Optimalisasi Fungsi Otak Dengan Belajar
Bahasa Sanskerta
Oleh :
Untung Suhardi
Para pemikir modern menemukan bahwa bahasa sangat penting dalam kehidupan
terutama sebagai media komunikasi. Hal senada juga diungkapkan oleh tokoh
pembaharu pada jaman pencerahan seperti, Sankaracarya yang agung dalam
Sutrabhasya berpandangan, bahwa keinginan manusia adalah sama dengan binatang.
Keinginan tersebut adalah makan, tidur dan bersetubuh, selain itu perasaan
takut juga hal yang umum pada keduanya. Tetapi yang membedakan manusia dengan
binatang adalah manusia diberikan manah (pikiran) dan budhi (kecerdasan
intelek) untuk dapat membedakan mana yang baik dan buruk. Pikiran merupakan
anugrah yang luar biasa dari Tuhan kepada manusia, dan pikiran adalah apa yang
dikerjakan otak. Jadi, ketika kita mampu mengoptimalkan fungsi otak, maka
pikiran yang dihasilkan memiliki kualitas yang baik juga.
Perspektif teoretis sains menjelaskan bahwa manusia
memiliki otak besar yang terdiri dari belahan otak kanan dan kiri. Otak kanan
berkaitan dengan Emotional Intelligence seseorang, yakni hal yang bersifat
artistik, kreativitas, perasaan, emosi dan yang lainya. Sedangkan belahan otak
kiri lebih kepada Intelegence Quotient, yakni berkaitan dengan fungsi
akademika, kemampuan tata bahasa, berbicara, baca tulis dan sejenisnya.
Menyimak uraian fungsi dari masing-masing otak tersebut, menjadi hal yang
penting untuk menyeimbangkan belahan otak kanan dan kiri, karena dua belahan
otak tersebut sama-sama penting.
Akhir-kahir ini banyak metode yang berkembang di dalam
mengaktifkan fungsi otak tersebut secara optimal. Dan dalam perspektif Veda hal
tersebut sudah dipelajari oleh para Rsi yang vipra sejak zaman dulu, hingga
saat sekarang. Salah satu dari sekian banyak orang bijak tersebut adalah Rsi
Panini. Rsi Panini adalah yang mengembangkan tata bahasa Sanskerta, sehingga
bahasa ini menjadi bahasa Veda. Bahasa Sanskerta dengan huruf Devanagari adalah
bahasa dan huruf yang digunakan di dalam menuliskan mantram-mantram pustaka
suci Veda. Secara fundamental mempelajari bahasa Sanskerta di samping untuk
memahami literatur Veda, hal yang terpenting juga untuk diketahui, ketika
seseorang secara intens belajar dan membaca bahasa Sanskerta baik dalam bentuk
mantram atau sloka ternyata dapat mengoptimalisasikan fungsi otak secara
seimbang.
Hal tersebut dapat diketahui dari gambaran kehidupan
para Rsi atau Yogi yang medalami Veda. Membaca, melantunkan, menembangkan
(mencantingkan) bahasa Sanskerta dalam bentuk mantram atau sloka Veda secara
intens menyebabkan daya kecerdasan mereka meningkat dan menembus batasan
imanensi, hingga mampu berada pada tatanan trancendensi. Dengan kemampuan itu,
para Rsi atau Yogi mampu menembus dimensi waktu yang berbeda dan mengatasi
gerak gravitasi bumi, sehingga tidak jarang seorang yogi dapat berada di
mana-mana dalam sekejap mata. Demikian juga kesadaran mereka melampui kesadaran
manusia pada umumnya. Belajar atau menghafal mantram atau sloka dengan bahasa
Sansekerta akan membangkitkan getaran atau bhava ketuhanan dalam diri.
Sebenarnya daya kerja otak akan bekerja dengan baik ketika kita selalu
mendekatkan diri dengan hal-hal yang rohani, sebab otak sangat mudah menangkap
atau mengingat hal-hal yang berhubungan dengan ketuhanan.
Dipandang dari ilmu neurosains cara kerja pikiran
tergantung pada cara kerja otak, di mana otak yang terdiri dari banyak struktur
sel akan bekerja dengan baik, jika pikiran terkendali demikian juga sebaliknya.
Dari sekian banyak bagian dan struktur sel otak tersebut terdapat titik Tuhan
yang disebut dengan Go-spot. Titik inilah yang bergetar saat orang berhubungan
dengan hal-hal yang berbau rohani. Demikian juga dengan membaca dan menghafal
sloka bahasa Sansekerta secara tidak langsung akan membangkitkan getaran titik
Tuhan dalam otak, sehingga daya kerja otak mampu bekerja secara optimal.
Getaran tersebut juga akan membuat fungsi dari masing-masing belahan otak
berfungsi seimbang. Keseimbangan ini akan mempengaruhi kesehatan fisik manusia.
Seorang yang memiliki keseimbangan fungsi otak akan menjadi tenang dalam
menghadapi situasi dan kondisi apa pun.
Dua struktur sel yang penting dalam otak adalah
hippocampus, yang berfungsi untuk merekam dan mengingat, menyediakan ruang,
intelektual, konteks verbal yang memberikan arti kepada respons emosi kita.
Struktur berikutnya adalah amygdala, struktur ini adalah struktur saraf kecil
yang terletak di atas batang otak. Saraf kecil ini memainkan peranan penting
dalam kemampuan kita di dalam merasakan emosi dan menciptakan ingatan-ingatan.
Dua sel tersebut akan mengalami kelemahan bahkan mati, ketika kita tidak pernah
memberikan sentuhan bhava ketuhanan terhadap otak kita. Dan hal itu yang banyak
terjadi dewasa ini, akibat tekanan dan tuntutan di dalam pemenuhan material,
kita lupa memberikan otak kita sentuhan ketuhanan. Yang terjadi banyak orang
yang mengalami depresi yang berujung pada hilangnya kesadaran sejatinya menjadi
manusia.
Belajar bahasa Sanskerta maupun menghafal sloka atau
mantram dengan bahasa Sanskerta secara tidak langsung memberikan sentuhan bhava
kepada otak kita, sehingga dua sel tersebut tetap kuat dan bekerja dengan baik
dalam otak. Belajar bahasa Sanskerta akan memberikan penguatan pada susunan
sel-sel dalam otak sehingga sel tidak akan mengalami kelemahan. Cuma terkadang
kita tidak terlalu sering bersentuhan dengan hal-hal yang berbau rohani,
jangankan membaca atau belajar bahasa Sanskerta, membaca mantram saja kita
sudah dikatakan belajar jadi pamangku atau sulinggih terlebih lagi ada anggapan
“Melajah memantra pasti bisa ngeliak” (belajar mantra pasti bisa ilmu hitam).
Titik Tuhan dalam otak bersifat laten, ia tidak akan
mengalami getaran jika tidak ada rangsangan dari luar. Titik Tuhan ini akan
mampu menggetarkan seluruh sel otak, jika hal-hal yang rohani datang dari luar,
dan sebaliknya akan pasif jika hanya disentuh oleh hal-hal yang bersifat non
rohani. Penting juga diperhatikan, di dalam belajar, menghafal apalagi
mengidungkan bahasa Sanskerta melalui mantram atau sloka yang perlu
diperhatikan adalah chanda atau iramanya harus tepat dan yang paling penting
disertai dengan ketulusan hati dan penjiwaan. Jangan sekali belajar Sanskerta
mengharapkan kemasyuran, harta dan tahta terlebih surga.
Satguru Sankaracarya suatu hari melakukan perjalanan
bersama dengan beberapa muridnya. Di pinggiran sungai satguru melihat seorang
Rsi belajar tata bahasa Sanskerta dari Panini. Satguru bertanya: “Apa yang
engakau lakukan?”, Rsi menjawab: “Saya sedang mempelajari tata bahasa Sanskerta
dari Panini untuk saya dapat mengajarkanya pada raja di istana, sehingga saya
mendapatkan kemasyuran dan harta, hingga saya menjadi orang terkenal dan
akhirnya surga pun saya miliki.” Sankaracarya berkata, “Sungguh bodoh dirimu,
itu tidak tidak akan mengantarkanmu pada pencerahan, ucapkanlah bhaja govindam,
bhaja govindam.”
Dialog tersebut menunjukan bahwa sebuah
perjalanan ilmu pengetahuan didapatkan ketika melakukan sebuah negoisasi dalam
mencari sebuah kebenaran. Namun kebenaran itu, ada kalanya dipertaruhkan
pada sebuah dilema untuk menyerah dan
bertahan, dan disisi lain dalam peradaban Veda sudah diajarkan tentang ilmu
perdebatan (tarka vada) yang diperuntukan untuk merujuk sebuah kebenaran yang
bersifat metodologis yang secara empirisme bisa dipertanggungjawabkan.
0 Response to "Belajar Bahasa Sansekerta"
Post a Comment