Merpati
Tidak Pernah Ingkar Janji (Tinjauan Hukum Karmaphala dalam Hindu)
Oleh
:
Untung
Suhardi
Pada kepercayaan Yunani merpati dilambangkan dengan kesetiaan, hal ini pada jaman
tersebut digambarkan dengan dewa Aprodite
yang berarti kesetiaan sehidup semati. Tetapi sesungguhnya pada kesempatan yang
baik ini saya memudahkan pengangkatan tema ini yang berkaitan dengan karmaphala. Ada perkataan dari sahabat
saya yang mengatakan bahwa karma adalah sangat banyak dibicarakan oleh umat
yang ada pada Hindu dan Budha. Ada juga yang mengatakan bahwa karma sangat
terkait dengan tempat yang sangat menyeramkan yaitu neraka dan tempat yang sangat menyenangkan yaitu surga. Selanjutnya,
pertanyaan saya dan pertanyaan saudara adalah bagaimanakah caranya mendapatkan
karma yang baik agar mendapatkan kesenangan, seperti yang banyak dituturkan
oleh banyak para penuntun spiritual yang telah banyak kita dengar.
Karma jika diartika adalah perbuatan yang nantinya berkembang
menjadi karmaphala yang berarti hasil perbuatan. Hukum karmaphala aatau hukum
aksi-reaksi, lebih jauh dikatakan bahwa Yatha
karma tatha phalam (sebagaimana perbuatan itu dilakukan, begitulah pahala
yang akan diperoleh). Oleh karena itulah kita dianjurkan untuk selalu berbuat
baik kepada semua makhluk, tidak iri kepada orang lain, selalu ramah dan
bekerjalah sesuai dengan tugas. Karena kita merupakan satu kesatuan kehidupan yang berasal dari Brahman.
Manusia dengan semua makhluk lainnya merupakan satu nafas atau saudara, yaitu satu nafas dengan binatang, tumbuhan dan
hewan. Kemudian kita minum air yang sama-sama berasal dari air laut. Inilah
merupakan satu bukti kita bersaudara dengan semua makhluk (Vasudewa kuntumbhakam), sehingga kita merupakan saling hidup
menghidupi. Dengan demikian, ini adalah tugas yang harus dikerjakan tanpa harus
memikirkan hasilnya, seperti halnya : lebah selalu menghasilkan madu, sapi
selalu menghasilkan susu dan tenaganya untuk kepentingan manusia tanpa mereka
memikirkan untuk siapa hasilnya seperti jantung yang selalu memompa darah
keseluruh tubuh. Dan semuanya bekerja sesuai dengan tugas tanpa menyombongkan
jasanya. Seperti dijelaskan didalam Bhagavadgita 11 : 46 mengatakan bahwa :
Karmani eva dikaraste
Maphalesu kadacana
Ma karmaphala hetur
bhur
Ma te sango stvakarmani
Terjemahan :
”kewajibanmu kini
hanya bertindak dan bekerja tiada mengharapkan hasil
Jangan sekali-kali
pahala menjadi motifmu, dan jangan pula hanya berdiam diri
Menjadi tujuanmu”[1].
Hal lain juga dijelaskan dalam sastra Sarasamuccaya 354 memberikan analogi seekor anak lembu dengan induknya, dijelaskan bahwa
walaupun beratus-ratus induk lembu yang sedang menyusui anaknya, namun anak
lembu itu ingat untuk mendapatkan induknya. Pahala karma itu datang tepat pada
waktunya, tidak dapat ditolak, tidak dapat diundur ataupun tidak dapat
dimajukan. Karma itu datang tepat waktu sesuai dengan waktu yang telah
ditentukan seperti halnya bunga yang terus mekar dan buah-buahan yang terus
menghasilkan sesuai dengan musim yang
telah ditentukan.
Itulah yang merupakan proses hukum karma yang
sangat sulit untuk dipahami dan mempunyai keterikatan (ketergantungan) pada
yang lain dengan hubungan yang sangat komplek. Didalam kita melakukan suatu
pekerjaan 90 % dari semua ornag bekerja berdasarkan motif keinginan tertentu.
Ada orang yang ingin terkenal dia rela untuk mati demi mendapatkan kemasyuran,
orang yang ingin kaya dia rela untuk menjual dirinya demi untuk mendapatkan
kekayaan itu. Pendeknya manusia tergila-gila untuk mendapatkan sesuatu yang
diinginkan. Sri Ramakrsna mengatakan bahwa : ”Dunia ini adalah rumah sakit gila
terbesar, didalam rumah sakit gila itu ada orang yang mengejar kemasyuran, ada
orang yang mengejar pangkat, ada orang yang tergila-gila dengan sex. Dan kita
disinipun gila juga, aka tetapi kita adalah gila yang terbaik yaitu
tergila-gila kepada Tuhan”. Kita disini selalu merindukan kehadiran
Tuhan dihati kita dengan cara memuji
nama-Nya dengan setulus hati, karena dizaman ini sangatlah cocok untuk
melakukan pujian kepada Tuhan dengan cara mengulang-ulang nama-Nya (Japa mantra) sesuai denga Istadewata
masing-masing pemuja. Didalam
ajaran Hindu ada 3 jenis karmaphala yaitu :
1.
Prarabdha karma : perbuatan yang dilakukan sekarang dan diterima pada
kehidupan sekarang juga. Contoh : habis mandi segar.
2.
Kriyamana karma : perbuatan yang dibuat sekarang didunia ini tetapi
hasilnya diterima setelah mati dialam Niskala. Contoh : jika berbuat baik akan
dapat sorga, dalam kitab purana ada seseorang yang bernama Maharaja Nahusa
selama hidupnya dia selalu berjasa untuk rakyatnya dan leluhurnya, maka setelah
meninggal dunia dia menjadi penguasa alam keindraan (Sorga).
3.
Sancita karma : perbuatan yang dilakukan sekarang didunia yang hasilnya
akan diterima pada kelahiran yang akan datang. Contoh : pada akhir perang
Mahabharata yudha prabu Drestarasta bertanya kepada Sri Krsna mengapa seluruh
anaknya meninggal dunia dan matanya buta seumur hidup. Krsna menjawab bahwa 50
kali kelahiran terdahulu beliau telah membunuh 100 ekor burung dengan panah
apinya, tetapi ketika induknya mau menolongnya induk itu terkena api kematanya
sehingga ia menjadi buta.
Karma manusia didunia ini juga dipengaruhi
oleh triguna, yaitu sattwam
(Kesucian), rajas (Bernafsu) dan tamas (Kebodohan) yang merupakan rantai
pengikat dengan benda-denda duniawi. Dari ketiganya itu yang paling baik adalah
sattwam, akan tetapi ini merupakan ikatan terhadap duniawi, karena guna sattwam
mendorong untuk berbuat baik, hasil perbuatan itu melahirkan kesukaan dan
kebahagiaan. Bentuk suka ini mengikat orang untuk mengikat dunia ini, akibatnya
orang semacam ini belum bisa, sehingga guna sattwam akan mengantarkan orang
menuju moksa. Hukum karma itu mempunyai kriteria : bersifat abadi, universal,
sangat sempurna, tidak ada perkecualian terhadap siapapun bahkan rama sebagai
titisan wisnu tidak mau merubah jalannya hukum karma itu.
Wedanta mengajarkan kebenaran tentang
kelangsungan hidup sang roh pada saat kematian dan kelahiran kembali sebagai
bagian dari filosofis total dari sang diri. Pengalaman keterlepasan roh dari
badan fisik merupakan awal dari kehidupan moral dan spiritual manusia, kematian
orang semacam itu oleh para wedantik bagaikan dengan pelepasan selongsong kulit
ular. Dialam
material ini ada 2 jenis perbuatan yang pasti diikuti oleh aksi (pala), yaitu subha
karma (perbuatan baik) dan asubhakarma
(Perbuatan buruk). Kedua karma inilah yang menjadi karmawasana yang mengikat manusia untuk mengalami kesengsaraan,
kelahiran, dan kematian secara berulangulang (Reinkarnasi). Selain itu reinkarnasi disebabkan oleh sancita karma
yaitu karma dahulu yang belum sempat dinikmati sehingga akan dinikmati pada
kelahiran berikutnya atau Reinkarnasi. Jika kebaikan yang dilakukan maka akan
mendapatkan kebahagiaan, sedangkan jika kejelekan yang ditanam maka
kesengsaraan yang akan diperoleh. Setelah kematian nanti manusia akan menjadi
manusia lagi, meningkat menjadi para dewa atau sebaliknya menjadi binatang.
Demikian juga manusia bisa masuk surga maupun neraka sesuai dengan sifat guna
yang mempengaruhinya. Dan setelah manusia itu menikmati pahala surga atau
penderitaan neraka maka dia akan dilahirkan kembali kedunia dalam bentuk swarga syuta dan neraka syuta. Didalam Sarrasamuccaya 21[2]
menjelaskan ciri-ciri : orang yang selalu berbuat baik, kelahiran dari surga
kelak menjadi orang yang rupawan, gunawan muliawan, hartawan dan berkekuasaan
sedangkan orang yang dilahirkan dari neraka dijelaskan dari Sarasamuccaya 48
menyatakan : perbuatan yang bodoh, senantiasa tetap berlaku menyalahi dharma
setelah dia lepas dari neraka dia aan dilahirkan menjadi binatang seperti :
biri-biri, kerbau kemudian dia meningkat menjadi orag yang hina, sengsara,
dombang-ambingkan oleh kesedihan dan kemurungan hati dan tidak akan mengalami
kesenangan. Didalam Padma Purana dijelaskan tentang jenis kehidupan antara lain
: 900 ribu
jenis kehidupan air, 2 juta bentuk tumbuh-tumbuhan, 1 juta seratus ada jenis
makhluh organisme, 1 juta jenis burung-burung, 3 juta jenis binatang dan 400
ribu jenis manusia. Dibawah
manusia dibagi atas 2 tingkat kesadaran yaitu : kesadaran tertutup dan
kesadaran mengkerut. Adapun 400 jenis kehidupan manusia dogolongkan 3 tingkat
kesadaran : kesadarn mulai kuncup, kesadaran mulai mekar dan kesadaran mekar
sepenuhnya.
Kesimpulan :
Dengan demikian, kesempatan menjadi manusia
adalah sungguh sangat utama, karena dapat memperbaiki karmanya menuju kearah yang lebih baik. Kesempatan menjadi
manusia merupakan berkah Tuhan yang sangat luar biasa, karena sebelum menjadi
manusia harus melalui 8 juta jenis kehidupan dan untuk menjadi manusia yang
memiliki kesadaran penuh harus melewati 400 ribu jenis badan.
Kehidupan manusia pada dasarnya adalah untuk
mengenal dirinya sendiri, karena seseorang yang mengenal dirinya sendirinya
yang sejati berarti dia telah mengetahui
hakekat Tuhan yang sebenarnya. Jadi segala aktifitas didunia ini hanya
dibersembahkan kepada Tuhan, sehingga keterikatan akan pahala dari kerja itu
berangsur-angsur akan lenyap. Dikatakan oleh Sri RamaKrsna mengatakan bahwa
kegiatan yang dilakukan didunia ini hanyalah angka nol belaka yang tidak
memiliki nilai apapun, akan tetapi jika didepan angka nol itu diberi angka 1
maka, deretan angka nol itu mempuyai arti, apalagi jika deretan angka nol itu
ditambah terus maka akan membentuk nilai yangsangat luar biasa. Hal ini berarti
bahwa jika kita bekerja didasari dengan kesadaran atman (disimbolkan dengan
angka 1) maka kerja kita sangat berarti dan mengangkat kesadaran manusia itu
menuju kesadaran yang tinggi, tetapi jika tidak didasari dengan kesadaran atman
maka kerja kita hanya sebuah kesia-siaan belaka.
Olek karena, itulah maka bekerjalah bahwa
Tuhanlah yang menjadi tujuan utama dari hidup kita ini. Dengan adanya bekerja
tanpa keterikatan ini maka proses kelahiran dan kematian (Moksa) akan terhenti sehingga akan menuju pembebasan
0 Response to "Hukum Karmaphala"
Post a Comment