ESKATOLOGI
HINDU: REKAM JEJAK KEHIDUPAN
Oleh:
Untung Suhardi
Pendahuluan
Perjalaan kehidupan manusia selalu
diwarnai dengan berbagai gejolak yang ada dan dalam menuai harapannya selalu
ada halangan dan rintangan. Kehidupan manusiapu tidak dapat lepas dari belenggu
kelahiran yang biasanya selalu diwarnai dengan kebahagiaan. Namun, sebaliknya
jika ada kematian banyak orang yang sedih dan merasa kehilangan atas kenangan
bersama orang tersebut. Gaya hidup yang dilakukan manusia sering membawa
kegelapan dalam jiwanya tentang tujuan hidup manusia itu sendiri. Hal yang
didapatkan dalam hidupanya mulai dari
kekayaan, kedudukan, harta, suami, istri, anak dan kesenangan lainnya membawa
orang sering terbuai dengan kemewahan dunia ini.
Kehidupan manusia dan seluruh
makhluk di alam semesta ini pasti akan mengalami kelahiran, kehidupan dan
kematian. Hal ini terjadi karena adanya karma dalam hidupnya yang menuntut
seseorang untuk menikmatinya. Hal yang paling esensi dialami manusia dalam
kehidupan ini adalah banyak orang yang menyadari bahwa kehidupan ini pasti akan
berakhir. Untuk itulah, segala yang dimiliki oleh orang tersebut akan menjadi
kenangan dan segala harta benda, sanak saudara hanya mampu mengahantarkan
sampai ke tempat kremasi atau pemakaman. Proses inilah yang dalam kehidupan ini
bagi kebanyakan orang tidak menyadarinya, mereka beranggapan bahwa akan hidup
selamnya dan hari tua, keberadaan orang yang dekat secara berlahan akan
meninggalkan kita. Kesadaran inilah yang dalam konteks keagamaan Hindu
mempunyai dampak yang sangat berarti tentang perjalanan kehidupan manusia
setelah kematiannya.
Menelusuri
Misteri Kehidupan
Dalam weda dikatakan segala masalah
dan musibah tidak pernah diciptakan Hyang Widhi, demikian juga dengan kelahiran
dan kematian, semua itu karena ulah manusia yang tidak bisa berdamai dengan
alam, dan manusia sendiri menerima kelahiran maka harus siap menerima kematian.
Jatasya hi druvo mrtyur
Ahruvam janma mrtasya ca
Tasmad apraiharye rthe
Na tvam socitum arhasi (BG. II-27)
Terjemahan:
Sesungguhnya setiap yang lahir, kematian adalah pasti,
demikian pula setiap yang mati kelahiran adalah pasti, dan ini tak terelakkan,
karena itu tak ada alasan engkau merasa menyeasal.
Kematian bukan akhir dari
kehidupan, dengan alasan demikian Hyang Widhi menganjurkan manusia tidak
menyesali kematian sebaliknya harus berani menghadapinya dan berupaya mencari
jalan pembebasan dari hukum kelahiran dan kematian tersebut (Punarbawa). Tujuan dari umat manusia
yang sebenarnya bukan ke Surya, Bumi, Neraka tapi Moksa bebas dari kelahiran
dan kematian, menyatu dengan Hyang Widhi, Amor
Ring Acintya. Kematian dalam agama Hindu dianalogikan sepertinya orang
mengganti pakaian yang lama artinya tidak layak digantikan dengan pakaian baru,
badan jasmani punya batas/masa waktu hidup badan-badan itu dengan sendirinya
akan rusak, dan sang jiwa akan pindah ke badan yang lain.
Vasamsi
jirnani yatha vihaya
Navani grhanait naro parani
Tatha sarirani vihaya jirnany
Anyani samyati navani dehi.
(BG II-22)
Terjemahan ;
Seperti halnya orang menanggalkan
pakain usang yang telah dipakai dan menggantikanya dengan yang baru.demikian
pula halnya jiwatman meninggalkan badan lamanya dan memasuki jasmani yang baru.
Kesenangan duniawi yang menyebabkan
orang betah dan ingin selalu berada dalam badan jasmaninya.saat kematian
datang orang jadi sedih dan takut,sedih karena meninggalkan
kebiasaan-kebiasaan yang telah dujalani bertahun-tahun terlebih-lebih kebiasaan
itu hal-hal yang menyenangkan. Maka peru kita sadari betul bahwa sang diri ini
bukan hanya sekedar badan,ada jiwa yang perlu mendapat pencerahan dengan
pengetahuan rohani.
Wedanta mengajarkan kebenaran tentang kelangsungan hidup sang roh pada saat
kematian dan kelahiran kembali sebagai bagian dari filosofis total dari sang
diri. Pengalaman keterlepasan roh dari badan fisik merupakan awal dari
kehidupan moral dan spiritual manusia, para wedantik mengandaikan dengan pelepasan selongsong kulit ular yang berganti kulit baru. Dialam material ini ada 2 jenis perbuatan yang pasti diikuti oleh aksi (pala),
yaitu subha
karma (perbuatan baik) dan asubhakarma (Perbuatan
buruk). Kedua karma inilah yang menjadi karmawasana yang
mengikat manusia untuk mengalami kesengsaraan, kelahiran, dan kematian secara
berulang-ulang (Reinkarnasi).
Selain itu reinkarnasi disebabkan oleh sancita karma yaitu
karma dahulu yang belum sempat dinikmati sehingga akan dinikmati pada kelahiran
berikutnya atau Reinkarnasi.
Dan setelah manusia itu menikmati pahala surga atau penderitaan neraka maka
dia akan dilahirkan kembali kedunia dalam bentuk swarga syuta dan
neraka syuta. Didalam Sarrasamuccaya 21 menjelaskan ciri-ciri :
orang yang selalu berbuat baik, kelahiran dari surga kelak menjadi orang yang
rupawan, gunawan muliawan, hartawan dan berkekuasaan sedangkan orang yang
dilahirkan dari neraka dijelaskan dari Sarasamuccaya 48 menyatakan : perbuatan yang
bodoh, senantiasa tetap berlaku menyalahi dharma setelah dia lepas dari neraka
dia akan dilahirkan menjadi binatang seperti : biri-biri, kerbau kemudian dia
meningkat menjadi orang yang hina, sengsara, dombang-ambingkan oleh
kesedihan dan kemurungan hati dan tidak akan mengalami kesenangan.
Di dalam Padma Purana dijelaskan tentang 8.400.000 jenis kehidupan antara lain : 8 juta adalah jenis hewan dan tumbuhan serta 400 ribu jenis manusia.Dibawah manusia dibagi atas 2 tingkat
kesadaran yaitu : kesadaran tertutup dan kesadaran mengkerut. Adapun 400 jenis
kehidupan manusia digolongkan 3 tingkat kesadaran : kesadarn
mulai kuncup, kesadaran mulai mekar dan kesadaran mekar sepenuhnya.
Memaknai kehidupan
Kehidupan manusia pada dasarnya adalah untuk mengenal dirinya sendiri,
karena seseorang yang mengenal dirinya sendirinya yang sejati berarti
dia telah mengetahui hakekat Tuhan yang sebenarnya. Jadi segala aktifitas
didunia ini hanya dibersembahkan kepada Tuhan, sehingga keterikatan akan pahala
dari kerja itu berangsur-angsur akan lenyap. Dikatakan oleh Sri Ramakrsna
mengatakan bahwa kegiatan yang dilakukan didunia ini hanyalah angka nol belaka
yang tidak memiliki nilai apapun, akan tetapi jika didepan angka nol itu diberi
angka 1 maka, deretan angka nol itu mempuyai arti, apalagi jika deretan angka
nol itu ditambah terus maka akan membentuk nilai yang sangat luar biasa.
Hal ini berarti bahwa jika kita bekerja didasari dengan kesadaran atman
(disimbolkan dengan angka 1) maka kerja kita sangat berarti dan mengangkat
kesadaran manusia itu menuju kesadaran yang tinggi, tetapi jika tidak didasari
dengan kesadaran atman maka kerja kita hanya sebuah kesia-siaan belaka.
Ibu pertiwi yang kita sandari
setiap hari mengajarkan kita tentang nilai-nilai nyata tentang hubungan kerja
dan hasil. Seperti halnya, jika kita menanam jagung pasti hasilnya juga jagung
dan kualitas dari jagung itu tergantung dari usaha kita untuk merawat dan
memilih benih yang bagus. Hal ini juga sama dalam kehidupan kita sebagai
manusia tidak akan lepas dari pengaruh hasil. Sebagian besar dari kita
menganggap bahwa ingin selalu mendapatkan hasil yang banyak tetapi tidak mau
berusaha dengan keras, namun justru bermalas-malasan. Akan tetapi, seseorang
yang ingin mendapatkan hasil yang baik harus ada hal yang dibayar
yaitu pengorbanan baik dengan pikiran maupun material.
Belajar dari bumi yang kita
injak setiap hari seharusnya kita mulai merenung dan berbenah diri. Bumi
memberikan kebutuhan bagi manusia yang hidup diatasnya, namun terkadang manusia
dengan sifat serakahnya telah membalas kebaikan bumi dengan merusaknya. Jika
kita diberikan harta yang melimpah, tetapi tidak dapat menggunakan
harta itu untuk tujuan yang tepat pasti akan selalu merasa kurang. Akan tetapi
ada orang yang mempunyai harta yang cukup, namun dapat digunakan untuk hal-hal
yang bermanfaat. Hal ini seperti yang dikatakan oleh Gandhi bahwa “Bumi ini
mampu memberikan kesejahteraan kepada semua mahluk, namun bumi ini tidak akan
mampu mencukupi satu manusia yang serakah”. Pernyataan Gandhi inilah yang
sedang terjadi saat ini hanya satu manusia yang serakah dunia ini hancur dengan
mengeruk sumber daya alam berlebihan, korupsi dan tindakan amoral lainya.
Berbicara lebih jauh bahwa saat ini sedikit orang yang berpikir untuk kebaikan
semua orang dan mensejahterakan masyarakat luas. Namun, terjadi sebaliknya
banyak orang yang berpikir hanya untuk dirinya sendiri dan keluarganya untuk
mengumpulkan kekayaan sebanyak-banyaknya seakan-akan akan hidup selamanya di
dunia ini.
Untuk itulah, saat ini kita
memulai dengan hal-hal yang sederhana dari merubah diri kita sendiri terlebih
dahulu, bahwa buah pikiran dan karya yang kita hasilkan suatu saat nanti akan
dirasakan oleh orang banyak. Janganlah berpikir hal-hal apakah yang
kita dapatkan ketika melakukan kerja di bumi ini, namun seberapa banyakkah hal
yang sudah kita dapatkan dari bumi yang kita huni sampai saat ini. Kesadaran
manusia ini adalah untuk memberikan kontribusi pada dunia tentang nilai kemanusiaan yang ada di dunia ini dan
harus menyadari bahwa kehidupan makhluk di dunia ini hanyalah sementara, namun
dalam sementara ini harus dipergunakan sebaik-baiknya.
0 Response to "Jejak Kehidupan"
Post a Comment