PEMIMPIN BERKARAKTER PANDITA
Oleh:
Untung Suhardi
Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni terutama dengan adanya artificial intelegent (AI) sudah masuk dalam berbagai bidang kehidupan mengharuskan untuk kita lakukan adaptasi. Keadaan ini tentunya sudah menjadi bagian yang beririsan dengan peran serta pemimpin dalam suatu Negara atau wilayah tertentu (Wibowo, 2014). Ajaran Hindu menggriskan bahwa zaman ini adalah fase terakhir yang dikenal dengan zaman kaliyuga yang mengharuskan seorang pemimpin yang tidak hanya memahami tentang ketatanegaraan melainkan harus mempunyai jiwa spiritual (Suweta, 2019). Kepemimpinan merujuk pada kemampuan seseorang atau sekelompok orang untuk memimpin, memotivasi, dan mengarahkan orang lain menuju tujuan yang diinginkan. sedangkan Ketatanegaraan merujuk pada struktur dan aturan hukum yang mengatur suatu negara. Ini mencakup konstitusi, lembaga pemerintahan, hak dan kewajiban warga negara, serta hubungan antara pemerintah dan warganya. Globalisasi membawa dampak besar terhadap dinamika politik dan ekonomi di seluruh dunia, yang pada gilirannya memengaruhi cara kepemimpinan dan tata negara di berbagai negara. Bentuk kepemimpinan adalah: a. Demokratis dan Partisipasi: terbuka terhadap aspirasi public dengan adanya pembatasan UU ITE . b. Adaptasi Terhadap Perubahan Global: perubahan iklim, perdagangan internasional, dan keamanan global teknologi baru, perdagangan bebas, dan perubahan dalam rantai pasokan internasional dan c. Tantangan Internal dan Eksternal: Ancaman keamanan tidak lagi terbatas pada batas negara, melainkan melibatkan isu-isu seperti terorisme, perdagangan narkoba, dan kejahatan siber yang memerlukan kerja sama internasional yang erat.
Proses kepemimpinan berbasis Ekologi
Sumber Hindu tertulis yang memberikan pemahaman kepada seluruh para pemimpin di dunia ada dalam kitab Sruti dan smrti baik Nitisastra, Arthasastra,Ramayana, Mahabharata, Manawa Dharmasastra termasuk dalam Nibanda Sastra (Kitab lokal). Hal ini lebih jelas lagi dala Canakya Nitisastra VII:11 dinyatakan bahwa: Kekuatan seorang raja terletak pada kekuatan/bala tentaranya yang hebat, kekuatan seorang brahmana terletak pada keluasan dan kemurnian pengetahuan rohaninya, sedangkan kekuatan seorang wanita terletak pada kecantikan, usia muda dan kata-katanya yang manis lembut. Hal yang senada juga tercantum dalam Manawa Dharmasastra V:96 bahwa: Seorang raja adalah penitisan dari delapan dewa penjaga alam; dewa soma, dewa agni, dewa surya, dewa Wayu, dewa kuwera, dewa Indra, Dewa Baruna, dewa Yama (Sanjaya, 2020). Berdasarkan dasar kepemimpinan inilah yang kemudian berkembang ajaran asta brata pada cerita Ramayana dan berkembang menjadi 18 oleh Mahapatih Gajah Mada dengan ajaran asta dasa brata pramiteng prabhu yang secara keseluruhan membawa arah pada kemajuan bersama.
Pada zaman masa lampau keberadaan raja dan pandita selalu bersama dalam segala hal berkaitan dengan urusan kenegaraan. Namun demikian, dalam kehidupan sekarang seorang pemimpin tidaklah hanya sebatas memimpin dengan ilmu modern akan tetapi ada karakter yang ada di dalamnya sebagai sifat seorang pandita. Di dalam Kautilya Arthasastra VI.3.1 dinyatakan bahwa: keberahasilan pengendalian indiria dalam pengendalian belajar dan latihan hendaknya dipertahankan dengan membuang sifat nafsu, amarah, serakah, sombong, tinggi hati dan keras kepala (Saputra, 2022). Sifat raja yang demikian menunjukan adanya karakter pandita yang mencerminkan kebijaksanaan dalam setiap gerak dan langkahnya dengan memegang prinsip mengutamakan kepentingan umum diatas kepentingan pribadi. Brata juga namanya delapan brata untuk Pandita; tidak suka marah-marah apalagi ngambekan(Akroda), suka berkata yang benar (Satyam), jujur pada diri (Sambwibhaga), teguh pendirian (Acarwan), berpengetahuan luas (Bhuwanarya), memahami perkembangan psikologi msyarakat (Desa Pakraman), berpengetahuan penyucian (Panyupatan Mahayuning Rat), dan menguasai jnana(Tattwajnana). Di dalam geguritan Niti Raja Sasana, ada enam belas brata pemimpin di dalamnya. Teguh seperti gunung (Giri), hati-hati memerintah dan tidak mudah percaya pada kata-kata sembarangan (Indra), merata memberikan dana (Mretawarsa), melenyapkan yang jahat (Geni), menerima kesalahan dan pengampun (Lawana), tidak bingung (Mrega), berwibawa seperti singa (Singha), bergerak cepat dalam perang (Anila), penuh kasih (Sata), hati-hati berkata dan memilih makanan (Mayura), mengasihi rakyat (Cataka), dapat meramalkan kematian (Kaganila), tidak bertindak jika ragu (Wyaghra), memilih tempat yang baik untuk makan (Cundaga), menjadikan yang pandai sebagai utusan (Cundaga), dan bersikap adil (Yama). Ada lagi sembilan sifat pemimpin yang jarang dipelajari, Nawa Natya namanya. Berburu seperti Mrega (macan), berenang seperti ikan (Matsya), penuh cinta (Srengga), mahir dalam perang (Samara), mahir dalam keindahan (Kalangwan), bertangan dingin (Pana), hati-hati dalam berjudi (Dyuta), memiliki rasa humor (Asya), dan pekerja keras (Shrama).
Kepemimpinan Hindu dalam kehidupan saat ini dilandasarkan pada catur purusartha dan tri hita karana sebagai peletak dasar membangun manusia seutuhnya (Nadra, 2022). Pada tananan konsep kehidupan ini dipijakan pada: 1. Dharma: dasar aturan dan kebijakan yang mengarah pada nilai kemanusiaa dan keadilan 2. Artha: kebijakan ekonomi yang berpihak pada rakyat dan kemajuan negara 3. Kama: belanja dan kebutuhan Negara yang selalu dikendalikan dan dimonitoring dan 4. Moksa: kesejahteraan rakyat dan kedamaian dunia. Secara aktualiasi di landaskan pada tri Hita Karana 1. Parahyangan: dasar hubungan harmonis dalam melakukan peribadatan sesuai dengan agama dan kepercayaan yang berpihak pada seluruh golongan, 2. Pawongan: kebutuhan sandang, pangan, dan papa nada kebijakan public yang perlu di tingkatkan, dan 3. Palemahan: mengarah pada harmonisasi dengan lingkungan dan tidak merusak alam.
Konsep dan aktualisasi ini menjadi kombinasi kehidupan yang selalu beririsan untuk menjadikan pemimpin kembali kepada hakekat sebenarnya untuk mensejahterakan kehidupan sehingga pemimpin disebut dengan ratu berasal dari kata rat yang berarti jagat. Hal ini dengan harapan bahwa menusia seutuhnya tidak hanya dibangun raganya saja melainkan jiwanya untuk selalu dibina dan dilatih. Mengajak orang untuk menerapkan nilai kepemimpinan dalam kehidupan dapat menjadi langkah positif dalam membangun kualitas kepemimpinan yang lebih baik di berbagai aspek kehidupan. Berikut beberapa upaya yang dapat Anda lakukan: 1) Dari diri sendiri, Jadilah teladan bagi orang lain dengan menunjukkan prinsip-prinsip kepemimpinan dalam tindakan sehari-hari Anda. Lakukan tindakan yang mencerminkan integritas, tanggung jawab, dan empati, 2) Komunikasi yang Efektif Latihlah kemampuan menyampaikan ide, memberikan umpan balik, dan berkomunikasi secara efektif.3) Budaya Kerja Tim Ajak orang untuk memahami nilai kerja sama, saling mendukung, dan saling menghormati. 4) Pengembangan Diri, Ajak mereka untuk membaca buku, menghadiri pelatihan, atau bergabung dengan komunitas yang mendukung pengembangan kepemimpinan. 5) Mendorong Inovasi, Kepemimpinan yang efektif seringkali melibatkan kemampuan untuk mencari solusi baru dan berani mengambil risiko yang diukur. Dengan menggabungkan beberapa atau semua upaya ini, Anda dapat membantu menciptakan lingkungan yang mendukung perkembangan nilai kepemimpinan dalam kehidupan sehari-hari.
Referensi
Nadra, I. N. (2022). Kepemimpinan Hindu Dalam Membangun
Manusia Seutuhnya. Kamaya: Jurnal Ilmu Agama, 5(3), 155–166.
https://doi.org/10.37329/kamaya.v5i3.1995
Sanjaya, P.
(2020). Kewajiban Pemimpin Hindu. Singaraja.
Saputra, I. K. B.
(2022). Nitisastra Sebagai Pedoman Seorang Pemimpin Membina Generasi Muda Sekaa
Teruna. Metta : Jurnal Ilmu Multidisiplin, 2(1), 1–10.
https://doi.org/10.37329/metta.v2i1.1634
Suweta, I. M.
(2019). KEPEMIMPINAN HINDU (Dalam Nitisastra dan Susastra Hindu Ramayana). Pariksa:
Jurnal Hukum Agama Hindu, 3(2), 39–52. Retrieved from
https://www.jurnal.stahnmpukuturan.ac.id/index.php/pariksa/article/view/704
Wibowo, A. S. D.
H. C. (2014). Mendidik Pemimpin Dan Negarawan (Dialektika Filsafat
Pendidikan Politik Platon Dari Yunani Antik Hingga Indonesia (I).
Yogyakarta: Lamarera.
0 Response to "PEMIMPIN BERKARAKTER PANDITA"
Post a Comment