Berguru Kepada Kehidupan
Oleh
:
Untung
Suhardi
Om Svastyastu
Om Anubadrah
Kratawoyantuwiswatah,
Umat sedharma yang berbahagia,
Pertama, marilah kita
bersama-sama mengucapkan puji syukur kepada Hyang Widhi Wasa, karena atas Asung
Kerthawaranugraha-Nya kita selalu mendapatkan perlindungan dan selalu diberikan
keselamatan, kesempatan dan kesehatan. Sehingga, kita dapat berkumpul ditempat
ini tanpa ada halangan suatu apapun. Adapun pesan dharma ini dengan judul Berguru
Kepada kehidupan.
Ada perkataan dari
sahabat yang mengatakan bahwa karma sangat terkait dengan tempat yang sangat
menyeramkan yaitu neraka dan tempat
yang sangat menyenangkan yaitu surga. Seperti halnya bumi selalu menghasilkan
hal yang kita tanam, misalnya kita menanam
jagung pasti hasilnya jagung, tidak akan mungkin menghasilkan padi, sehingga
seperti perbuatan kita di dunia ini pasti akan membuahkan hasil. Hal inilah
yang dinamakan hasil perbuatan yang akan
dinikmati masa lampau, sekarang dan masa mendatang.
Kebanyakan orang yang di
jaman ini sudah tidak lagi menghayati berlakunya hukum karmaphala ini. Dengan
demikian banyak orang terkena penyakit SMS, yaitu senang melihat orang susah
dan suah melihat orang senang. Sering kali kita sebagai manusia biasa melakukan
perbuatan yang tanpa kita sadari telah membawa kesusahan kepada orang lain dan
bahkan merusak alam. Dalam dunia kerja, banyak orang yang bekerja hanya
mendapatkan keuntungan pribadi tanpa memperhatikan kepentingan masyarakat luas.
Sehingga yang dipikirkan adalah keuntungan material dan mengabaikan nilai moral
serta spiritual.
Umat sedharma yang saya
hormati.
Melalui dharma wacana
ini ada beberapa hal yang akan saya sampaikan yaitu :
1. Bagaimanakah
hubungan karma dengan kelahiran kembali ?
2. Bagaimanakah
upaya kita belajar pada kehidupan dan menjadikan karma sebagai jembatan menuju
kedamaian ?
Umat sedharma yang
penuh karunia,
A.
Hukum
Karmaphala
Karma
jika diartikan adalah perbuatan jika digabungkan menjadi karmaphala yang berarti hasil perbuatan. Hal ini seperti, lebah selalu menghasilkan madu, sapi selalu menghasilkan
susu dan tenaganya untuk kepentingan manusia. Demikian halnya
dengan jantung yang selalu memompa
darah keseluruh tubuh dan banyak profesi yang ada dalam
kehidupan ini yang disesuaikan dengan keahlian dan bakatnya dan semuanya bekerja sesuai dengan tugasnya,
seperti dijelaskan didalam Bhagavadgita
2 : 47 dijelaskan bahwa :
Karmani eva dikaraste
Maphalesu kadacana
Ma karmaphala hetur
bhur
Ma te sango stvakarmani
Terjemahan :
”kewajibanmu
kini hanya bertindak dan bekerja tiada mengharapkan hasil
Jangan
sekali-kali pahala menjadi motifmu, dan jangan pula hanya berdiam diri
Menjadi
tujuanmu”[1].
Sloka Bhagavadgita ini
memberikan kita inspirasi bahwa kewajiban kita adalah bekerja. Hasil yang didapatkan dalam kehidupan ini
adalah pasti sesuai dengan kualitas kerja yang kita lakukan. Kemudian, pahala karma itu datang tepat pada waktunya, tidak dapat
ditolak, tidak dapat diundur ataupun tidak dapat dimajukan. Karma itu datang
sesuai dengan waktu yang telah ditentukan seperti halnya bunga yang terus mekar
dan buah-buahan yang terus menghasilkan sesuai dengan musim yang telah ditentukan.
Penjelasan inilah yang harus direnungkan karena proses hukum karma yang sangat sulit untuk dipahami dan
mempunyai hubungan yang sangat kompleks. Didalam kita melakukan suatu pekerjaan 90 % dari semua
orang bekerja berdasarkan motif keinginan tertentu. Ada orang
yang ingin terkenal dia rela untuk mati demi mendapatkan kemasyuran, orang yang
ingin kaya dia rela untuk menjual dirinya demi untuk mendapatkan kekayaan itu.
Pendeknya manusia tergila-gila untuk mendapatkan sesuatu yang diinginkan. Sri
Ramakrsna mengatakan bahwa : ”Dunia ini adalah rumah sakit gila terbesar,
didalam rumah sakit gila itu ada orang yang mengejar kemasyuran, ada orang yang
mengejar pangkat, ada orang yang tergila-gila dengan kemewahan
dunia.
Mengingat
bahwa dasar dari kehidupan manusia adalah kebutuhan fisik, maka keinginan itu
harus ada dalam kehidupan akan tetapi harus ada dalam bingkai kebenaran.
Bapak ibu umat sedharma
yang bebahagia.
B.
Karma
dan Kelahiran Kembali
Didalam ajaran Hindu ada 3 jenis karmaphala yaitu :
1. Prarabdha karma : perbuatan yang dilakukan sekarang dan
diterima pada kehidupan sekarang juga.
2. Kriyamana karma : perbuatan yang dibuat sekarang didunia
ini tetapi hasilnya diterima setelah mati dialam Niskala. Contoh : jika berbuat
baik akan dapat sorga, dalam kitab purana ada seseorang yang bernama Maharaja
Nahusa selama hidupnya dia selalu berjasa untuk rakyatnya dan leluhurnya, maka
setelah meninggal dunia dia menjadi penguasa alam keindraan (Sorga).
3. Sancita karma : perbuatan yang dilakukan sekarang didunia
yang hasilnya akan diterima pada kelahiran yang akan datang. Contoh : pada
akhir perang Mahabharata yudha prabu Drestarasta bertanya kepada Sri Krsna
mengapa seluruh anaknya meninggal dunia dan matanya buta seumur hidup. Krsna
menjawab bahwa 50 kali kelahiran terdahulu beliau telah membunuh 100 ekor
burung dengan panah apinya, tetapi ketika induknya mau menolongnya induk itu
terkena api kematanya sehingga ia menjadi buta.
Bapak-bapak, ibu-ibu yang saya hormati,
Wedanta mengajarkan kebenaran tentang kelangsungan hidup sang roh pada saat
kematian dan kelahiran kembali sebagai bagian dari filosofis total dari sang
diri. Pengalaman keterlepasan roh dari badan fisik merupakan awal dari
kehidupan moral dan spiritual manusia, para wedantik mengandaikan dengan pelepasan selongsong kulit ular
yang berganti kulit baru. Dialam
material ini ada 2 jenis perbuatan yang pasti diikuti oleh aksi (pala), yaitu subha
karma (perbuatan baik) dan asubhakarma
(Perbuatan buruk). Kedua karma inilah yang menjadi karmawasana yang mengikat manusia untuk mengalami kesengsaraan,
kelahiran, dan kematian secara berulang-ulang (Reinkarnasi).
Selain itu reinkarnasi disebabkan oleh sancita
karma yaitu karma dahulu yang belum sempat dinikmati sehingga akan
dinikmati pada kelahiran berikutnya atau Reinkarnasi.
Dan setelah manusia itu menikmati pahala surga atau penderitaan neraka maka
dia akan dilahirkan kembali kedunia dalam bentuk swarga syuta dan neraka syuta. Didalam Sarrasamuccaya 21[2]
menjelaskan ciri-ciri : orang yang selalu berbuat baik, kelahiran dari surga
kelak menjadi orang yang rupawan, gunawan muliawan, hartawan dan berkekuasaan
sedangkan orang yang dilahirkan dari neraka dijelaskan dari Sarasamuccaya 48 menyatakan : perbuatan yang bodoh,
senantiasa tetap berlaku menyalahi dharma setelah dia lepas dari neraka dia akan dilahirkan menjadi binatang seperti : biri-biri,
kerbau kemudian dia meningkat menjadi orang yang hina, sengsara, dombang-ambingkan oleh kesedihan
dan kemurungan hati dan tidak akan mengalami kesenangan.
Di dalam
Padma Purana dijelaskan tentang 8.400.000 jenis kehidupan antara lain :
8 juta adalah jenis hewan dan tumbuhan serta 400 ribu jenis manusia.Dibawah manusia dibagi atas 2
tingkat kesadaran yaitu : kesadaran tertutup dan kesadaran mengkerut. Adapun
400 jenis kehidupan manusia digolongkan 3 tingkat kesadaran : kesadarn mulai kuncup,
kesadaran mulai mekar dan kesadaran mekar sepenuhnya.
C.
Berguru
kepada kehidupan
Umat Sedharma
yang berbahagia
Kehidupan manusia pada dasarnya adalah untuk mengenal dirinya sendiri,
karena seseorang yang mengenal dirinya sendirinya yang sejati berarti dia telah mengetahui hakekat Tuhan
yang sebenarnya. Jadi segala aktifitas didunia ini hanya dibersembahkan kepada
Tuhan, sehingga keterikatan akan pahala dari kerja itu berangsur-angsur akan lenyap.
Dikatakan oleh Sri Ramakrsna mengatakan bahwa kegiatan yang dilakukan didunia ini hanyalah angka
nol belaka yang tidak memiliki nilai apapun, akan tetapi jika didepan angka nol
itu diberi angka 1 maka, deretan angka nol itu mempuyai arti, apalagi jika
deretan angka nol itu ditambah terus maka akan membentuk nilai yang
sangat luar biasa. Hal ini berarti bahwa jika kita
bekerja didasari dengan kesadaran atman (disimbolkan dengan angka 1) maka kerja
kita sangat berarti dan mengangkat kesadaran manusia itu menuju kesadaran yang
tinggi, tetapi jika tidak didasari dengan kesadaran atman maka kerja kita hanya
sebuah kesia-siaan belaka.
Ibu pertiwi yang kita
sandari setiap hari mengajarkan kita tentang nilai-nilai nyata tentang hubungan
kerja dan hasil. Seperti halnya, jika kita menanam jagung pasti hasilnya juga
jagung dan kualitas dari jagung itu tergantung dari usaha kita untuk merawat
dan memilih benih yang bagus. Hal ini juga sama dalam kehidupan kita sebagai
manusia tidak akan lepas dari pengaruh hasil. Sebagian besar dari kita
menganggap bahwa ingin selalu mendapatkan hasil yang banyak tetapi tidak mau
berusaha dengan keras, namun justru bermalas-malasan. Akan tetapi, seseorang
yang ingin mendapatkan hasil yang baik
harus ada hal yang dibayar yaitu pengorbanan baik dengan pikiran maupun
material.
Umat sedharma yang
penuh karunia,
Belajar dari bumi yang
kita injak setiap hari seharusnya kita mulai merenung dan berbenah diri. Bumi
memberikan kebutuhan bagi manusia yang hidup diatasnya, namun terkadang manusia
dengan sifat serakahnya telah membalas kebaikan bumi dengan merusaknya. Jika
kita diberikan harta yang melimpah,
tetapi tidak dapat menggunakan harta itu untuk tujuan yang tepat pasti akan
selalu merasa kurang. Akan tetapi ada orang yang mempunyai harta yang cukup,
namun dapat digunakan untuk hal-hal yang bermanfaat. Hal ini seperti yang
dikatakan oleh Gandhi bahwa “Bumi ini mampu memberikan kesejahteraan kepada
semua mahluk, namun bumi ini tidak akan mampu mencukupi satu manusia yang
serakah”. Pernyataan Gandhi inilah yang sedang terjadi saat ini hanya satu
manusia yang serakah dunia ini hancur dengan mengeruk sumber daya alam
berlebihan, korupsi dan tindakan amoral
lainya. Berbicara lebih jauh bahwa saat ini sedikit orang yang berpikir
untuk kebaikan semua orang dan mensejahterakan masyarakat luas. Namun, terjadi
sebaliknya banyak orang yang berpikir hanya untuk dirinya sendiri dan
keluarganya untuk mengumpulkan kekayaan sebanyak-banyaknya seakan-akan akan
hidup selamanya di dunia ini.
Untuk itulah, saat ini
kita memulai dengan hal-hal yang sederhana dari merubah diri kita sendiri
terlebih dahulu, bahwa buah pikiran dan karya yang kita hasilkan suatu saat
nanti akan dirasakan oleh orang banyak. Janganlah berpikir hal-hal apakah yang kita dapatkan ketika
melakukan kerja di bumi ini, namun seberapa banyakkah hal yang sudah kita
dapatkan dari bumi yang kita huni sampai
saat ini.
Bapak ibu umat sedharma
yang berbahagia.
Kesimpulan
:
Dalam bertindak ala
bumi, semua ada hukumnya. Ia sesederhana menyentuh air basah, memegang api
terbakar. Ia yang di dalamnya kebencian akan mengundang kebencian di mana-mana
dan sebaliknya Ia yang di dalamnya cinta akan berjumpa cinta di mana-mana. Hal
inilah kita harus belajar pada bunga Padma, di air tetapi tidak basah, di
lumpur namun tidak kotor. Sebaliknya malah tumbuh dan mekar di lumpur. Mulai saat ini tunjukan kualitas dalam
bekerja nyata hal yang akan menjadi keinginan kita akan tercapai jika dilandasi
dengan ketulusan.
Umat sedharma yang
penuh kasih.
*) Ajakan : melalui dharma wacana ini saya mengajak umat
sedharma untuk memiliki sifat yaitu :
·
Jadilah
sifat seperti pohon. Merupakan lambang keuniversalan sehingga kita tidak perlu
untuk membeda-bedakan satu dengan yang lain, sehingga akan terwujud cinta
kasih.
Demikianlah
pesan dharma ini saya sampaikan, atas
perhatiannya saya ucapkan terima kasih.
Om
Santih, Santih, Santih
Om
Jakarta, Februari 2018
Penulis
Daftar Referensi :
Bhaktivedanta,
A.C. (1972). Bhagavad-gita As-It-Is. Singapore: Bhaktivedanta Book
Trust.
Mustika,
Made. (2002). Disfungsi pendidikan Hindu. Majalah Hindu Raditya. No 61
Agustus 2002.
Oka,
Gedong. (1992). Menyelaraskan pola pendidikan tradisional Hindu dengan dinamika
pembangunan. Surabaya : Team Pembina Kerohanian Hindu ITS
Puja
G, Sudharta Tjokordha Rai.2005. Manavadharmasastra (Veda Smerti). Surabaya:
Penerbit Paramita.
0 Response to "Berguru Kepada Kehidupan "
Post a Comment