengkapi peralatan perang, kemudian berangkat ke
Majapahit, diikuti oleh para Sunan dan para Bupati, perjalanannya bagaikan
Gerebeg Maulud, semua tentara tidak ada yang mengetahui maksud perjalanan,
kecuali para Tumenggung, dan Sunan serta para Ulama, Sunan Benang dan Sunan
Giri tidak ikut ke Majapahit, alasannya karena sudah tua, hanya ingin shalat di
Masjid saja dan memberikan doa restu, jadi hanya para Sunan dan para Bupati
yang mengiring Sultan Bintara, tidak diceritakan perjalanan menuju ke
Majalengka.
Bagian V
Penyerangan Adipati Demak Ke Majapahit
Bagian V
Penyerangan Adipati Demak Ke Majapahit
1.Lain
yang diceritakan, di Negara Majapahit setelah kepulangan dari Giri sang Patih
menghadap Sang Prabhu menyampaikan tentang peperangan di Giri, yang menjadi
Senapati Giri seorang kebangsaan Cina yang telah memeluk Islam bernama
Secasena. Berperang dengan bersilat (Kungfu), prajurit sejumlah tiga ratus
orang mampu bersilat semua, mereka berkumis dan berkepala gundul, memakai
pakaian laksana haji, gerakannya cekatan bagaikan belalang, prajurit Majapahit
menggunakan senapan, prajurit Giri tunggang langgang tidak kuasa menahan
jatuhnya peluru. Senapati Secasena telah tewas, dan bala tentara yang tersisa
mengungsi ke hutan dan gunung, sebagaian menyeberang lautan berlari ke Benang
dan dikejar oleh prajurit Majapahit, Sunan Benang dan Giri berlayar dalam satu
perahu, dikira kembali ke Arab dan tidak lagi ke Jawa. Sang Prabhu memerintah
Patih agar mengutus seseorang untuk ke Demak dan menyuruh apabila Benang dan
Giri kembali ke Demak supaya ditangkap menjadi tawanan Raja, sebab dosa Santri
Benang telah merusak Kertasana, sedangkan Sunan Giri tidak pernah datang
menghadap, malahan melawan dengan perang.
2.Setelah
keluar istana, Patih segera memanggil utusan yang diutus ke Demak, sementara
itu diluar istana, datang utusan Bupati Pathi, memberikan surat kepada Patih,
surat segera dibaca untuk mengetahui isinya. Menak Tunjungpura memberitahukan
bahwa Adipati Demak, Babah Patah telah menjadi Raja di Demak, yang membujuk
menjadi Raja adalah Sunan Benang dan Sunan Giri, Bupati pesisir Utara dan
seluruh bala tentara sudah memeluk Islam dan mendukung, dengan julukan Senapati
Jimbuningrat atau Sultan Syah Alam Akbar Sirullah Kalifaturasul Amiri’lmukminin
Tajudi’l’Abdu’lhamid Kak, atau Sultan Adi Surya ‘Alam, di Bintara. Saat ini
Babah Patah dan seluruh pasukan telah pergi ke Majapahit, untuk memusuhi
ayahndanya, Babah Patah lebih mementingkan guru daripada ayahndanya, para Sunan
dan Bupati juga telah mendukung untuk menghancurkan Majapahit. Penyerangan
Babah Patah dengan pasukan sejumlah Tiga Leksa lengkap dengan senjata, untuk
tindak lanjutnya diserahkan pada Sang Patih. Surat tersebut tertanggal 3 bulan
Mulud Tahun Jimakir 1303, musim ke sembilan Wuku Prangkabat. Setelah membaca
surat, Sang Patih sakit hati terheran – heran dan geleng kepala, kemudian
mendongakkan kepala sembari menyebut nama Dewa, dan heran dengan orang Islam
yang tidak mengerti akan kebaikan Sang Prabhu, justru berbuat jahat. Kyai Patih
segera menghadap Sang Raja dan menyampaikan isi dari surat tersebut.
3.Sang
Prabhu Brawijaya setelah mendengar ucapan Patih, terkejut dan diam membisu,
sampai beberapa lama tidak berbicara, dalam hati heran terhadap putranya dan
para Sunan, dengan niat yang semacam itu, setelah diberi kedudukan justru
berbalik akan merusak Majapahit. Sang Prabhu tidak dapat berfikir penyebab,
putranya dan para ulama hendak merusak keraton, dinalar beberapa kali tidak
ketemu,mengapa sampai memiliki pikiran yang jahat. Saat itu pikiran Sang Raja
gelap, kedukaannya sangat mendalam, ibarat seekor kerbau yang mati dimangsa
kutu. Sang Prabhu bertanya pada Patih, apa yang menjadi penyebab, putranya dan
para ulama dan Bupati tega merusak Majapahit, apakah tidak ingat akan kebaikan.
4.Sang
Patih menjawab dan menjelaskan bahwa dia juga tidak mengerti, tidak masuk
nalar, orang yang telah dikasih kebaikan justru membalas dengan kejahatan,
seharusnya juga membalas dengan kebaikan. Ki Patih juga heran cara berfikir orang
Islam yang jahat, dikasih kebajikan dibalas kejahatan.
5.Sang
Prabhu segera berkata pada Patih, bahwa kejadian ini juga kesalahan Sang Prabhu
sendiri, meremehkan agama yang sudah turun temurun, serta terlena dengan
bujukan Putri Cempa yang mengijinkan para ulama masuk ke Jawa dan menyebarkan
Islam. Karena gelapnya pikiran Sang Prabhu mengeluarkan kutukan pada orang
Islam “Aku minta kepada Dewa yang Agung, agar membalas sakit hatinya, agar
orang Islam kelak akan terbalik agamanya, menjilma menjadi orang yang kucir
(Jambul), karena tidak ingat akan kebajikan. Aku buat kebajikan tetapi dibalas
kejahatan, “Sabda Ratu Agung yang sedang kesusahan, diterima dan diijinkan oleh
Bathara disaksikan Jagad, terbukti dengan ditandai suara bergelegar, seisi
dunia bergetar, disaat itulah ada manuk kontul ada yang berkucir. Sampai
sekarang ulama mempunyai nama samaran, Kuntul memiliki kucir di punggungnya.
Sang Prabhu segera memohon pertimbangan dengan Patih terkait kedatangan musuh,
santri yang akan merebut negara, diladeni atau tidak ? Sang Raja merasa kecewa
dan heran, Adipati Demak ingin menguasai Majapahit direbut dengan sarana
peperangan, andai saja diminta pasti akan dikasihkan sebab Sang Raja sudah tua.
Saran Patih untuk melawan setiap musuh yang datang. Sang Prabhu menjawab,
apabila dilawan saya akan merasa malu, sebab bermusuhan dengan anak sendiri,
oleh sebab kedatangannya dilawan sebentar saja jangan sampai merusak pasukan.
Patih disuruh memanggil Adipati Pengging dan Adipati Pranaraga, sebab putra
yang ada di Majapahit belum cukup umur untuk berperang. Setelah berkata
demikian Sang Prabhu memiliki niat akan pergi ke Bali diikuti dua abdi
Sabdopalon dan Nayagenggong. Selama Sang Prabhu bersabda, semua pasukan Demak
telah mengepung, negara maka tergesa-gesa. Pasukan Demak dan pasukan Majaphit
saling menyerang, para Sunan memimpin perang, Patih Majapahit mengamuk ditengah
peperangan. Para Bupati dan pejabat berjumlah delapan orang juga mengamuk.
Perangnya sangat ramai, pasukan Demak tiga leksa, sedangkan Majapahit hanya
berjumlah tiga ribu, karena Majapahit kebanyakan musuh banyak prajurit yang
mati, hanya Patih dan Bupati, dan pejabat makin mendesak. Pasukan Demak yang
diterjang pasti mati. Putra Sang Prabhu bernama Raden Lembungpangarsa ikut
mengamuk ditengah peperangan, melawan Sunan Kudus. Ditengah – tengah perangan,
Patih Amangkurat di Demak melompat, Putra Raja tewas, Patih semakin murka dan
mengamuk semakin menjadi laksana banteng, tidak ada yang ditakuti, Patih tidak
dapat terluka oleh senjata, bagai tugu baja, tidak ada senjata yang mempan di
tubuhnya, dimana tempat yang diterjang akan berlari, yang menghadang mati
terkapar, bangkai manusia bertumpukan, Patih diserang dari kejauhan, jatuhnya
peluru bagaikan hujan diatas batu. Sunan Ngudhung menghalau dan membunuh,
tetapi tidak berhasil, Sunan Ngudhung ditusuk dan tewas, Patih dikeroyok
pasukan Demak, dan tentara Majapahit habis, apalah daya satu orang, akhirnya
Patih Majapahit Tewas dan jasadnya hilang dan terdengar suara, “Ingatlah, orang
Islam, diberi kebajikan oleh Paduka Sang Raja tetapi membalas kejahatan, tega
merusak negara Majapahit, merebut negara dengan peperangan, besok akan saya
balas, aku beri pelajaran baik dan buruk, aku tiup kepalamu, rambutmu akan aku
pangkas”.
6.Sepeninggal
Sang Patih, para Sunan masuk ke dalam keraton, tetapi Sang Prabhu telah pergi,
yang ada hanya Ratu Mas, yaitu Putri Cempa, Sang Putri diusir pergi ke Benang
juga menurut saja.
7.Para
prajurit Demak segera masuk ke Keraton, di sana mereka menjarah semua yang ada,
orang kampung tidak ada yang berani melawan. Raden Gugur masih muda dan dapat
melepaskan diri. Adipati Terung masuk ke dalam Pura, membakar semua buku – buku
Budha, pasukan di dalam Pura telah bubar, betengnya telah dikuasai oleh orang –
orang Terung. Rakyat Majapahit yang tidak mau menyerah pergi ke gunung dan
hutan, sedangkan yang menyerah dikumpulkan oleh orang Islam, dipaksa menyebut
nama Allah, jenasah para Putra dan pejabat dikumpulkan dan dikubur disebelah
Tenggara Pura, kuburan tersebut diberinama Bratalaya, katanya itu kuburan Raden
Lembupangarsa. Setelah tiga hari Sultan Demak berangkat ke Ngampel, sedangkan
yang diperintahkan untuk menunggu Majapahit adalah Patih Mangkurat dan Adipati
Terung, berjaga-jaga kemungkinan ada kerusuhan lagi, Sunan Kudus berjaga menjadi
wakil Sang Prabhu, Terung juga dijaga oleh tiga ratus ulama, setiap malam
sholat dan membaca Kur’an, separo pasukan dan Sunan ikut Sang Prabhu ke
Ngampelgadhing, Sunan Ngampel sudah gugur, tinggal istrinya yang masih ada
disana, istrinya asli dari Tuban, putra Arya Teja. Sepeninggal Sunan Ngampel,
Nyai Ageng menjadi sesepuh orang Ngampel.
Bagian
VI
Wejangan Nyai Ageng Ngampel Kepada Sang Prabhu Jimbunningrat
Wejangan Nyai Ageng Ngampel Kepada Sang Prabhu Jimbunningrat
1.Sang
Prabhu Jambuningrat, setelah sampai di Ngampel, langsung berbhakti pada Nyai
Agung, para Sunan dan Bupati saling bergantian menghaturkan sembah pada Nyai
Ageng. Prabhu Jimbuningrat berkata baru saja melumpuhkan Majapahit,
menyampaikan hilangnya sang ayah dan Raden Gugur, menyampaikan tewasnya Patih,
dan dirinya telah menjadi Raja di Jawa dengan sebutan Senapati Jimbun, serta
Panembahan Palembang, maksud kedatangannya memohon restu agar dapat menjadi
raja secara turun temurun.
2.Nyai
Ageng Ngampel, setelah mendengar perkataan Prabhu Jimbun, seketika itu menangis
sambil memeluk Sang Prabhu, dalam hati Nyai Ageng berkata, beginilah kata
hatinya “Cucuku, engkau telah berdosa tiga hal, musuh Ratu yang juga orang
tuamu, yang telah memberimu kesejahteraan dunia, malah engkau rusak tanpa
penyebab, apabila ingat akan kebajikan paman Prabhu Brawijaya, para ulama telah
diberikan tempat yang dapat mengeluarkan hasil untuk dimakan, dan juga telah
diberi kebebasan, dan orang yang tidak tahu diuntung, dan dibalas kejahatan,
hidup atau matipun juga tidak diketahui”. Nyai Ageng terus bertanya kepada Sang
Prabhu “Nak, aku ingin bertanya, katakan sejujurnya, siapa ayahmu yang
sebenarnya ? Siapa yang telah mengangkat dan mengijinkanmu menjadi Raja di
Tanah Jawa ? Mengapa justru engkau siksa tanpa dosa ?”
3.Sang
Prabhu berkata, kalau Prabhu Brawijaya itu ayah kandungnya, yang mengangkat
hingga dirinya menjadi Raja di Tanah Jawa, dan Para Bupati dan Sunan di pesisir
telah mengijinkan. Maka Majapahit dihancurkan, sebab Sang Prabhu Brawijaya
tidak mau berganti agama Islam, masih memakai agama Budha yang kafir dan Kuno.
4.Mendengar
kata Prabhu Jimbun, segera menjerit dan memeluk Sang Prabhu dan berkata “ Nak,
Ketahuilah, kamu itu telah berdosa dalam tiga hal, pasti akan mendapat kutukan
Gusti Allah, kamu berani memusuhi raja yang juga orang tuamu sendiri, yang
telah memberimu kemakmurah dunia, mengapa engkau berani merusak tanpa dosa.
Antara Islam dan Kafir itu yang membuat Gusti Allah itu sendiri. Orang
berpindah agama itu tidak dapat dipaksa, kalau belum niatnya sendiri. Orang
yang membela agama sampai mati itu orang mulia. Kalau Gusti Allah sudah
mengijinkan, tidak usah disuruh mereka telah pindah ke Islam dengan sendirinya.
Gusti Allah tidak memerintah ataupun menghalangi orang yang pindah agama. Semua
itu berdasarkan keyakinan sendiri. Gusti Allah tidak menyiksa orang kafir yang
tidak berdosa, dan tidak pernah memberi anugerah kepada orang Islam yang
bertindak salah, hanya yang benar dan salah yang diadili dengan keadilan,
urutkan asal mulamu, ibumu Putri Cempa menyembah Pikkong berupa kertas dan Arca
batu. Kamu tidak boleh membenci orang Budha, itu pertanda kalau matamu buta,
tidak dapat membedakan mana yang benar dan yang salah, katanya engkau adalah
anak Prabhu tetapi tega dengan ayahmu sendiri, malah merusak tanpa penyebab.
Beda dengan mata orang Jawa, meskipun hanya bermata satu tetapi dapat
membedakan baik dan buruk, tahu akan kebajikan dan kejahatan, pasti takut
dengan ayah apalagi Raja yang telah memberi anugerah, wajib untuk berbhakti.
Iklasnya hati engkau berbhakti pada orang tua bukan bhakti dengan orang kafir,
sebab sudah semestinya orang itu berbhakti dengan orang tua. Aku akan bercerita
denganmu, Wong Agung Kuparmn, itu beragama Islam, mertuanya orang kafir,
mertuanya sangat membenci Wong Agung karena beda agama, mertuanya tersebut
selalu mencari cara untuk membunuh menantunya, tetapi Wong Agung takut sebab
itu orang tuanya, bukan dilihat dari kafirnya tetapi dilihat karena dia orang
tuanya, maka Wong Agung juga sangat menghormati mertuanya. Itulah nak orang
luhur, tidak seperti perbuatanmu, ayahmu sendiri kamu siksa, kamu anggap kafir
karena beragama Budha dan tidak mau pindah Islam. Sekarang aku bertanya apakah
kamu telah berbicara dengan orang tuamu untuk kamu ajak pindah agama ? Sampai
negaranya kamu rusak ?
5.Prabhu
Jimbun berkata bahwa belum sempat mengajak untuk pindah agama, kedatangannya
langsung menyerang. Nyai Ageng Ngampel tertawa dan berkata “Perbuatanmu itu
semakin salah, meskipun Nabi jaman kuna, berani memusuhi orang tua, sebab
setiap hari sudah menjelaskan ajaran agamanya, tetapi tidak mau, padahal setiap
hari telah diberitahu tentang keajaibannya, yang menunjukkan sudah saatnya
masuk Islam, tetapi perkataan itu tidak dihiraukan, tetap berpegang
melestarikan agama lama, maka terus dimusuhi. Kalau seperti itu meskipun musuh
orang tua sendiri, tidak salah secara lahir dan bathin. Sementara orang
sepertimu, memiliki keajaiban apa ? Kalau memang Khalifatullah sejati dan
berhak mengganti agama, coba keluarkan kemampuanmu, biar aku lihat.
6.Prabhu
Jimbun berkata kalau dirinya tidak memiliki kekuatan apapun, hanya mengikuti
buku, kalau dapat mengislamkan orang kafir akan mendapat Sorga. Nyai Ageng
Ngampel tertawa tetap mengungkapkan kemarahannya, hanya katanya saja dijadikan
pedoman, terlebih lagi bukan buku leluhur, orang mengembara saja kamu ikuti
perkataannya, yang melakukan kamu, yang menerima kamu sendiri, itu bukti kalau
ilmumu masih dangkal, berani dengan orang tua sebab keinginanmu menjadi Raja,
susahnya tidak kau pikir. Kamu itu bukan santri ahli budi, hanya mengandalkan
iket putih, tetapi putihnya kuntul, putih diluar tetapi merah di dalamnya,
ketika kakekmu masih hidup, kamu pernah bicara akan merusak Majapahit, tetapi
dilarang oleh kakekmu, beliau berharap jangan sampai memusuhi orang tua,
sekarang kakekmu telah tiada, larangannya kamu langgar, kamu tidak takut
akibatnya. Kalau kami meminta restu padaku tentang niatmu menjadi Raja di Jawa,
aku tidak berhak merestui sebab aku orang kecil dan perempuan, nanti kuwalat,
sebab semestinya kamu yang merestuiku, sebab kamu Khalifatullah di Tanah jawa,
hanya kamu yang tua, ucapmu itu api, kalau aku hanya tua umurnya, kalau kamu
tua sebagai Raja.
7.Nyai
Ageng Ngampel melanjutkan perkataannya”Cucu, aku ceritakan tentang empat hal,
di Kitab Hikayat disebutkan Tanah Mesir, Kanjeng Nabi Dhawud, putranya ingin
menduduki tahta Sang Ayah, nabi Dhawud rela pergi, kemudian anaknya menjadi
Raja, tak lama kemudian Nabi Dhawud dapat merebut kembali tahtanya, sang anak
berlari kehutan dengan menaiki kuda, saat berlari kepalanya putus tersangkut
pohon, itu namanya hukuman Allah. Adalagi cerita Prabu Dewata Cengkar, yang
juga ingin merebut tahta sang ayah, tetapi dikutuk menjadi raksasa, setiap hari
memangsa manusia. Tidak lama kemudian ada orang seberang datang ke Jawa
menggelar kemahiran sulapnya. Orang Jawa banyak yang terpikat dengan Ajisaka,
benci dengan Dewata Cengkar, Ajisaka diangkat menjadi Raja, Dewata Cengkar
berlari ke laut Selatan berubah menjadi buaya, tidak lama kemudian mati.
Adalagi cerita dari negara Lokapala, Sang Prabhu Danaraja berani dengan Sang Ayah,
yang juga hampir sama dengan yang saya ceritakan tadi, semua sengsara. Apalagi
kamu, memusuhi ayahmu tanpa penyebab yang jelas, pasti juga akan celaka,
kematianmu juga akan mendapat kesengsaraan, itu namanya hukuman Allah”.
8.Mendegar
apa yang disampaikan Sang Nenek, Sang Prabhu merasa bersalah, tetapi sudah
tidak dapat dikembalikan seperti semula. Nyai Ageng Ngampel masih meneruskan
perkataannya “Kamu itu hanya di jebloskan oleh para ulama dan Bupati, tetapi
kamu mau melakukan, yang mendapat celaka juga kamu sendiri, dan kehilangan
ayah, seumur hidup namamu jelek, menang perang tetapi melawan ayahmu, meski
bertobat pada Yang Maha Kuasa, belum tentu mendapat maaf, pertama musuh ayah,
kedua berani dengan Raja, ketiga merusak kebaikan, dan merusak kerajaan tanpa
penyebab yang jelas. Adipati Pranaraga dan Adipati Pengging tidak akan rela
tentang rusaknya Majapahit, pastinya harus mengabdi dengan ayahnda, itu saja
sudah berat” Banyak hal yang disarankan oleh Nyi Ageng kepada Sang Prabhu
Jimbun. Setelah selesai Sang Prabhu disuruh pulang ke Demak dan disuruh mencari
hilangnya sang Ayah, apabila sudah ketemu disuruh kembali ke Majapahit dan
mampir ke Ngampelgadhing, tetapi kalau tidak mau jangan dipaksa, karena kalau
sampai marah kutukannya akan mujarab.
Bagian VII
Kepulangan Sang Prabhu Jimbun Di Demak
Bagian VII
Kepulangan Sang Prabhu Jimbun Di Demak
1.Saat
kedatangan Sang Prabhu Jimbun di Demak, semua pasukan bersenang-senang, para
santri bermain terbangan dan berzikir, mengucap syukur karena Sang Prabhu telah
menang perang.
2.Sunan
Benang menjemput kedatangan Sang Prabhu Jimbun, Sang Nata berkata pada Sunan
Benang kalau Majapahit telah berhasil dikalahkan, kitab-kitab Budha dibakar,
serta menyampaikan bahwa Sang Ayah dan Raden Gugur lolos, Patih Majapahit Mati
di peperangan, Putri Cempa sudah diusir ke Benang, pasukan Majapahit yang
menyerah telah masuk Islam. Sunan Benang mendengarkan perkataan Sang Prabhu
Jimbun, tertawa dan mengangguk, semua sama dengan apa yang dipikirkan.
3.Sang
Prabhu juga berkata, kalau kepulangannya mampir ke Ngampeldenta, menemui Sang
Nenek Nyai Ageng Ngampel, menyampaikan bahwa telah dari Majapahit dan meminta
restu untuk menjadi Raja, tetapi disana mendapat marah karena tidak mengerti
akan kebaikan Sang Prabhu Brawijaya, kemudia disuruh mencari Sang Ayah, semua
perkataan Nyai Ageng disampaikan pada Sunan Benang.
4.Setelah
mendengar semua perkataan Sang Nata, dalam hati Sunan Benang merasa bersalah,
tidak mengerti akan kebaikan Sang Prabhu Brawijaya. Tetapi perasaan seperti itu
diputar balikkan dengan perkataan, alasannya menyalahkan Sang Prabhu Brawijaya
dan patih yang tidak mau pindah ke Islam.
5.Sunan
Benang kemudia berkata bahwa semua perkataan Nyai Ageng Ngampel tidak perlu
dipikirkan, sebab pemikiran wanita pasti tidak sempurna, lebih baik niat
merusak Majapahit dilanjutkan, kalau Sang Prabhu Jimbun menuruti kemauan Nyai
Ageng Ngampel, Sunan Benang akan kembali ke Arab. Akhirnya Sang Prabhu Jimbun
berkata kalau dia tidak akan menuruti perkataan Nyai Ngampel, sebab pasti akan
mendapat perkataan yang tidak baik, akhirnya takut.
6.Sunan
Benang memerintahkan Sang Prabhu, kalau sampai Sang Ayah kembali ke Majapahit,
Sang Prabhu harus menghadap dan minta maaf semua kesalahannya, dan jika ingin
menjadi Raja jangan di Tanah Jawa, karena akan menjadi penghalang rakyat yang
akan memeluk Islam, agar menjadi Raja di negara diluar Tanah Jawa.
7.Sunan
Giri menyambung, lebih baik agar tidak mengorbankan pasukan, Sang Prabhu
Brawijaya dan putranya disantet saja, sebab membunuh orang kafir itu tidak
berdosa. Sunan Benang dan Prabu Jimbun menyetujui pendapat Sunan Giri.
Bagian VIII
Sang Prabhu Brawijaya Masuk ke Agama Islam
Bagian VIII
Sang Prabhu Brawijaya Masuk ke Agama Islam
1.Ganti
yang diceritakan, perjalanan Sunan Kalijaga mencari Sang Prabhu Brawijaya,
hanya diikuti oleh dua sahabat, setiap desa disinggahi, untuk mencari berita.
Perjalanan Sunan Kalijaga mengikuti sepanjang Pesisir Timur dimana jalan itu
dilalui Sang Prabhu Brawijaya.
2.Perjalanan
Sang Prabhu Brawijaya sudah sampai Blambangan, karena lelah kemudian
beristirahat disebuah balai. Saat itu pikiran Sang Prabhu sedang gelap,
sedangkan yang menghadap hanya dua abdi, Nayagenggong dan Sabdopalon, kedua
abdi ini selalu bercanda tawa dan berfikir tentang kejadian yang baru saja
dialaminya, tidak lama kemudian datang Sunan Kalijaga, kemudian bersimpuh di
hadapan Sang Prabhu.
3.Sang
Prabhu bertanya pada Sunan Kalijaga “Sahid mengapa engkau datang menghampiri
aku ?”Sunan Kalijaga berkata”Kedatangan saya ini diutus oleh Putra Paduka,
untuk mencari keberadaan paduka Raja, sembah saya bagi baginda, hamba meminta
maaf atas kesalahan, karena berani merebut kekuasan baginda, karena gelapnya
pikiran, tidak tahu akan tata krama, berkemauan tinggi untuk mendapat kerajaan,
dihadap oleh para Bupati. Saat ini Sang Putra telah menyadari kesalahannya,
tentang keinginan mendadak menjadi Raja dari pangkat Bupati Demak, saat ini
putra baginda telah ingat, kepergian baginda yang tidak tahu dimana, pasti akan
mendapat hukum dari pangeran. Maka saya diutus mencari baginda sampai ketemu
dan diajak kembali ke Majapahit, seperti sedia kala, menguasai pasukan dihadap
oleh pejabat, langgeng menjadi pengayom para putra, cucu, buyut dan rakyat
dihormati dan merestui keslamatan dunia. Kalau baginda kembali, Putra Baginda
akan memberikan tahta kepada baginda, putra baginda akan menyerahkan hidup dan
mati, apabila baginda ijinkan hanya ingin meminta maaf atas semua kesalahan,
dan meminta kembali jabatan lama sebagai Adipati Demak, seperti sedia kala.
Tetapi apabila baginda tidak mau menerima tahta, meskipun paduka di gunung,
gunung manapun akan diberikan padhepokan, putra anda akan memberikan pakaian
dan makanan, tetapi meminta pusaka keraton di Jawa agar diberikan dengan Iklas.
4.Sang
Prabhu Brawijaya berkata”Aku telah mendengar semua perkataanmu Sahid, tetapi
tidak saya perhatikan, karena aku sudah muak berbicara dengan santri yang
memiliki tujuh mata, tetapi hanya mata lapisan semua, maka penglihatannya tidak
benar, baik di depan tapi dibelakang menbuat celaka, manis hanya dibibir,
batinnya membawa pasir yang akan disiratkan ke mata, agar salah satu mataku
menjadi buta. Awalnya saya baiki tetapi, justru aku dicelakakan, apa salahku,
mereka merusak tanpa penyebab, meninggalkan tata cara manusia, perang tapi
tanpa penentangan terlebih dahulu, itu tata cara babi, bukan tata cara manusia
utama”
5.Sunan
Kalijaga setelah mendengar perkatan Sang Prabhu menyadari semua kesalahannya,
karena keikutsertaannya menyerang Majapahit, dalam hati sangat bersedih,
apabila diterangkan apa yang telah terjadi, kemudian berkata “Semarah-marah
baginda kepada anak cucu, semoga selalu menjadi jimat, terikat diujung rambut,
terpatri di dahi, dan dapat memberikan cahaya cemerlang untuk keselamatan anak
cucu semua. Setelah menyadari kesalahannya apalagi yang kami minta selain
permaafan baginda. Sekarang baginda hendak berjalan kemana ?
6.Sang
Prabhu Brawijya berkata”Sekarang aku hendak ke Bali menemui adikku Prabhu Dewa
Agung di Klungkung, akan aku ceritakan semua perbuatan si Patah, yang telah
melawan ayahnya tanpa merasa berdosa, dan akan aku suruh memanggil semua Raja
di sekitar Jawa, menyiapkan segala kebutuhan perang, dan Adipati Palembang juga
akan aku beritahu, kalau anaknya telah sampai ke tanah Jawa, saya angkat
menjadi Bupati tetapi tidak pernah tahu jalan, berani memusuhi orang tua, akan
aku minta keiklasannya anaknya akan aku bunuh karena berani menentang orang tua
sekaligus Rajanya. Selain itu pula akan aku sampaikan berita ini ke Hongte di
Cina, bahwa putranya yang aku nikahi telah melahirkan seorang anak, tetapi juga
tidak tahu jalan, akan aku minta keiklasannya juga, cucunya akan aku bunuh, aku
akan meminta bantuan tentara Cina lengkap dengan senjata perang dan menuju ke
Bali. Apabila semua tentara telah siap, dan mengingat akan kebaikanku dan
berbelas kasihan pada orang tua, pasti mereka akan datang ke Bali dengan
senjata perang, akan aku ajak ke tanah Jawa merebut tahtaku, meskipun terjadi
perang besar memusuhi anak, aku tidak malu, sebab aku tidak memulai hal buruk
ataupun meninggalkan tata cara orang luhur.
7.Sunan
Kalijaga setelah mendengar perkataan Sang Prabhu seperti itu, seketika itu juga
badannya lemas dalam hati berkata “Tidak salah dengan apa yang dikatakan Nyai
Ageng Ngampelgadhing, kalau kakek yang bungkuk masih kokoh mempertahankan
negara, tidak menyadari akan kondisi tubuhnya. Kalau sampai berhasil
menyeberang ke Bali, pasti akan terjadi perang besar, dan pasukan Demak
mustahil untuk menang, karena membawa kesalahan besar, memusuhi Raja, orang
tua, yang telah memberi kebaikan. Dapat dipastikan orang Jawa yang belum Islam
pasti mengasihi Raja tua, orang Islam akan mati dalam peperangan”
8.Akhirnya
Sunan Kalijaga berkata pelan “Baginda Sang Prabhu ! kalau paduka melanjutkan
perjalanan ke Bali dan memanggil para Raja, pasti akan terjadi perang besar,
apakah paduka tidak menyayangkan kerusakan Tanah Jawa, pasti putra paduka akan
kalah, baginda menjadi Raja sudah tidak lama lagi, tahta Jawa akan menjadi
milik orang lain yang bukan keturunan paduka, ibarat anjing yang berebut
bangkai, yang bertengkar saling membunuh dan mati, daging dan hatinya dimakan
oleh anjing lain”
9.Sang
Prabhu Brawijaya berkata”Hal seperti itu sudah kehendak Dewata yang Agung, aku
ini Raja hanya berpedoman pada satu mata, tidak memakai dua mata, hanya satu
penglihatanku pada hal yang benar, menurut adat leluhur. Misalkan si Patah
merasa kalau aku ini bapaknya, dan berniat menjadi Raja, diminta dengan baik
pasti aku berikan keraton Tanah Jawa ini dengan jalan baik pula, aku ini sudah
tua, seudah puas menjadi Raja, aku memilih menjadi Pandhita, bertapa di gunung.
Sebaliknya Patah menyiksa aku, pasti aku juga tidak rela Tanah Jawa
dipimpinnya, melebihi apa kehendak dewata”
10.Sunan
Kalijaga setelah mendengar perkataan Sang Prabhu, merasa tidak sanggup
menasehati, maka segera bersujud dan memberikan kerisnya dan meminta Sang kalau
tidak mau menuruti apa yang disarankannya, Sunan Kalijaga minta dibunuh saja,
sebab merasa malu melihat keadaan yang memalukan.
11.Melihat
perlakuan Sunan Kalijaga yang demikian Sang Prabhu merasa iba, maka tidak
berbicara, tangannya mengelus dada dan menarik nafas, sambil berkata “Sahid,
duduklah sebentar,biar aku pertimbangkan kata-katamu, benar dan salahnya,
bohong dan jujurnya, sebab aku kuatir semua perkataanmu itu bohong. Ketahuilah
Sahid, seandainya aku kembali ke Majapahit, Patah akan muak melihatku, bencinya
tak terkira, sebab mempunyai ayah Budha yang kafir, suatu hari saya akan
ditangkap dan disuruh menjaga pintu belakang, pagi sore diajari sembahyang,
kalau tidak bisa akan di mandikan di sendang dan digosok dengan alang-alang”
12.Sang
Prabhu meneruskan perkataannya”coba pikirkan Sahid, alangkah susahnya aku yang
sudah tua, kedinginan malah direndam di air”. Sunan Kalijaga tertawa dan
berkata”Mustahil semua itu akan terjadi, saya yang akan bertanggung jawab,
putra baginda tidak akan pernah menyiksa paduka, masalah agama terserah baginda
pribadi, tetapi alangkah baiknya paduka berganti memeluk agama Rasul, dan
menyebut nama Allah, kalau tidak mau juga tidak masalah, syarat menjadi Islam
itu hanya Sahadat, meskipun Shalat setiap jari kalau tidak mengerti Sahadat
sama saja kafir”
13.Sang
Prabhu bertanya “Sahadat itu apa, aku belum pernah mendengar, katakan biar aku
dengarkan”. Sunan Kalijaga kemudian mengucapkan Sahadat “ashadu ala ilaha
ila’llah, wa ashadu anna Mukhammadar-Rasulu’llah”,artinya saya bersaksi tidak
ada pengeran yang sejati selain Allah, dan saya bersaksi Nabi Muhammad adalah
utusan Allah”
14.Sunan
Kalijaga melanjutkan perkataannya pada Sang Prabhu”Orang menyembah ke arah
manapun, kalau tidak mengetahui wujudnya itu tetap kafir, dan siapa yang
menyembah segala sesuatu yang berwujud itu menyembah berhala namanya, maka
perlu mengetahui secara lahir maupun batin. Orang berkata itu harus mengerti
apa yang dibicarakan, maksudnya Nabi Muhammad Rasulallah, Muhammad itu artinya
kuburan, jadi badan manusia itu kuburan rasa, memuji badan sendiri, bukan
memuji Muhammad di Arab, raga manusia ini bayangan Dzat Pangeran, berwujud
makam kuburan rasa, Rasul rasa menyusul, kemudia rasa menyatu dilidah. Rasul
naik ke sorga berubah menjadi tanah yang kotor, disebut Rasul itu rasa buruk
yang salah, disingkat menjadi satu Muhammad Rasulallah, pertama mengerti badan,
kedua mengerti makanan, kewajiban manusia menyembah rasa dan makanan dengan
menyebut Muhammad Rasulallah, maka sembahyang “Uzali” artinya mengetahui asal
mulanya. Sedangkan raga manusia berasal dari roh idlafi, roh dari Muhammad
Rasul, artinya Rasulnya Rasa, bibit kehidupan, keluar dari badan, karena
Ashadualla, apabila tidak mengerti arti Sahadat, tidak mengerti rukun Islam,
tidak akan pernah tahu asal mula yang ada”
15.Perkataan
Sunan Kalijaga yang panjang lebar, membuat Prabhu Brawijaya terpesona dengan
agama Islam, kemudian meminta Sunan Kalijaga untuk memotong rambutnya, tetapi
tidak dapat dipotong, Sunan Kalijaga berkata, Sang Prabhu diminta Islam lahir
dan Bathin, sebab kalau hanya secara lahiriah rambutnya tidak mempan dipotong,
Sang Prabhu kemudian berkata kalau sudah lahir bathin, akhirnya rambut sang
Prabhu dapat dipotong.
Bagian IX
Penolakan Sabdopalon dan Nayagenggong Masuk Islam
Bagian IX
Penolakan Sabdopalon dan Nayagenggong Masuk Islam
1.Setelah
itu Sang Prabhu berkata kepada Sabdopalon dan Nayagenggong”Kamu berdua aku
sarankan, mulai hari ini tinggalkan agama Budhi, dan pindah ke Islam, kemudian
menyebut nama Allah yang sejati, karena keinginanku, kalian berdua aku ajak
pindah agama Rasul dan meninggalkan agama Budha”
2.Sabdopalon
berkata dengan sedih”Saya ini Ratu Dhang Hyang yang menguasai tanah Jawa, siapa
yang menjadi raja, akan menjadi asuhanku. Mulai dari leluhur paduka dahulu,
Sang Wiku Manumanasa, Sakutrem, dan Bambang Sakri, secara turun temurun sampai
paduka sendiri, saya akan mengasuh orang yang memegang teguh ajaran Jawa, kalau
saya tidur lamanya 200 tahun, selama saya tidur, pasti ada peperangan saudara
bermusuhan dengan saudara, yang jahat akan makan sesama manusia dan bangsanya
sendiri. Sampai sekarang umur hamba telah 2003 tahun, mengasuh keturunan Jawa,
tidak ada yang berubah agamanya, mulai pertama selalu memeluk Budha, tetapi
paduka sendiri yang berniat meninggalkan ajaran Jawa, Jawi artinya mengerti,
tetapi paduka lebih memilih nama Jawan, senang ikut-ikutan, semua ini akan
menghambat Moksa”
3.Sabda
Sang Wiku diikuti bergetarnya jagad, Sang Prabhu Brawijaya tidak diijini oleh
Dewata, tentang niatnya masuk agama Rasul, akhirnya keadaan di dunia ditambah
tiga macam, 1, Suket Jawan, Padi Randanunut dan Padi Mriyi.
4.Sang
Prabhu bertanya kembali “Bagaimana keputusanmu, apakah mau meninggalkan agama
Budha dan pindah ke agama rasul, dengan menyebut Nabi Muhammad Rasulaallah yang
menjadi panutan para Nabi dan menyebut nama Allah ?”
5.Sabdopalon
berkata”Silahkan paduka masuk sendiri, saya tidak tega mewariskan watak jahat
seperti orang Arab. Jahat itu artinya menghukum, menghukum diri sendiri, kalau
saya sampai mengikuti agama tersebut, pasti akan menghambat saya mencapai
Moksa, sedangkan yang menyebut mulia itu kan orang Arab, dan semua orang Islam,
yang menyanjung diri sendiri. Kalau saya tidak sudi menyanjung bagusnya milik
orang lain, dan merendahkan milik sendiri, saya tetap senang dengan agama lama,
menyebut nama Dewa. Dunia ini adalah raga Dewa yang bersifat Budi dan Hawa,
sudah menjadi kewajiban manusia mengikuti Budhi, jadi tidak akan pernah
tertipu, kalau menyebut nama Nabi Muhammad Rasullallah, artinya Muhammad itu
kuburan, kuburan Rasa yang salah, hanya menyembah Rasa secara lahiriah, hanya
makan enak, tidak ingat akibatnya kelak, maka nama Muhammad itu makanan
kuburan, roh Idlafi artinya lapisan, kalau sudah rusak kembali ke asalnya.
Prabhu Brawijaya akan berada dimana ?. Adam itu menjadi satu dengan Hyang
Brahim yang artinya tersesat selama hidupnya, tidak menemui Rasa yang
sebenarnya, tetapi timbulnya Rasa berwujud badan, dinamakan Mukhammadun,
makamnya Rasa, karena Budi maka menjadi manusia dan Rasa. Kalau dipanggil Yang
Maha Kuasa, jasad paduka hanyalah jasad manusia, karena mengabdi yang salah,
ayah dan ibu tidak mencipta, maka disebut anak, ada wujud sendiri yang tercipta
karena gaib dan samar, karena kehendak Latawalhujwa, yang melipurtu wujud, ada
penciptaan sendiri, lebur sendiri, kalau sudah dipanggil Yang Maha Kuasa, hanya
Rasa dan Perasaaan yang paduka bawa kemanapun, kalau menjadi Dhemit akan
menjaga tanah, ini yang disebut Nistha, hanya menunggu daging yang telah busuk
dan menyatu dengan tanah, seperti ini tidak ada gunanya. Seperti ini hanya
karena kurangnya ilmu Budhi, semasa hidupnya belum makan inti sari ilmu dan
inti sari Budhi, rela mati menjadi setan, makan tanah dan mengharap sesajen,
kelak ada mukjijat yang memberikan kiamat pada anak cucunya. Orang yang telah
mati tidak dipengaruhi oleh aturan Raja secara lahir, sudah pasti Suksma pisah
dari Budhi, kalau kemauannya baik akan mendapat kemuliaan, tetapi kalau niatnya
buruk, akan mendapat siksaan. Coba jawablah keterangan hamba ini”
6.Sang
Prabhu menjawab “Kembali ke asalnya, Nur kembali ke Nur”. Sabdopalon berkata
lagi,”Inilah ilmu orang yang bingung, hidupnya akan rugi, tidak mempunyai
pengetahuan tentang ingatan, belum makan buah Ilmu dan Budhi, berasal dari satu
kembali ke Yang Satu itu namanya kematian yang mulia. Kematian yang mulia itu
Sewu Satus Telung Puluh (1130), Satus artinya putus, telu artinya tilas
(bekas), puluh artinya pulih (kembali), wujudnya rusak tetapi yang rusak hanya
yang berasal dari roh Idlafi lapisan, hidupnya abadi hanyalah badan yang pisah
dengan Suksma, inilah sahadat tanpa Ashadu, berganti dengan roh Idlafi lapisan,
surup pasti tahu dari mana asal mula makhluk, surup artinya mengetahui awal,
tengah dan akhir, menjalankan kehidupan, yang telah bergerak letaknya masuk
membawa Cipta yang lama”
7.Sang
Prabhu berkata kembali”Ciptaku telah ikut dengan orang yang unggul” Sabdopalon
menjawab “itu orang yang tersesat, seperti benalu yang hidup menempel pada
pohon yang besar, tidak membawa kesejahteraan sendiri, ini bukan kematian yang
mulia, tetapi hina, sukanya hanya ikut-ikutan, kalau diusir akan bingung dan
berusaha menempel pada yang lain”
8.Sang
Prabhu berkata lagi”Asal kosong aku kembali ke kosong, ketika aku belum
berwujud, belum ada apapun, jadi kematianku juga begitu”. Sabdopalon”Ini hanya
kematian yang sia-sia, bukan kematian imam, semasa hidupnya seperti hewan,
hanya makan, minum dan tidur, seperti ini hanya akan gemuk dan banyak daging,
hanya rela minum air kencing saja, kehilangan kehidupan dalam kematian”
9.Aku
akan menunggu makam, kalau sudah luluh akan masuk” Sabdopalon” Ini kematian
orang bodoh, menjadi setan kuburan, menunggu daging dalam kuburan, daging yang
telah lembut manjadi tanah. Tidak mengetahui tentang santun roh Hidlafi baru,
ketahuilah ini orang yang bodoh”
10.Sang
Prabhu berkata”Aku akan Moksa bersama badanku” Sabdopalon tertawa” kalau orang
beragama Rasul tidak akan pernah Moksa, tidak sanggup makan raga sendiri, gemuk
kelebihan daging, kematiannya Moksa itu celaka, karena mati tanpa meninggalkan
jasad, namanya bukan sahadat, tidak mati, tidak hidup, tidak menjadi roh Idlafi
baru (kelahiran kembali), hanya menjadi gunungan dhemit”
11.Sang
Prabhu” Ciptaku akan kembali ke akhirat, naik ke sorga menghadap Yang Maha
Kuasa”. Sabdopalon berkata”Akhirat, Sorga sudah paduka bawa kemana – mana,
jasad manusia itu sudah membawa “alam sahir kabir, ketika tercipta sudah
lengkap, Akhirat, Sorga maupun Neraka. Paduka akan menuju akhirat yang mana,
jangan sampai tersesat, padahal tempat akhirat itu artinya miskin, dimana-mana
ada akhirat, kalau bisa saya hindari jangan sampai pulang pada kemiskinan dan
negara yang miskin keadilan, kalau salah pasti akan mendapat hukuman, diikat
dan dipaksa bekerja berat tanpa upah, termasuk dalam Akhirat Nusa Srenggi, nusa
artinya manusia, sreng artinya pekerjaan yang sangat berat, enggi artinya
membuat. Jadi manusia dipaksa bekerja pada Ratu Nusa Srenggi, apakah tidak
celaka orang hidup didunia bernasib seperti ini, sekeluarga hanya makan beras
segenggam, tanpa ikan, sambal, maupun sayuran ini akhirat secara lahiriah,
akhirat setelah kematian akan melebihi ini, paduka jangan sampai pulang ke
akhirat, jangan naik ke sorga, nanti tersesat. Banyak kekayaan disitu, tetapi
semua rela tidur berselimut tanah, hidupnya selalu bekerja dengan paksaan,
paduka jangan sampai menghadap Gusti Allah, sebab Gusti Allah tidak terlihat
hanya namanya yang terdengar di dunia dan akhirat, paduka belum kenal, kenalnya
hanya bagaikan mengenal bintang dan bulan, bertemunya cahaya saat menjadi satu,
tidak pisah maupun tidak berkumpul, jauhnya tak terhingga, dekat juga tidak
akan bertemu, hamba saja tidak kuat berdekatan apalagi paduka. Kanjeng Nabi
Musa juga tidak dapat melihat Gusti Allah, sebab Allah tidak terlihat, hanya
Dzatnya saja yang meliputi semua wujud yang ada, paduka adalah benih rohani,
bukan sebangsa malaikat, raga manusia berasal dari Nutfah, menghadap Hyang
Latawalhujwa, apabila tempatnya sudah tua, meminta kembali yang baru, jadi
tidak bolak-balik, yang disebut hidup dan mati, yang hidup masih bernafas
artinya hidup, yang abadi yang tidak pernah berubah, yang mati hanya raganya,
tidak merasakan kenikmatan, maka menurut Budha, kalau raga sudah tua, suksma
keluar dan meminta ganti yang lebih bagus, melebihi yang telah tua, Nutfah
jangan pernah bergerak dari dunianya, dunia manusia itu abadi, tidak berubah,
yang berubah hanya makamnya Rasa, raga adalah wadah yang berasal dari roh
Idlafi.
13.Prabhu
Brawijaya tidak muda dan tidak tua, tetapi langgeng berada di tengah dunianya,
berjalan tetapi tidak bergerak dari tempatnya, berada di dalam goa Cipta yang
tenang. Bawalah semuanya, membawa makanan raga. Tulis hilang, hitunglah
jumlahnya, berkumpul tidak akan lengkap. Melihat jantung sebelah kiri,
berkurang karena Cipta. Inilah akhir dari pengetahuan Budha, dalamnya roh
sangat dangkal, berani berubah dalam letikan api, keluar dalam Kalamwadi,
terhanyut dalam lautan rahmat masuk dalam goa indrakila wanita, jatuhnya
kenikmatan ada di dasar bumi rahmat, disitulah ki Budhi membuat kerajaan
Baituallah yang mulia, yang terjadi karena sabdaku, jadi sorga berada ditengah
dunia ibu, maka manusia berkiblat pada tengah dunia, dunia manusia itu bernama
Goa Sir Cipta, dibawa kemana-mana tidak berubah, umurnya sudah digariskan,
tidak dapat berubah, sudah ditulis dalam Lokhil Makful, selamat dan celaka
tergantung pada budhi dan ilmu yang nalar, yang hilang atau berkurang ikhtiarnya
akan berkurang keberuntungannya. Awal mula keblat sekawan (empat penjuru arah),
timur, barat, selatan dan utara. Artinya wetan (timur) awal manusia itu
berwujud, arti kulon (barat) bapak meniduri, kidul (selatan) artinya istri
didudul (ditusuk) bagian tengah perutnya, lor (utara) lahirnya sang bayi,
tanggal pertama Kapurnaman. Artinya Pur adalah sesuai, na artinya ada wujud, ma
artinya menghadap yang berwujud, jumbuh artinya lengkap, serba ada meliputi
alam sahir kabir, manusia lahir dari ibu, bersamaan dengan saudara kakak dan
adiknya, kakaknya adalah kawah, dan adiknya adalah ari-ari, saudara gaib yang
lahir bersamaan, menjaga hidupnya, penjilmaan dari cahaya, dan mengingatkan
semuanya, siang dan malam tidak kuatir pada semua keadaan, ingat akan semuanya,
setelah senja tanggalnya akan terlihat samar, sejak dahulu, sekarang dan besok,
inilah ilmu orang Jawa yang beragama Budha. Raga ini ibarat perahu, suksma
orang yang berada didalam perahu, yang menunjukkan arah, kalau perahu berjalan
salah arah pasti akan celakan, perahu pecah, orangnya tenggelam. Maka dari itu
harus mapan, mumpung perahu masih berjalan, kalau hidupnya saja tidak mapan
apalagi matinya. Kalau perahunya rusak akan terpisah dengan orangnya, artinya
suksma juga akan berpisah dengan Budhi, ini namanya Sahadat, berpisahnya kawula
dan Gusti, Sah artinya pisah, dat artinya Dzatnya Gusti, kalau sudah berpisah
antara suksma dan Budhi, budinya akan kembali ke Baituallah, kalau raga, suksma
dan budhi, menjelma menjadi yang tidak-tidak, kalau hanya satu,kebesaran,
tanggalannya tidak akan senja selamanya, harus waspada, ingat akan asal mula
kawula, kawula wajib dan berhak meminta pada Gusti Baitulallah yang baru
melebihi yang lama. Raga manusia itulah Baitullallah, yaitu perahu buatan
Allah, berasal dari sabda-Nya, kalau perahu orang Jawa dapat mapan di
Baitullallah memilih yang baik, perahu orang Islam rusak, kalau suksmanya mati,
di alam semesta kosong tidak ada manusia, kalau manusia hidup selamanya, dunia
ini akan penuh manusia, perjalanannya dari muda hingga tua, sampai roh lapisan,
meskipun suksma manusia, tetapi kalau tekadnya salah setelah mati akan menjelma
menjadi hewan, meskipun suksma hewan dapat menjelma menjadi manusia (Adilnya
Hyang Maha Kuasa orang itu akan menerima hasil perbuatannya), ketika Bathara
Wisnu menjadi Raja di Medhang Kasapta, semua hewan di hutan dan makhluk halus
dicipta menjadi manusia, menjadi pasukan Sang Raja. Ketika kakek anda Prabhu
Palasara membangun Keraton di Gajahoya, semua hewan dan makhluk halus juga
dicipta menjadi manusia, oleh sebab itu bau dari masing masing manusia berbeda
beda, baunya seperti ketika menjadi hewan. Serat Tapak Hyang yang dinamakan
Sastrajendrayuningrat, berasal dari sabda-Nya yang disebut jithok artinya puji
thok (hanya pujian). Dewa yang menciptakan cahaya diseluruh tubuh, artinya
lihatlah punggungmu sendiri, jiling artinya puji eling (ingat dan pujian) pada
Gusti, punuk artinya panakna (arahkan), pundhak artinya panduk (untuk), hidup
didunia berguru pada orang Kuldi akan mendapat buah yang banyak sehingga kaya
akan daging, kalau mendapat buah pengetahuan, dapat digunakan sebagai bekal
hidup, hidup abadi dan tidak dapat mati. Tepak artinya tepa-tepanira (terapkan
pada diri sendiri), walikan artinya kebalikan hidup, ula-ula artinya lihatlah
pada punggungmu, sungsum artinya sungsungen (dambaan), lambung artinya sewaktu
Dewa menyambung umur, alam manusia hanya sambungan, lupa dan ingat, hidup dan
mati, lempeng kanan kiri, artinya luruskan tekad lahir dan batin, tahu benar
dan salah, baik dan buruk. Mata artinya tingalana batin siji (lihatlah hanya
satu batin), keblatmu yang benar, hanya keblat satu yang benar yaitu utara,
tengen (kanan), perhatikan dengan jelas, orang hidup di dunia hanya sekedar
menjalani, tidak membuat atau membeli. Kiwa artinya raga iki isi hawa (tubuh
ini berisi udara), tidak berhak memberikan kematian. Beginilah isi serat
tersebut, Kalau paduka meragukan, siapa yang menciptakan raga ?, siapa yang
memberi nama ? hanya Latawalhujwa, kalau paduka belum percaya, paduka tetap
saja kafir, kematian paduka juga akan sia-sia, menjadi dhemit penjaga tanah,
kalau paduka tidak dapat membaca sastra dalam diri manusia, setelah kematian
paduka akan menjelma menjadi hewan, namun apabila dapat memnaca sastra
tersebut, dari manusia akan menjelma menjadi manusia, seperti disebut dalam
Serat Anbiya, Kanjeng Nabi Musa dahulu orang yang meninggal dalam kubur, lalu
bangun kembali, hidup dengan lapisan roh yang baru, kalau paduka merasuk agama
Islam, semua orang Jawa akan masuk Islam pula, kalau hamba semua telah aku
kuasai menjadi satu, termasuk antara bagian luar dan dalam, jadi sesuai
kehendak saya, kalau hendak menghilang akan menghilang begitu saja, kalau mau
berwujud akan kelihatan seketika. Ragaku ini sifat dari Dewata, badanku
memiliki nama masing-masing. Coba paduka tunjuk mana wujud Sabdopalon, telah
terhalang fajar, karena terangnya sampai tidak terlihat wujud Sabdopalon,
tinggal nama yang meliputi badan, tidak muda tidak tua, tidak hidup tidak mati,
hidup meliputi kematian, kematian meliputi kehidupan, abadi selamanya.
14.Sang
Prabhu bertanya “Dimana Pangeran Yang Sejati ?”, Sabdopalon menjawab “tidak
jauh maupun tidak dekat, paduka adalah bayangan dari suksma yang berwujud,
disebut sarira tunggal, budi ,hawa dan badan, ketiganya bekerja tak terpisah,
tetapi juga tidak berkumpul. Paduka adalah Raja termahsyur pasti tidak akan
salah menilai perkataan saya ini”
15.Sang
Prabhu berkata “Apa kamu tidak menurut pada agama ?” Sabdopalon menjawab
“Menurut pada agama lama, kalau dengan agama baru tidak, mengapa paduka
berganti agama tanpa bertanya saya, apakah paduka tidak mengerti akan nama saya
Sabdopalon ? Sabda artinya pamuwus (perkataan), Palon artinya pikukuh kandang
(bagian dari penghalang dalam kandang), Naya artinya penglihatan, Genggong
artinya abadi, jadi perkataan saya ini dapat menjadi tuntunan dan ramalan di
Tanah Jawa, abadi selamanya”.
16.Sang
Prabhu berkata “Bagaimana, aku sudah terlanjur masuk Islam, sudah disaksikan
Sahid, aku tidak dapat kembali ke Budhi, aku akan malu ditertawakan bumi dan
langit”. Sabdopalon berkata lagi”ya sudah itu keputusan paduka sendiri, hamba
tidak turut campur”.
17.Sunan
Kalijaga kemudian berkata kepada Sang Prabu yang intinya tidak perlu berpikir
yang macam-macam sebab agama Islam adalah agama mulia, serta berkata membuat
air dalam wadah, sebagai pertanda, bagaiman nanti baunya. Kalau air itu dapat
berbau wangi, itu pertanda kalau Sang Prabhu sudah mantap dengan agama Rasul,
tetapi kalau berbau busuk itu pertanda kalau Sang Prabhu masih memiliki pikiran
Budhi. Sunan Kalijaga segera membuat air, seketika itu air berbau wangi, Sunan
Kalijaga berkata pada Sang Prabhu bahwa itu sebuah tanda, kalau Sang Prabhu
sudah mantap memeluk agama Rasul, karena air telah berbau wangi.
18.Sabdopalon
berkata pada Sang Prabhu “Itu kesaktian apa ? kesaktian air kencing saya
kemarin sore dipamerkan padaku. Kalau saya musuh pada air kencing saya sendiri,
yang saya rebut ini ? Paduka telah terlanjur terperosok, akan menjadi Jawan,
suka ikut – ikutan tiada gunanya aku asuh, saya malu dengan bumi dan langit,
malu mengasuh orang bodoh, aku akan mencari asuhan yang bermata satu, tidak
suka pada paduka, kalau saya mau mengeluarkan kesaktian saya, air saya kentuti
saja akan berbau harum. Kalau tidak percaya, yang disebut dalam kepercayaan
Jawa, nama Manikmaya itu saya, membuat kawah diatas gunung Mahameru itu saya,
Adi Guru hanya merestui saja, saat itu tanah Jawa bergoyang, karena besarnya
api yang berada didalam tanah, gunung-gunung aku kentuti, puncaknya longsor,
apinya keluar kemudian kawah itu ada, isi air tawar, itu juga aku yang membuat,
semua itu atas kehendak Latawalhujwa, yang membuat bumi dan langit. Apa
kekurangan agama Budhi, orang dapat berbicara sendiri dengan Yang Maha Kuasa,
paduka telah terpesona agama Islam dan melupakan agama Budhi , keturunan paduka
akan apes, Jawa tinggal Jawan, Jawa hilang, senang ikut bangsa lain. kelak
tentu akan diperintah oleh orang Jawa yang paham segalanya”
19.Coba
paduka saksikan besok bulan ada tanpa tanggal, benih tidak tumbuh, ditolak oleh
Dewata, tanaman padi tidak berisi, hanya menjadi makanan burung, sebab
kesalahan paduka, suka menyembah batu. Paduka saksikan tanah Jawa udaranya akan
berubah, kemarau panjang sulit hujan, hasil pertanian berkurang, banyak orang
senang berbohong, sukan bertindak hina dan suka bersenang-senang, hujan salah
musim membuat bingung petani. Mulai saat ini hujan telah berkurang, sebagai
hukuman manusia yang telah ganti agama. Kelak kalau sudah bertobat, ingat pada
agama Budhi, dan manusia mau menikmati buah ilmu pengetahuan, Dewata akan
memberikan maaf, hujan akan kembali seperti jaman Budhi.
20.Setelah
Sang Prabhu mendengar perkataan Sabdopalon, dalam hati merasa kecewa memeluk
agama Islam, meninggalkan agama Budhi, sampai lama tidak berkata, kemudian
berkata bahwa dirinya masuk Islam karena terpengaruh oleh ucapan Putri Cempa,
yang mengatakan kalau orang Islam itu besok kalau mati akan mendapat sorga
lebih tinggi dari sorga orang kafir.
21.Sabdopalon
berkata bahwa sejak dahulu kalau laki-laki menurut pada perempuan pasti mendapat
kesengsaraan, karena perempuan itu sebagai wadah, tidak berhak memulai sebuah
keinginan, Sabdopalon banyak menyalahkan Sang Prabhu.
22.Sang
Prabhu berkata “Meskipun kau salahkan tidak ada gunanya, sebab semua sudah
terlanjur, kamu yang aku tanya, bagaimana keputusanmu ? kalau aku masuk agama
Islam, sudah disaksikan Si Sahid, sudah tidak akan kembali ke agama Budha”
23.Sabdopalon
berkata kalau dirinya akan berpisah dengan Sang Prabhu, ketika ditanya pergi
kemana, dia berkata tidak pergi, tetapi tidak berada disitu, hanya mengikuti
nama Semar, meliputi seluruh perwujudan yang ada, Sang Prabhu disuruh
menyaksikan kalau besok ada orang Jawa bernama tua, bersenjata pengetahuan,
itulah orang yang diasuh Sabdopalon, orang jawan akan diajari ilmu tentang benar
dan salah.
24.Sang
Prabhu akan memeluk Sabdopalon dan Nayagenggong, tetapi kedua abdi tersbut
telah musnah, Sang Prabhu terkejut dan menahan nafas, kemudian berkata pada
Sunan Kalijaga “Kelak Negara Blambangan ini berubahlah menjadi Negara
Banyuwangi, menjadi tanda Sabdopalon kembali ke Tanah Jawa membawa asuhannya.
Saat ini Sabdopalon masih berada di Tanah seberang” Sunan Kalijaga disuruh
memberikan tanda pada air sendang sudah tidak wangi, orang Jawa akan
meninggalkan Islam berganti agama Kawruh”
25.Sunan
Kalijaga segera membuat wadah air dari batang bambu, yang satu diisi air tawar,
yang lain diisi air sendang. Air sendang sebagai tanda, kalau air sudah tidak
wangi, orang Jawa berganti agama Kawruh. Setelah diisi air, kemudian ditutup
daun pandan, kemudian dibawa oleh dua abdinya.
Bagian X
Wasiat dan Wafatnya Sang Prabhu Brawijaya
Bagian X
Wasiat dan Wafatnya Sang Prabhu Brawijaya
1.Sang
Prabhu Brawijaya kemudian berjalan diikuti Sunan Kalijaga dan dua abdi, dalam
perjalanan mereka kemalaman dan menginap di Sumberwaru, pagi hari tempat air
dibuka airnya masih wangi, kemudian melanjutkan perjalanan, sore hari telah
sampai di Panarukan. Sang Prabhu menginap disana, pagi harinya air masih wangi,
Sang Prabhu kembali melanjutkan perjalanan.
2.Setelah
sore hari, mereka sampai Besuki, Sang Prabhu juga menginap disana, pagi hari,
airnya semakin wangi, Sang Prabhu melanjutkan perjalanan hingga sore hari
sampai di Prabalingga, disana menginap semalam, esok harinya air tawar masih
enak tetapi berbuih, buih itu berbau wangi tetapi tinggal sedikit sebab sering
diminum sepanjang perjalanan, sedangkan air sendang telah berbau amis kemudian
dibuang. Sang Prabhu berkata kepada Sunan Kalijaga “Prabalingga ini kelak
memiliki dua nama, Prabalingga dan Bangerwarih, disinilah kelak menjadi tempat
berkumpulnya orang yang menimba ilmu kepandaian dan kebatinan. Prabalingga
artinya Prabawane wong Jawa kalingan prabawana tangga (Kewibawaan orang Jawa
tertutup kewibawan tetangga)”. Sang Prabhu melanjutkan perjalanan setelah tujuh
hari sampai di Ngampelgadhing. Nyai Ngampelgadhing bergegas menyambut dan
menyembah sambil menangis dan berkeluh kesah.
3.Sang
Prabhu berkata “Sudah jangan menangis nak, terimalah semua ini telah menjadi
kehendak Yang Maha Kuasa. Aku dan engkau hanya sekedar menjalani, semuanya
telah ditulis di Lokhilmakful. Keberuntungan dan kesengsaraan tidak dapat
dihindari, tetapi kewajiban orang hidup harus mau menuntut ilmu”. Nyai Ageng
Ampel kemudian bercerita tentang perbuatan cucunya Prabhu Jimbun, seperti yang
telah disampaikan. Sang Prabhu kemudian menyuruh untuk memanggil Prabhu Jimbun.
Nyai Ampel kemudian mengutus seseorang untuk menyampaikan surat ke Demak.
Sesampai di Demak surat diserahkan kepada Sang Prabhu Jimbun, tidak lama
kemudian Sang Prabhu berangkat menuju Ampel.
4.Diceritakan
putra Raja di Majaphit yang bernama Raden Bondhankajawan di Tarub, mendengar
berita kalau Majapahit dilumpuhkan oleh Adipati Demak, dan Sang Prabu lolos
entah kemana perginya, merasa pikiran tidak tenang kemudian pergi ke Majapahit,
perjalanan Raden Bondhankajawan mencari tahu dimana keberadaan Sang Rama,
sesampai di Surabaya mendengar berita kalau Sang Prabhu telah berada di Ampel,
tetapi sakit, kemudia Raden Bondhakajawan datang berbhakti.
5.Sang
Prabhu bertanya”Siapa yang bersujud ini ?” Raden Bondhankajawan berkata kalau
dirinya yang sedang bersujud. Sang Prabhu kemudian memeluk Sang Putra, penyakit
Sang Prabhu semakin menjadi, merasa sudah hampir wafat, Sang Prabhu berkata
kepada Sunan Kalijaga sebagai berikut “Sahid, kemarilah, aku merasa ajalku
semakin mendekat, buatlah surat ke Pengging dan Pranaraga, nanti akan saya
tanda tangani, relakanlah rusaknya Majalengka, jangan rebutan tahtaku, semua
sudah menjadi suratan Hyang Maha Suci, jangan berperang lagi, nanti akan
memperkeruh suasana, kasihanilah hancurnya pasukan, datanglah ke Demak,
sepeninggalku, rukunlah, siapa yang mengawali perbuatan jahat aku mohonkan pada
Hyang Maha Kuasa, agar kalah perangnya”.
6.Sunan
Kalijaga kemudian menulis surat ,kemudian diserahkan Sang Prabhu untuk
ditandatangani, dikirimkan ke Pengging dan Pranaraga. Sang Prabhu kemudian
berkata “Sahid sepeninggalku, aku mohon kau asuh anak cucuku, aku titipkan anak
ini dan keturunannya, apabila beruntung kelak dia akan menurunkan pemimpin
tanah Jawa, dan pesan terakhirku, kelak kalau aku meninggal, kuburkan di Majapahit
sebelah Timur Laut Sagaran, dan pemakamanku aku namakan Sastrawulan, dan
mintakan pula yang ikut berbaring disana Putri Cempa, dan lagi, besok anak
cucuku jangan pernah mendapat bangsa lain, jangan mengangkat Senapati perang
dari bangsa lain”.
7.Sunan
Kalijaga setelah mendengar perkataan Sang Prabhu, kemudian berkata”Apakah Sang
Prabhu tidak mengijinkan kepada Prabhu Jimbun untuk memimpin di Tanah Jawa ?”
Sang Prabhu menjawab”Aku ijinkan tetapi hanya sampai tiga turunan” Sunan
Kalijaga ingin mengetahui arti dari tempat untuk pemakamannya kelak.
8.Sang
Prabhu berkata “Sastra artinya tulisan, wulan artinya dunia, tulisan dikuburku
hanya secepatan sinar bulan, kalau masih ada sinar bulan, kelak, orang Jawa
akan tahu kalau aku mati sudah memeluk agama Islam, maka yang saya perkenalkan
Putri Cempa, sebab aku telah di remehkan oleh Si Patah, serta sudah tidak
dianggap lelaki, sampai seperti ini dia menyiksaku, maka hanya aku ijinkan
sampai tiga turunan menjadi raja. Sebab si Patah itu tiga turunan, Jawa, Cina
dan Raksasa, maka berani memangsa diriku dan berbuat yang buruk, maka pesanku
anak cucuku jangan sampai mendapat orang lain bangsa, sebab dengan menikah
dengan bangsa lain akan melunturkan agama dan membuat hidup apes, maka aku
berpesan jangan mengangkat Senapati perang bukan dari satu bangsa, nanti akan
meremehkan atasannya, dalam peperangan, akan membabi buta, sudah sahid pesanku
ini tulislah”
9.Setelah
Sang Prabhu menyampaikan pesannya, segera melipat tangan, kemudian wafat,
jenasahnya dimakamkan di Astana Sastrawulan di Majapahit, sampai sekarang
masyarakat mengenal Putri Cempa yang dimakamkan disana, sedangkan yang
sebenarnya Putri Cempa meninggal di Tuban wilayah Karang Kumuning.
10.Setelah
tiga hari kematian Prabhu Brawijaya, diceritakan Sultan Bintara datang ke
Ampelgadhing dan bertemu Nyai Ageng. Nyai Ageng berkata “Alangkah sayangnya
Prabhu Jimbun tidak dapat melihat kematian Sang Ayah, jadi tidak bisa berbhakti
dan meminta ijin menjadi Raja serta meminta maaf semua kesalahannya” Prabhu
Jimbun berkata kepada Nyai Ageng semua ini sudah takdir, semua yang terlanjur
terjadi harus dijalani. Sultan Demak hanya tiga hari di Ampel kemudian pulang.
Bagian XI
Wejangan Ki Kalamwadi kepada Dharmagandhul
Bagian XI
Wejangan Ki Kalamwadi kepada Dharmagandhul
1.Diceritakan
Adipati Pengging dan Pranaraga yaitu Adipati Andayaningrat di Pengging dan
Bathara Katong di Pranaraga sudah mendengar berita kalau negara Majapahit telah
dilumpuhkan Adipati Demak, namun penyerangannya berpura-pura datang menghadap,
sedangkan Sang Prabhu dan Raden Gugur pergi entah kemana. Adipati Pengging dan
Pranaraga sangat bersedih, kemudian mengumpulkan pasukan untuk berperang ke
Demak, mengabdi kepada sang ayah merebut kembali kerajaannya. Pasukan telah
siap dengan persenjataan lengkap, tiba-tiba datang utusan Sang Prabhu
menyerahkan Surat, Adipati Pengging dan Pranaraga setelah menerima dan membaca
surat, surat tersebut segera disembah, sangat bersedih, hanya dapat
menggelengkan kepala, menggerutu, wajahnya tampak memerah bagaikan api, dan
terdengar suaranya, yang intinya mengutuk dirinya agar tidak lama hidup,
daripada memperpanjang rasa malunya. Kedua Adipati bersikukuh tidak akan pergi
ke Demak, karena gelapnya pikiran mereka sakit, tidak lama kemudian mereka
wafat, kematiannya karena di santet oleh Sunan Giri agar tidak mengacau di kemudian
hari. Maka cerita runtuhnya Majapahit hanya sangat singkat tidak sebanding
dengan besar dan luasnya wilayah, karena membuka aib Raja, anak memusuhi ayah,
kalau dirasakan memang sangat hina. Maka cerita runtuhnya Majapahit dibuat
cerita oleh para pujangga sebagai berikut :
1. Karena saktinya Para Wali, Keris Sunan Giri ketika dikeluarkan dari wadahnya mengeluarkan lebah dan menyengat rakyat Majapahit.
2. Sunan Cirebon pusarnya keluar beribu-ribu tikus dan memakan bekal serta pelengkapan kuda, rakyat Majapahit bubar melihat banyaknya tikus.
3. Peti dari Palembang ditengah peperangan dibuka dan mengeluarkan Dhemit, rakyat Majapahit bubar karena diteror oleh Dhemit.
4. Sang Prabu Brawijaya meninggal dangan cara bunuh diri.
1. Karena saktinya Para Wali, Keris Sunan Giri ketika dikeluarkan dari wadahnya mengeluarkan lebah dan menyengat rakyat Majapahit.
2. Sunan Cirebon pusarnya keluar beribu-ribu tikus dan memakan bekal serta pelengkapan kuda, rakyat Majapahit bubar melihat banyaknya tikus.
3. Peti dari Palembang ditengah peperangan dibuka dan mengeluarkan Dhemit, rakyat Majapahit bubar karena diteror oleh Dhemit.
4. Sang Prabu Brawijaya meninggal dangan cara bunuh diri.
2.Kemudian
Kyai Kalamwadi berkata kepada muridnya, Dharmagandhul seperti berikut, semua
itu hanya rekaan, sebenarnya runtuhnya Majapahit seperti yang telah saya
ceritakan didepan. Negara Majapahit bukanlah negara yang mudah rusak, tetapi
bisa rusak hanya karena di makan oleh tikus. Umumnya tawon itu bubar karena
dimakan manusia, hutan angker banyak dhemit, bubarnya dhemit juga karena hutan
dirusak manusia untuk ditanami. Siapa yang percaya kalau Majapahit runtuh
karena lebah, tikus dan dhemit, itu sebuah bukti kalau orang yang membuat cerita
sangat bodoh, sebab cerita semacam itu termasuk aneh dan tidak masuk akal,
tidak cocok lahir dan bathin, maka hanya sebagai cerita rekaan, apabila dibuat
cerita nyata akan membuka aib Majapahit, maka hanya dibuat rekaan yang tidak
masuk akal. Arti dari kiasan tersebut, tikus itu berwatak suka mengerogoti,
kalau dibiarkan kelamaan akan merajalela, artinya para ulama saat datang
meminta kehidupan, setelah diberikan memberikan balasan yang tidak baik. Tawon
itu membawa madu yang rasanya manis, senjatanya sengat yang berada di dubur,
tempat hidupnya di tala atau gawok, artinya datang dengan ucapan yang manis
kemudian merusak dari belakang, tala artinya mentala (tega), maksudnya tega
merusak Majapahit.
3.Sedangkan
Dhemit dimasukkan pada peti dari Palembang, ketika dibuka bersuara jumeglug
(menggelegar), artinya Palembang itu mlembang (melompat), maksudnya ganti
agama, peti artinya tempat yang rapat sebagai wadah barang yang samar, dhemit
artinya samar, dan juga tukang teror. Maksudnya demikian runtuhnya Majapahit
karena diteror secara tersembunyi dan samar, disaat akan menyerang tidak ada
perkataan apa-apa, hanya serangan mendadak, maka rakyat Majapahit tidak siap
senjata, tiba-tiba Adipati Terung telah membantu Adipati Demak.
4.Secara
sejarah tidak ada Negara sebesar Majapahit runtuh hanya karena disengat lebah
dan di makan tikus, ataupun rakyat se negara bubar karena disantet dhemit.
Runtuhnya Majapahit bersuara menggelegar, terdengar sampai diseluruh negara,
runtuhnya Majapahit karena diserang oleh Wali Wolu (Delapan Wali) yang
dimuliakan orang Jawa, sedangkan wali ke sembilan adalah Adipati Demak,mereka
semua telah menentang balik.
5.Ki
Kalamwadi berkata lagi, Guruku Raden Budi Sukardi, sebelum Majapahit runtuh,
tidak ada burung kuntul yang memiliki jambul, setelah negara ini pindah ke
Demak, keadaan di dunia berubah, burung kuntul memiliki jambul.
6.Prabu
Brawijaya diibaratkan “kêbo kombang atine êntek dimangsa tuma kinjir” (Kerbau
kumbang yang hatinya habis karena dimakan kutu celeng), kebo artinya Raja kaya,
Kombang artinya diam tetapi bersuara gaduh, maksudnya Prabhu Brawijaya sakit
hati ketika Majapahit diserang, hanya diam dan bergerutu tidak mau melawannya,
tuma kinjir (kutu celeng) tuma artinya tuman (terbiasa), maksudnya Raden Patah
ketika datang ke Majapahit dan menyembah, lalu memohon pangkat artinya mendapat
hati atau perhatian oleh Sang Prabhu, akhirnya menyerang negara, tidak
menimbang benar dan salah, sampai menghabiskan dan menyakiti hati Sang Prabhu.
7.Sedangkan
Kuntul berjambul mengibaratkan Sultan Demak, yang menghina Sang Rama karena
beragama Budha dan kafir, makan Gusti Allah memberikan perumpamaan “Githok
Kuntul Kinuciran” (Punggung Kuntul berjambul), artinya lihatlah punggungmu
sendiri, ibumu Putri Cina, tidak boleh menghina orang dari bangsa lain, Sang
Prabhu Jimbun itu tiga benih, Jawa Sang Prabhu Brawijaya, maka Sang Prabhu
memiliki niat menjadi Raja, menginginkan cepat kaya, sebab tertarik oleh
ibunya, sedangkan berwatak berani tanpa perhitungan, itu benih dari Sang Arya
Damar, sebab Arya Damar ibunya Putri Raksasa yang suka meminum darah, suka
menyiksa, maka ada kuntuk yang berjambul itu kehendak Allah, tidak hanya untuk
Sunan Demak saja yang disuruh untuk mengakui kesalahannya, tetapi juga para
wali, apabila tidak mau mengakui kesalahannya, berdosa lahir dan bathin, maka
dinamakan Wali diartikan Walikan (kebalikan), diberi kebajikan membalas
kejahatan.
8.Sedangkan
kedatangan bangsa Cina ke Jawa diceritakan sebagai berikut, katanya pada zaman
kuno, ketika santri Jawa belum memiliki pengetahuan, setelah mati, suksmanya
terbawa angin dan tumbuh di Cina, maka sekarang kembali pulang ke Tanah Jawa,
jadi suksma bangsa Cina itu juga berasal dari Jawa.
9.Dharmagandhul
berkata “Kyai apa yang dimaksud dengan agama Srani ?” Kyai Kalamwadi menjelaskan
“Yang dimaksud agama Srani itu maksudnya dengan sarana berbhakti, berbhakti
dengan pangeran dengan sungguh – sungguh, tidak menyembah berhala, hanya
menyembah Allah, maka menyebut Gusti Kanjeng Nabi Isa itu Putra Allah sebab
Allah yang menciptakannya, demikian yang dikatakan dalam Kitab Anbiya”
10.Kyai
Kalamwadi melanjutkan ceritanya. Sultan Demak pandai dalam hal gaib, merasa
kena marah dari Yang Maha Kuasa, maka mengakui semua kesalahannya, lalu
berzaiarah ke makam Sang Rama, setelah tiga hari ditengah kuburan tumbuh pohon
berwarna empat macam, pertama berwarna kemerahan daun dan bunganya, kedua daun
dan bunga berwarna biasa, ketiga pohon dengan daun lebat bagaikan payung,
keempat pohon dengan daun lembut tetapi berduri, dan saat itu dimakam Sang Prabhu
terdengar suara “Habis sudah cinta kasihku pada anak, yang telah enak makan dan
nyenyak tidur, ada gajah digertak kucing, meskipun secara lahir telah mati,
tetapi ingatlah kalau telah ada agama Kawruh, semua akan aku balas, akan aku
ajari ilmu tentang nalar, benar dan salah, peraturnnya sama seperti dahulu,
makan babi ketika zaman Majapahit”
11.Setelah
Sutan Demak mendengar suara tersebut, dalam hati merasa menyesal apa yang telah
dilakukan, sampai beberapa saat terdiam, merasa bersalah telah menuruti perkataan
semua sunan, sampai berani memusuhi Sang Rama dan merusak Majapahit. Sejak saat
itu ditanah kuburan ada empat jenis tanaman, yaitu Tlasih, Semboja, Turugajah
dan Getakkucing. Sampai sekarang pohon Semboja tumbuh di kuburan, bunga Tlasih
untuk mengirim leluhur, daun Getakkucing bila tersenggol kemudian bergerak dan
menutup seperti daun Getakkucing.
12.Setelah
itu, Sultan Demak pulang, sepulang dari makam Sang Rama, dalam hati merasa
sedih dan menyadari semua kesalahannya. Sunan Kalijaga juga pandai dalam hal
gaib,diibaratkan seperti Yang Maha Kuasa, maka juga merasa sedih dan menyadari
semua kesalahannya,kemudian berpakaian serba hitam, berbeda dengan wali yang
lain yang berpakaian serba putih. Mereka tidak menyadari akan kesalahannya,
hanya Sunan Kalijaga sendiri yang merasakan murka Yang Maha Kuasa, kemudian
bertobat, dan akhirnya mendapat pengampunan dari Allah, digambarkan dengan
orong-orong yang dari leher sampai punggung diselipi serpihan kayu jati,
maksudnya sebenarnya mencari ilmu itu tidak usah berguru kepada orang Arab,
ilmu Gusti Allah telah ada dipunggungmu sendiri, hanya berupa puji, tetapi
bukan pujian terhadap ilmu, yang memberikan ilmu hidup yang sejati, hidup
menjadi bayangan Dzat pangeran, manusia tidak berdaya, hanya sekedar menjalankan,
budi yang menggerakkan, sabda keluar dari keinginan, keinginan keluar dari
budi, budi itu Dzat Yang Maha Agung, Agung itu telah tersedia, tidak kurang,
tak ditambahi, tak berlebihan dan tak kekurangan tempat.
13.Kyai
Kalamwadi melanjutkan ceritanya “Kata guruku Raden Budi Sukardi demikian,
pujian yang diterima Allah itu Sindhenan Dharudhembel. Kata Dhar itu artinya
wudar (terlepas), ru artinya ruwet dan rumit, sedangkan dhembel artinya menjadi
satu, kalau sudah menemukan titik temu ntara sarat, sariat, tarekat, hakekat
dan marifat, itu telah memuji tanpa berucap, sarak itu syarat menjalani hidup,
menolak dan menerima iktiar dan mempelajari sariat, pemilih ilmu kasar dan
halus, tarekat itu menimbang dan membandingkan yang benar dan salah, hakekat
itu wujud, wujud dari kehendak Allah, yang menggerakkan budi, mengetahui satu
persatu. Kalau engkau telah mengetahui arti Dharudhembel, pasti sudah puas
terhadap pengetahuanmu sendiri. Makan buah dari ilmu dan budi, sembahnya
bagaikan besi yang diangkat dari pembakaran, hilang warna merah hanya berwarna
satu saja, yang memuji dan yang dipuji telah menjadi satu, dhembel berwujud
satu. Kalau engkau telah memahami apa yang saya sampaikan itu namanya Munajad.
Umpama orang menembak burung, kalau tidak tahu dimana burung berada mana
mungkin kena, kalau ilmu orang pandai tidak sulit kalau dilihat, keluarnya dari
otak”.
14.Dharmagandhul
berkata, agar dijelaskan tentang tempat Nabi Adam dan Babu Kawa yang dihukum
oleh Pangeran, sebab dari tempat makan buah kayu Kawruh yang ditanam ditengah
taman Pirdaus. Ada lagi yang menyebutkan, yang dimakan Nabi Adam dan Kawa itu
buah Kuldi yang ditanam di sorga. Maka meminta penjelasan, kalau di kitab Jawa
bagaimana ceritanya, mengapa yang menyebutkan hanya kitab Arab dan kitab orang
Srani.
15.Kyai
Kalamwadi menjelaskan, kalau dikitab Jawa tidak menyebutkan demikian, namun
sejarah Jawa juga ada yang menyebutkan keturunan Adam, yaitu Kitab Manik Maya.
Kyai Kalamwadi menceritakan “Setelah buku pedoman Agama Budha dibakar, sebab
menyesatkan agama Rasul, meskipun buku-buku yang disimpan , juga diambil dan
dibakar, setelah Majapahit dilumpuhkan, siapa yang belum masuk Islam disiksa,
maka orang-orang disana takut akan perintah Raja. Sedangkan orang-orang yang
telah masuk Islam diberikan pangkat, tanah dan tidak terbebani pajak, maka
orang – orang Majapahit masuk Islam karena menginginkan hadiah. Saat itu Sunan
Kalijaga memiliki pemikiran, cerita leluhur jangan sampai terputus, kemudian
menciptakan wayang, untuk mengganti kitab-kitab yang telah dibakar. Ratu
Mataram juga membangun cerita sejarah leluhur Jawa, Buku yang masih disimpan
diambil semua, tetapi banyak yang rusak, Sang Raja Mataram bertanya kepada
pasukan, tetapi sudah tidak menemukannya, dari mulai Keraton Gilingwesi sampai
Mataram sudah tidak diketahui ceritanya, buku-buku asli dari Demak dan Pajang
diperiksa tetapi, menemukan tulisan Arab dan Taju Salatina juga Surya Alam yang
menjadi pedoman, maka Sang Prabhu di Mataram bingung dengan niatnya membuat
babad Carita Tanah Jawa. Sang Prabhu memerintahkan kepada pujangga untuk
membuat Surat Babad Tanah Jawa, tetapi karena yang membuat tidak hanya satu
orang, maka hasilnya tidak sama, yang dijadikan patokan Serat Lokapala, yang
ceritanya seperti berikut”
16.Cucu
Nabi Adam putra Nabi Sis, bernama Sayid Anwar, Sayid Anwar dimarahi oleh Sang
Rama dan Kakeknya, karena berani makan buah kayu Budi yang ditanam di sorga.
Keinginannya agar kekuasaannya dapat seperti kekuasaan Pangeran, tidak terima
kalau hanya makan buah Kawruh dan buah Kuldi saja, tetapi buah Budi juga
dimintanya. Sayid Anwar mulai menggunakan kemauannya sendiri, tidak mau memakai
agama ayah dan kakeknya, jadi menolak agama leluhurnya, meski demikian juga
mengakui sebagai keturunan Adam dan Sis, pendapat Sayid Anwar ada karena
dirinya sendiri, hanya lantaran Adam dan Sis, tetapi dirinya ada karena Budi
hawa Pangeran. Alasan mempunyai pendapat demikian karena beberapa alasan,
Awalnya kosong, maka akan kembali kosong, kembali ke asal mulanya. Karena
menuruti kehendaknya sendiri, Sayid Anwar pergi mengikuti kata hatinya menuju
ke Timur dan sampai di Tanah Dewani, disana bertemu dengan Raja Jin bernama
Prabhu Nuradi, Sayid Anwar ditanya dan menjelaskan semua kejadian yang menimpa
dirinya. Akhirnya Sayid Anwar dijadikan menantu dan diberikan kerajaan, sebagai
Raja dari para Jin dengan julukan Prabhu Nurcahya, sejak bertahtanya Prabhu
Nurcahya, nama negaranya diubah menjadi Jawa. Sang Prabhu terkenal karena
menguasai ilmu kasar dan halus. Setelah itu Sang Prabhu membuat sastra yang
hany berjumlah dua puluh satu aksara, semua perkataan orang Jawa dapat
diucapkan, dan dinamakan Sastra Endra Prawata. Kata Jawa diartikan nguja hawa
(mengumbar hawa), keinginan Sang Prabhu agar keturunannya dapat menjadi Raja di
Tanah Jawa. Sang Prabhu berputra satu orang bernama Sang Hyang Nurrasa, dan
menikah dengan Putri Jin dan berputra satu orang yaitu Sang Hyang Wenang. Sang
Hyang Wenang juga menikah dengan Putri Jin dan juga hanya berputra satu yaitu
Sang Hyang Tunggal, Sang Hyang Tunggal menikah dengan putri Jin berputra Sang
Hyang Guru, semua merupakan keturunan Sang Hyang Nurcahya, yang sama – sama
memakan buah kayu Budi. Sang Hyang Guru merasa kalau kekuasaannya sama dengan
Gusti Allah, kemudian membangun kerajaan di puncak Mahameru, serta mengakui
kalau semua yang ada berawal dari adanya Budi dan hawa nafsu. Dewa telah
menciptakan sifat roh, agamanya Budha budi, mengakui Gusti Allah, keinginan
semacam itu diijinkan oleh Yang Maha Kuasa, serta direstui mengimbangi ciptaan
Yang Maha Kuasa. Dewa itu bermakna dua macam, yaitu Budi Hawa, dan Wadi Dawa,
maka beragama Budha. Disebut Dewi artinya kemaluan wanita dapat mengeluarkan
kepala bayi.
17.Dharmagandhul
diperintahkan untuk menimbang mana yang benar, makan buah pohon kawruh atau
pohon Budi, atau buah kuldi. Pendapat Dharmagandhul semuanya benar, tergantung
mana yang disenangi, diyakini salah satu jangan sampai salah. Kalau yang
dimakan buah Kayu Budi, beragama Budha Budi, menyebut nama Dewa, kalau makan
buah Kawruh, beragama Srani menyebut nama Kanjeng Nabi Isa, kalau yang dimakan
buah kuldi, beragama Islam, menyebut nama Kanjeng Nabi Rasul, sedangkan yang
suka Daun Budi, menyembah Pikkong, serta menjalankan ajaran Sisingbing dan
Sicim, salah satu jangan sampai salah. Kalau bisa buah dari ketiga pohon
tersebut dimakan semua, kalau orang tidak makan salah satu dari buah tersebut
manjadi orang bodoh, hidupnya bagaikan batu, tidak memiliki keinginan dan tidak
mengerti akan baik dan buruk. Namun alangkah baiknya, orang itu mengikuti
alamnya sendiri saja, jadi hidupnya tidak sia-sia, kalau Kafilah makan buah
Budi, ikut makan buah Budi, kalau Kafilah makan buah Kawruh, juga ikut makan
buah Kawruh, kalau kafilah makan buah Kuldi, juga ikut makan buah Kuldi.
Sedangkan tentang benar dan salahnya menjadi tanggungan Kafilah, sebab manjadi
panutan banyak orang, harus benar, sebab menjadi panutan ibarat tanaman adalah
batang pohonnya. Kalau orang tidak mau mengikuti kepada yang benar untuk
diikuti, bagaikan ikan yang keluar dari air. Seumpama buah tidak mau menempel
di pohon, pasti akan berserakan tanpa arah. Oleh sebab itu orang harus ingat
pada agama yang menurunkannya, sebab apabila ada kesalahan Gusti Allah pasti
memaafkannya. Dharmagandhul meminta penjelasan tentang perbedaan agama Rasul
dengan agama lainnya.
18.Kyai
Kalamwadi segera menerangkan perbedaannya, kalau perintah Yang Maha Kuasa,
manusia diperintahkan untuk memuja agamanya, tetapi kemudian banyak yang salah,
memuja barang yang terlihat, seperti keris, tumbak atau barang lainnya. Seperti
itu akan merusak agamanya , sebab akan menyembah sesuatu yang terlihat oleh
mata dan lupa terhadap Pangeran, sebab hanya terbayang apa yang dilihatnya.
Orang hidup harus memiliki pegangan yaitu agama, sebab kalau tidak beragama
pasti berdosa, hanya saja dosa tersebut ada yang banyak dan sedikit. Sedangkan
yang dapat menghilangkan dosa tersebut hanya air suci, yaitu tekad suci lahir
bathin. Yang disebut air tekad suci itu yang jernih, sebagai pemandian manusia,
dapat membersihkan secara lahir dan bathinnya. Kalau orang yang memiliki kelebihan
tidak mengharap masuk sorga, yang diinginkan dapat menikmati kemuliaan melebihi
yang lain, jangan sampai sengsara, mempunyai nama baik yang disebut yang utama,
bisa nikmat badan dan hatinya, mulia seperti asalnya, ketika masih dialam
samar, tidak memiliki susah dan prihatin. Pintu sorga perlu dibersihkan dirawat
dengan tekad mulia, agar tidak mengganggu di dunia, dapat selamat lahir bathin.
Yang dimaksud pintu sorga dan neraka adalah dasar untuk menuju keselamatan atau
celaka. Kalau baik akan menerima keselamatan, yang buruk akan menerima celaka,
maka ucapan yang tidak baik akan mendapat hukuman, dan ucapan yang baik
mendapat anugerah.
19.Dharmagandhul
berkata lagi meminta penjelasan mengapa manusia di dunia ini ada laki laki dan
perempuan, dan menjadi beraneka warna, ada Jawa, Arab, Belanda dan Cina. Dan
sastra juga berbeda, bagaimana awal mulanya dan artinya, serta jumlah aksara
juga berbeda, mengapa tidak memakai satu aksara yang sama.
20.Kyai
Kalamwadi menjelaskan, semua itu telah menjadi kehendak Yang Maha Kuasa, maka
aksara dibuat berbeda, agar umatnya dapat makan buah Budi, buah Kawruh, sebab
manusia diberikan ingatan, dapat memetik buah Kawruh atau buah Budhi
semampunya. Gusti Allah juga membuat sastra, tetapi sastranya meliputi bagian
dalam, dan mengikuti wujud, yang disebut Sastra Kehidupan, manusia tidak dapat
menggapai, meskipun Nabi dan Auliya hanya mampu menggapai semampunya. Buah
Kawruh dan buah Budhi ditandai dengan sifat wujud, ditulis dikertas menggunakan
tinta agar dapat dilihat orang, maka disebut Dalwang yang artinya metu wangune
(keluar bentuknya), mangsi artinya mangsit, jadi kalau dalwang diberi mangsi
(tinta) pasti akan keluar wujudnya, mangsit makan ilmu, maka disebut kalam,
sebab ilmunya membawa alam. Sastra berwarna-warna ini pemberian Yang Maha
Kuasa, itu wajib dimakan, agar kaya pengetahuan dan ingatan, hanya orang yang
tidak tahu akan sastra pemberian Gusti Allah, pasti tidak akan tahu tentang
wahyu. Auliya Gong Cu Sombong dengan meniru tulisan Gusti Allah, tetapi tidak
dapat membuatnya, sastra tidak lengkap, menjadi sumbang, para Auliya pembuatan
sastra dibatasi jumlahnya, hanya aksara Cina yang banyak jumlahnya, tetapi
bunyinya sumbang, sebab Auliya yang membuat tergesa gesa makan buah Kawruh,
padahal harus makan Buah Budi. Auliya tadi lupa kalau dirinya juga manusia,
tetapi memaksakan memakai kekuasaan Yang Maha Kuasa, menggapai apa yang bukan
kewajibanya, tergesa gesa tanpa perhitungan, membuat sastra yang jumlahnya
tanpa perhitungan, bernama sastra daun. Daun pohon Budi dan Kawruh dipetik
sedikit demi sedikit, dikumpulkan, kemudian dibuat sastra maka aksaranya sampai
ribuan. Auliya Cina mendapat peringatan, sebab akan membuat aksara seperti
buatan Gusti Allah, Auliya Jawa makan buah kayu Budhi sampai kenyang, maka
membuat aksara dengan jumlah yang dibatasi, Auliya Arab makan buah Kuldi sangat
banyak, pembuatan aksara juga dibatasi jumlahnya. Tetapi sastra buatan Gusti
Allah berasal dari sabda, berwujud dengan sendirinya, maka bunyinya jelas,
sastra tidak ada yang sama.
21.Dharmagandhul
diperintahkan untuk menimbang, dari sastra buatan para Auliya tadi, mana yang
memberikan pertandha luhur dan nistanya Budi. Dari pendapat Dharmagandhul,
semua juga benar, tetapi apabila keluar dari Budhi. Sedangkan yang membuat
aksara sedikit, tetapi telah mencukupi merupakan pertanda kalau lebih pandai
daripada yang lain.
22.Kyai
Kalamwadi berkata “Kalau manusia ingin mengetahui sastra Gusti Allah, tulisan
tadi tidak dapat dilihat dengan mata lahir, tetapi dapat dilihat dengan mata
bathin. Kalau demikian dapat terlihat, Gusti Allah hanya satu, tetapi Dzatnya
meresapi segala bentuk, kalau memandang memakai hati yang jernih tidak
bercampur dengan pikiran yang bermacam-macam, serta dengan cermat dalam melihat
agar tidak salah dengan kenyataan”
23.Kyai
Kalamwadi diduduk dihadap oleh istrinya bernama Endang Prejiwati. Dharmagandhul
dan para Cantrik (abdi), juga sedang berada disana. Kyai Kalamwadi memberikan
pelajaran kepada istrinya, menjalani kewajiban seorang suami memberikan petuah
kepada istrinya. Sedangkan yang diajarkan mengenai ilmu kehidupan dan ilmu yang
berguna untuk jalan menuju kematian, dalam hidup berumah tangga, wanita
diibaratkan rumah, meskipun semua telah bersih, tetapi setiap hari harus
dibersihkan dan dirawat. Dari perkataan Kyai Kalamwadi, orang itu kalau ditanya
sebenarnya raga telah dapat menjawab, sebab disana telah ada Gusti Allah yang
memberikan penjelasan, tetapi tidak terucap, hanya memberikan isyarat yang
ditulis diseluruh badan.
24.Kyai
Kalamwadi berkata”Karena aku hanya orang bodoh, aku tidak akan memberikan
penjelasan yang bagus, aku hanya akan bertanya pada ragamu, karena dalam ragamu
telah dapat menjawabnya”. Kemudian Kyai Kalamwadi menyampaikan sebagai berikut.
tanganmu yang kiri (kiwa) telah memiliki arti sendiri dan memberikan pelajaran
yang baik, menunjukkan bahwa ragamu itu berwujud kiwa, hanya hawa yang
terlihat. Kata ki artinya ini, wa artinya wewadah (tempat), ragamu diibaratkan
perahu, perahu itu diibaratkan wong wadon (orang wanita), wong artinya
ngelowong (kosong), wadon artinya hanya menjadi wadah, dan isinya hanya tiga
bab yaitu “Kar-ri-cis”. Kalau perahu itu telah ada tiga bab tersebut, wanita
telah tercukupi kebutuhannya, tidak akan sakit hati. Penjelasan “Kar-ri-cis”
sebagai berikut :
1. Kar, artinya dakar, kalau seorang suami telah dapat memenuhi kewajiban seorang suami, pasti seorang istri akan puas, dan akhirnya mendapat keselamatan dalam rumah tangganya.
2. Ri artinya pari (padi), sebagai makanan, apabila seorang suami telah dapat mencukupi kebutuhan makanan, pasti seorang istri akan tenteram dan tidak kecewa.
3. Cis artinya picis (uang) atau uang,maksudnya apabila seorang suami telah dapat memberikan uang yang cukup seorang istri akan tenteram hidupnya.
1. Kar, artinya dakar, kalau seorang suami telah dapat memenuhi kewajiban seorang suami, pasti seorang istri akan puas, dan akhirnya mendapat keselamatan dalam rumah tangganya.
2. Ri artinya pari (padi), sebagai makanan, apabila seorang suami telah dapat mencukupi kebutuhan makanan, pasti seorang istri akan tenteram dan tidak kecewa.
3. Cis artinya picis (uang) atau uang,maksudnya apabila seorang suami telah dapat memberikan uang yang cukup seorang istri akan tenteram hidupnya.
25.Namun
sebaliknya apabila seorang suami tidak dapat memberika tiga hal tersebut,
seorang istri akan sakit hati. Tangan tengen (Kanan) artinya etungen panggawemu
(hitunglah pekerjaanmu), setiap hari sangguplah menjadi pembantu suami, seorang
istri sudah berkewajiban membantu suami dalam mencari nafkah. Bahu artinya
kanthi (bersama), maksudnya seorang istri menjadi pendamping suami dalam
melakukan setiap pekerjaan.
26.Sikut
artinya singkuren sakehing panggawe kang luput (hindarilah perbuatan yang
keliru), ugel-ugel (sendi) artinya meskipun bertengkar, kalau masih saling
mencintai tidak akan pernah berpisah. Epek-epek (telapak tangan) artinya ngepek
jenenge kang lanang (ikut nama suami), sebab seorang wanita yang telah menikah,
akan ikut memakai nama suami. Itulah yang disebut Warangka Manjing Curiga
(wadah yang menjadi satu dengan kerisnya), warangka adalah istri, curiga adalah
nama suami, Rajah di telapak tangan, seorang istri menganggap suami sebagai
guru bagaikan dengan Rajanya.
27.Driji
(jari) artinya pagar, maksudnya pagarilah dirimu dengan pagar kewibawaan,
seorang wanita harus memiliki jiwa yang utama, sedangkan masing-masing jari itu
memiliki arti. Jempol artinya empol (bagian dari batang kelapa bagian pucuk),
apabila wanita diinginkan oleh suami, itu selalu ramah bagaikan empol kelapa.
Panuduh (telunjuk), seorang wanita hendaknya mengikuti petunjuk suami,
panunggul (jari tengah) artinya seorang istri hendaknya mengunggulkan suami
agar mendapat manfaat yang baik. Driji manis (jari manis) seorang istri harus
memiliki raut muka yang manis dan ceria, bicaranya harus jujur dan manis.
Jenthik (kelingking) artinya kekuasaan istri hanya seperlima suami, maka wajib
setya kepada suaminya.
28.Kuku
têgêse ênggone rumêksa marang wadi, paribasane aja nganti kêndho tapihe.
Mungguh pikikuhe wong jêjodhowan iku, wanita kudu sêtya marang lakine sarta
nglakoni patang prakara, iya iku: pawon, paturon, pangrêksa, apa dene kudu
nyingkiri padudon. Wong jêjodhowan yen wis nêtêpi kaya piwulang iki, mêsthi
bisa slamêt sarta akeh têntrême.
Kuku artinya menjaga kerahasiaan, ibaratnya jangan sampai kendor kain jariknya (tapih). Maka yang menjadi pedoman orang berumah tangga, istri harus setia dengan suami dan menjalankan empat bab yaitu pawon (dapur/memasak), paturon (tempat tidur/menemani tidur), pangreksa (menjaga), dan menghidari padudon (pertengkaran), orang berumah tangga kalau sudah menjalankan ajaran ini pasti akan selamat dan tenteram.
Kuku artinya menjaga kerahasiaan, ibaratnya jangan sampai kendor kain jariknya (tapih). Maka yang menjadi pedoman orang berumah tangga, istri harus setia dengan suami dan menjalankan empat bab yaitu pawon (dapur/memasak), paturon (tempat tidur/menemani tidur), pangreksa (menjaga), dan menghidari padudon (pertengkaran), orang berumah tangga kalau sudah menjalankan ajaran ini pasti akan selamat dan tenteram.
29.Kyai
Kalamwadi melanjutkan pembicaraannya, yang disampaikan mengenai pedoman orang
dalam berumah tangga. Dari pembicaraan Kyai Kalamwadi, orang berumah tangga
harus memiliki hati yang waspada, jangan sampai berbuat yang salah. Sedangkan
yang menjadi pedoman seorang lelaki berumah tangga, bukan wajah maupun harta,
hanya hati yang kuat, orang berumah tangga kalau mudah akan lebih mudah tetapi kalau
sulit akan sangat sulit, orang berumah tangga, kalau sudah berpisah sulit untuk
berkumpul lagi, tidak dapat dibeli dengan uang dan harta. Wanita harus selalu
ingat kalau sudah menjadi istri, jangan sampai lupa, kesalahannya akan
merajalela, sebab kalau wanita sudah ingkar juga akan menghilangkan pangerannya
orang berumah tangga, sedangkan yang dinamakan ingkar bukan hanya selingkuh,
tetapi segala bentuk yang tidak jujur dinamakan ingkar, maka seorang wanita
harus jujur lahir dan bathin, karena kalau tidak melakukan hal tersebut akan
berdosa akan dua hal, pertama berdosa dengan suami, yang kedua berdosa dengan
Gusti Allah, kalau sudah demikan tidak akan pernah mendapatkan kehidupan yang
enak. Maka hati harus selalu ingat, sebab semua tindakan itu mengikuti kemauan
hati, sebab itu yang menjadi Raja dari badan. Orang berumah tangga diibaratkan
perahu yang besar, jalannya mengikuti setang kemudi dan nahkoda, meskipun
kemudinya benar, tetapi nahkodanya salah, jalannya pun juga tidak turut. Suami
ibarat kemudi, istri ibarat nahkoda, meskipun baik dalam mengemudi, tetapi
nahkoda tidak benar jalannya perahu juga tidak baik, serta tidak akan sampai
pada tujuan, maka harus seiya sekata maksudnya orang berumahtangga harus sama
tujuan, harus hidup rukun, kerukunan akan membawa ketentraman dan
kesejahteraan, bukan hanya orang yang berumah tangga dengan rukun saja yang
menerima ketentraman, tetapi juga tetangga sekelilingnya, oleh sebab itu orang
rukun itu sangat baik.
30.Kamu
aku beritahu, jalan mencapai kemuliaan itu ada empat 1) Mulia dari nama,
2)Mulia dari harta, 3) Mulia karena banyak ilmu, 4) Mulia dari kepandaian. Yang
dimaksud mulia dari nama, orang dapat mendapat keberuntungan yang besar, tetapi
keberuntungan tersebut bukan hanya untuk diri sendiri, tetapi juga berbagi
dengan orang lain. sedangkan yang mulia karena harta, mulia karena banyak ilmu
dan mulia karena kepintaran, dimanapun berada akan mendapat kehormatan. Begitu
pula jalan untuk sengsar juga ada empat 1) Rusaknya hati, orang kalau
pikirannya rusak, maka raga juga akan rusak, 2)Rusaknya Raga, karena sakit 3)
Rusaknya nama, yaitu orang yang miskin, 4) Rusaknya budi, yaitu orang bodoh,
bernalar sempit, orang bodoh umumnya mudah marah.
31.Yang
dinamakan orang mendapat anugerah Gusti Allah, orang yang segar bugar, sehat
dan tercukupi, dan juga tenteram hatinya. Orang hidup yang ingin menjadi orang
terhormat, berusahalah memiliki nama baik, dan menjadi teladan bagi orang yang
ditinggalnya kelak.
32.Ki
Dharmagandhul meminta dijelaskan mengenai orang di jaman kuno dan orang jaman
sekarang, sebenarnya lebih pandai yang mana, sebab banyak pendapat mengenai hal
ini. Kyai Kalamwadi berkata”Orang jaman kuno dan jaman sekarang itu sama-sama
pandai, hanya bagi orang kuno belum dapat menggunakan kepandaiannya, maka sering
disebut tidak pandai, sedangkan orang jaman sekarang itu dikatakan pandai sebab
dapat menggunakan kepandaiannya. Orang jaman kuno sebenarnya juga telah
memiliki banyak kepandaian, yang dapat menggunakan orang jaman sekarang.
Misalnya tidak ada kepandaian orang jaman kuno, pasti juga tidak ada teladan
bagi orang jaman sekarang, sebab keadaan sekarang juga banyak berkaca pada
keadaan jaman kuno. Orang jaman sekarang, merubah keadaan yang sudah ada yang
salah kemudian dibenarkan, orang jaman sekarang tidak dapat membuat sastra,
kalau manusia itu merasa pandai, itu tidak menyadari menjadi umat Tuhan,
padahal kehidupan manusia hanya sekedar menjalani saja, hanya memakai raga,
sedangkan tindak tanduknya telah ada yang mengatur. Kalau kamu pingin mengerti
orang pandai yang sebenarnya, semua ada pada wanita yang menumbuk padi setiap
hari, tampah diisi padi, kemudia diputar, gabah yang ada berpisah, berupa
beras, menir (beras pecah), kemudian tinggal mengambil saja. Maksudnya beras
yang akan dimasak harus dibersihkan terlebih dahulu, menurut keinginan yang
akan memasak. Kalau dapat menjadi orang seperti wanita penumbuk padi yang
memilahkan gabah dan beras, kamu adalah orang yang unggul, tetapi seperti itu
bukan kewajibanmu, itu kewajiban Raja yang memimpin rakyatnya. Sedangkan
kewajibanmu hanya mengerti tentang tatanan kerajaan agar hidupmu tidak
diremehkan sesama manusia, hidupmu akan selamat, akan menjadi sesepuh, dapat
menjadi tempat bertanya orang lain dalam mengabdi pada negara. Maka aku
berpesan padamu, jangan sekali-kali merasa pandai, karena seperti itu bukan
kewajiban manusia untuk merasa pandai, nanti akan mengakibatkan dibenci Yang
Maha Kuasa. Kelebihan Gusti Allah tidak dapat dijangkau manusia, sadarilah
kalau manusia hanya sekedar menjalani, ada orang pandai tetapi masih ada yang
melebihi, ada juga orang pandai yang kalah dengan orang pengalaman, pandai
bodohnya manusia itu kehendak Yang Maha Kuasa, apa yang dipunya manusia, apa
kepandaiannya, semua itu hanya titipan, apabila telah dipanggil, semua akan sirna,
karena kemahakuasaan Gusti Allah kelebihan tadi diberikan orang pengalaman,
kemudian memiliki kelebihan yang melebihi orang pintar, maka pesanku carilah
ilmu yang nyata, sebab itu semua berhubungan dengan moksa”.
33.Ki
Dharmagandhul berkata lagi, meminta penjelasan mengenai peninggalan Kerajaan
Kedhiri, kerajaannya Prabu Jayabaya. Kyai Kalamwadi berkata “Sang Prabu
Jayabaya tidak menjadi Raja di Kedhiri, keratonnya di Daha, sebelah Timur
Sungai Berantas. Sedangkan Kedhiri berada di sebelah Barat Sungai Berantas
sebelah Timur Gunung Wilis, di Desa Klotok , ada batu bata putih, petilasan Sri
Pujaningrat. Sedangkan petilasan Sri Jayabaya ada di Daha, sekarang bernama
Desa Menang, petilasan keraton telah tiada sebab tertimbun lahar gunung kelud,
petilasan-petilsan itu telah hilang, Pesanggrahan Wanacatur dan Taman
Bagendhawati juga telah sirna, sedangkan pesanggrahan Sabdo, keraton Ratu
Pagedhongan juga sirna. Yang masih tersisa hanya arca buatan Sri Jayabaya,
yaitu Candi Prudhung, Tegalwangi sebelah timur laut Desa Menang, dan arca
raksasa perempuan itu yang tangannya dipatahkan oleh Sunan Benang ketika
berkelana di Kedhiri, arca tersebut menghadap ke Barat, ada lagi arca kuda yang
berkepala dua, di Desa Bogem wilayah Sukareja. Awal mula Sri Jayabaya membuat
arca, beginilah ceritanya”
34.Di
Lodhaya ada raksasa wanita yang ingin menjadi istri Sang Prabhu Jayabaya,
tetapi belum sempat berkata kehadapan Sang Prabhu, telah dirampok oleh pasukan
kecil, raksasa tersebut kalah tetapi belum mati, ketika ditanya, jujur kalau
ingin memohon untuk menjadi istri Sang Prabhu. Sang Prabhu segera memriksa,
setelah ditanya juga jujur ingin menjadi istrinya. Sang Prabhu berkata demikian
“Raksasa, ketahuilah atas kehendak Dewata, aku ini bukan jodohmu, kamu aku
beritahu, setelah kepergianku, disebelah barat akan ada Raja di Prambanan, itu
yang menjadi jodohmu, tetapi jangan berwujud seperti ini, berwujudlah manusia,
bernama Rara Jonggrang”
35.Setelah
berkata demikian, raksasa tersebut mati. Sang Prabhu berkata pada pasukan agar
tempat dimana raksasa itu mati diberi nama Desa Gumuruh. Tidak lama Sri
Jayabaya membuat Araca di Desa Bogem. Arca tadi berbentuk kuda berkepala dua
dan kiri kanannya dibuat parit. Sang Patih yang bernama Buta Locaya dan
Senapatinya bernama Tunggulwulung berkata pada Sang Prabhu yang intinya,
meminta penjelasan mengapa Sang Prabhu membuat arca semacam itu. Sang Prabhu
berkata bahwa itu hanya sebagai gambaran, bahwa siapa yang melihat arca itu
akan mengetahui keinginan wanita dijaman kelak, saat jaman Nusa Srenggi. Bogem
artinya tempat bangsa yang unggul, artinya wanita itu bangsa yang penuh
rahasia. Laren yang mengelilingi arca artinya sengkeran, sedangkan kuda
sengkeran ibarat wanita yang dihindari. Berkepala dua menggambarkan kalau
wanita di jaman besok banyak yang bermuka dua, meskipun telah dijaga dengan
ketat, dapat juga berpaling, lagaran artinya kendaraan tanpa alat. Kelak banyak
orang menikah tanpa restu orang tua, sebab telah bersenggama dahulu, kalau
cocok dinikahi, kalau tidak juga tidak di nikahi.
36. Sang Prabu ênggone yasa candhi, prêlu kanggo nyêdhiyani yen ana wadyabala kang mati banjur diobong ana ing kono, supaya bisa sirna mulih marang alam sêpi. Yen pinuju ngobong mayit, Sang Prabu uga karsa rawuh ngurmati.
Sang Prabhu membuat candi dengan maksud, untuk menyediakan tempat apabila ada pasukan yang mati dan dibakar disana, agar dapat sirna kembali ke alam sepi. Ketika ada pembakaran mayat, Sang Prabhu juga menyempatkan hadir memberikan penghormatan.
36. Sang Prabu ênggone yasa candhi, prêlu kanggo nyêdhiyani yen ana wadyabala kang mati banjur diobong ana ing kono, supaya bisa sirna mulih marang alam sêpi. Yen pinuju ngobong mayit, Sang Prabu uga karsa rawuh ngurmati.
Sang Prabhu membuat candi dengan maksud, untuk menyediakan tempat apabila ada pasukan yang mati dan dibakar disana, agar dapat sirna kembali ke alam sepi. Ketika ada pembakaran mayat, Sang Prabhu juga menyempatkan hadir memberikan penghormatan.
37.Hal
yang demikian telah menjadi tradisi para Raja jaman Kuno, maka yang menjadi
permohonanku pada Dewata agar Sang Prabhu mau membuat Candi sebagai tempat
pembakaran Mayat, seperti tradisi Raja di Jaman Kuno, sebab aku ini anak
dhalang, jangan terlalu lama menyembah, sesuatu yang berwujud tetapi tak
bernyawa, dapat kembali ke asal mulanya. Setelah Sang Prabhu Jayabaya Moksa,
Patih Buta Locaya dan Senapati Tunggulwulung dan putra Sang prabhu bernama Ni
Mas Ratu Pagedhongan ikut mencapai Moksa.
38.Buta
Locaya menjadi Raja Dhemit di Kedhiri, Tunggulwulung di Gunung Kelud, dan Ni
Mas Ratu Pagedhongan menjadi Ratu Dhemit di Laut Selatan bernama Ratu
Anginangin. Ada kekasih Sang Prabhu Jayabaya bernama Kramataruna, ketika Sri
Jaya Baya belum Moksa, Kramataruna disuruh berada di Sendang Kalasan. Setelah tiga
ratus tahun, putra Ratu Prambanan Lemumbardadu atau Sang Pujaningrat, menjadi
Raja di Kedhiri, kerajaannya disebelah Barat bengawan. Kedhi artinya wanita
yang tidak memakai jarit, dhiri artinya sombong, yang memberikan nama Retna
Dewi Kilisuci, semua itu dicocokkan dengan keadaannya, sebab Dewi Kilisuci
alergi dengan lelaki, dan tidak memakai jarit. Dewi Kilisuci mengutuk negaranya
jangan banyak darah manusia yang keluar. Maka Kedhiri juga disebut negara
wanita, kalau mendatangi musuh banyak menang, tetapi kalau didatangi musuh akan
kalah, maka watak wanita Kedhiri sangat sombong, sebab terkena kutukan Sang
Retna Dewi Kilisuci, Dewi Kilisuci adalah kakak Raja Jenggala, Sang Retna
bertapa di goa Selamalang, di kaki gunung wilis.
TAMAT
0 Response to "Kisah Runtuhnya Majapahit"
Post a Comment