Keutamaan Manusia


KEUTAMAAN MANUSIA SEBAGAI MAKHLUK MULIA
Oleh:
Untung Suhardi



A.      Keutamaan Manusia menurut sastra Weda
Dalam Hindu, tujuan hidup manusia terdapat dalam Catur Purusartha. Yang terdiri dari 4 bagian yaitu : Dharma, Artha, Kama Moksa. Dharma merupakan ajaran kebenaran, sebagai pandangan hidup, tuntunan hidup manusia. Artha yaitu kekayaan yang berupa materi. Kama merupakan keinginan dan Moksa yaitu bersatunya sang diri atau jiwatman dengan yang lebih tinggi atau Paramaatman. Dalam pustaka suci Hindu telah disebutkan bahwa menjelma menjadi manusia merupakan suatu keberuntungan dan hal yang utama. Dengan manas atau pikiran yang dimiliki, maka manusia dapat menolong dirinya sendiri dari keadaan samsara dengan jalan berkarma yang baik. Kesadaran akan mampu meluruskan pikiran yang selalu hanya mementingkan kehidupan duniawi. Dalam Sàrsamuccaya 8 disebutkan ; Menjelma menjadi manusia itu, sebentar sifatnya, tidak berbeda dengan kerdipan petir, sungguh sulit (didapat), karenanya pergunakanlah penjelmaan itu untuk melaksanakan dharma yang menyebabkan musnahnya penderitaan. Sorgalah pahalanya (Kajeng, 2003: 34).

Kehidupan manusia dilandasi dengan hati nurani yang selalu mendapat bimbingan dari yang maha kuasa agar selalu mengusahakan perbuatan baik. Akan tetapi tidak selamanya dorongan hati ini dilakukan oleh manusia hal ini misalnya terjadi sekarang? dengan melihat bangsa Indonesia sekarang ini, kita merasa sangat prihatin, yaitu tentang adanya kejadian-kejadian yang akhir ini menerpa bangsa ini yang meliputi segala aspek kehidupan. Sehingga dalam menjalani hidup ini selalu dihantui dengan keresahan, kegelisahan serta suasana yang tidak menentu. Dari kenyataan ini apakah penyebanya ? semua ini penyebabnya adalah adanya keinginan (nafsu) yang tidak terbatas, kemarahan, serakah, kebingungan, kemabukan dan irihati yang selalu menyelimuti dalam diri kita.
Hal ini dijelaskan dalam Bhavavadgita 16.21 bahwa : tri vidham narakasyedam dvaram nasanam atmanah Terjemahan : Ada tiga pintu gerbang menuju neraka ; hawa nafsu, amarah dan lobha yang menyebabkan roh merosot. Hal yang kemudian terjadi adalah munculnya perbuatan yang lebih kejam lagi dalam bentuk membakar milik orang  lain, memfitnah, meracuni orang lain,  bahkan sampai dengan membunuh.  



B.        Ratnakara dan Puncak  Pengabdiannya
Perbuatan amoral ini dapat dicontohkan cerita seorang tokoh besar Rsi Walmiki  yang menulis Ramayana yang dahulunya bernama Ratnakara.
Diceritakan pada zaman Tretayuga, tersebutlah seorang pemburu, penjahat ulung dan perampok yang sangat kejam bernama Ratnakara, walaupun sebenarnya ia adalah putra seorang Rsi yang bernama Rsi Pracethasa, lalu kenapa ia menjadi seorang perampok, bahkan tak segan-segan membunuh korbannya? Nampaknya faktor lingkungan pada waktu beliau masih kecil sangat mempengaruhinya, ia mempunyai pergaulan dan dibesarkan di lingkungan hitam yaitu pada keluarga pemburu binatang.
Pada waktu Ratnakara masih kecil ia termasuk anak yang lincah dan cerdas suatu hari dia bermain-main ke luar pertapaan ayahnya di tepi sungai Gangga India, suatu ketika ia bermain cukup jauh, saking asyiknya ia bermain tambah jauh dari ashram, sampailah akhirnya, ia tidak tahu lagi jalan untuk pulang ke ashram (tempat tinggalnya). Ketika matahari sudah hampir terbenam ia sadar dan ingat sama orang tuanya, ia lalu menjadi bingung dan panik, ia lalu menangis menjerit sejadi-jadinya sambil memanggil sang ayah dan ibunya, lalu suara tangisnya itu didengar oleh seorang pemburu di tengah hutan. Pemburu itulah kemudian membesarkan serta mengangkatnya sebagai anak. Ratnakara kecil pun tumbuh dewasa dan menjadi seorang pemburu binatang dalam hutan, mengikuti jejak ayah angkatnya itu.
Setelah dewasa dan berumah tangga ia punya istri dan punya anak cukup banyak, maka dengan hasil buruan saja sering tidak dapat mencukupi hidupnya sekeluarga, maka Ratnakara pun terpaksa menjadi perampok, ia merampok siapa saja yang ditemuinya, demikianlah perjalanan hidupnya dan hari ke hari di dalam hutan.
Suatu ketika Rsi Narada berjalan-jalan keluar ashram dan sudah menjadi kebiasaan Sang Rsi bilamana berjalan-jalan ia selalu melantunkan kidung (nyanyian) puja-puji Rama, nama Rama dan sifat-sifat keagungannya diucapkan berulang-ulang tiada henti, berkat bhakti (cinta kasih yang tulus) beliau. maka kekuatan Rama sebagai avathara (penjelmaan) Visnu selalu melindungi perjalanan Sang Rsi Narada. Beberapa saat (beberapa menit) ia agak mengantuk dan kurang konsentrasi dalam menyanyikan (menyebut) nama Rama …..Rama... Rama....Rama karena kantuknya sampai terbalik menjadi Mara .... Mara sehingga artinyapun menjadi jauh berbeda. Mara dalam bahasa sansekerta artinya adalah bahaya. Betul saja tak lama kemudian munculah bahaya, Ratnakara datang menghadangnya, namun Rsi Narada tidak begitu terkejut melihat sosok Ratnakara yang siap merampoknya, saat itu kebetulan Rsi Narada hanyalah membawa Wina (sejenis alat musik) maka diambillah Wina itu oleh Ratnakara.
Setelah Rsi Narada menyadari akan kekeliruannya dalam mengucapkan nama Rama ia pun memperbaiki kidungnya dengan penuh konsentrasi disertai rasa bhakti yang tulus dan mengulang-ulang kembali menyebut nama Rama dalam hati saja (manasa) tanpa terdengar oleh Ratnakara. Kekuatan kidung suci itu benar-benar menggetarkan Atman yang bersemayam pada diri Ratnakara. Akhirnya Ratnakara tersadar akan dosa-dosanya yang pernah ia perbuat, ia lalu merunduk sebagai tanda hormat. Sejak itu pula Ratnakara menyesali segala perbuatannya seperti merampok, membunuh yang pernah dilakukannya. Ia pun menjatuhkan dirinya ke kaki Rsi Narada sebagai ungkapan permintaan maaf yang tulus dari seorang murid (bhakta) kepada guru (acharya), ia lalu menyerahkan diri untuk menjadi muridnya, Sang Rsi Narada pun menerimanya dengan penuh cinta kasih, selanjutnya ia diberikan pelajaran yoga dan pemula hingga yang paling tinggi tingkatannya. Setelah yoganya mantap ia lalu melakukan tapa brata selama bertahun-tahun, saking tekunnya ia melakukan tapa, ia tidak bergeming sedikitpun ketika ribuan semut mengerumuni tubuhnya, bahkan sampai semut-semut itu membuat sarang, hingga menutupi sekujur tubuhnya sampai tidak kelihatan lagi badannya.

Tak lama kemudian Ratnakara didiksa atau diwisuda (dwijati) dengan upacara sederhana sekali (nistaning nista) untuk menjadi seorang Rsi, oleh Rsi Narada kemudian Ratnakara diberi nama baru (gelar) Rsi Walmiki sebagai nama dwijati. Kata “Walmiki” sebenarnya berasal dari kata “Walmika” yang dalam bahasa sansekerta berarti rumah semut, ia diberi nama dwijati Walmiki karena dianggap terlahir dari rumah semut pada waktu ia menjalankan tapa brata. Rsi Walmiki inilah oleh Dewa Brahma dianugrahi kekuatan spiritual yang hébat untuk dapat melihat dan mengetahui dengan jelas seluruh peristiwa dan kehidupan Sri Rama sebagai penjelmaan dari Dewa Wisnu, dan sejak Sri Rama lahir sebagai putra Prabu Dasaratha, Raja Ayodhya hingga kembali ke Waikunta loka sebagai Visnu.
Umat sedharma yang berbahagia,
Cerita yang disajikan ini dapat menjadi pemahaman kita bersama bahwa kebiasaan buruk dan sifat keraksasaan yang ada dalam diri kita dapat untuk dihilangkan secara berlahan. Hal yang harus dilakukana adalah dengan melakukan pengendalian diri serta berlatih yoga untuk mengetahui hakekat diri sebagai manusia yang penuh dengan keutamaan.



C.       Memaknai Keutamaan Manusia di Era Globalisasi
Vedanta menjelaskan bahwa ada 8,4 juta jenis kehidupan, terdiri 8 juta jenis hewan dan tumbuhan dan 400 ribu adalah jenis manusia yang mempunyai kesadaran kuncup, mekar dan mekar sempurna, sehingga kesadaran manusia ini mempunyai potensi yang sama untuk mengembangkannya sampai dengan tidak terbatas untuk mengetahui kebenaran pengetahuan kerohanian. Itulah sebabnya bentuk kehidupan manusia adalah berntuk tertinggi untuk mengenal kehidupan materi dan spiritual.
Manusia secara harfiah, berasal dari kata manu yang artinya mahluk yang berpikir. Jadi manusia merupakan mahluk yang telah dibekali salah satu kelebihan dibandingkan mahluk lainnya. Dalam Hindu terdapat konsep Tri Pramana, yang terdiri dari Bayu, Sabda , Idep. Tumbuhan hanya memiliki bayu atau tenaga untuk tumbuh, sedangkan binatang memiliki bayu dan sabda dimana binatang memiliki tenaga untuk bertumbuh, berkembang dan mengeluarkan suara, sedangkan manusia memiliki ketiganya. Pikiran hanya dimiliki oleh manusia yang telah dibekali sejak dilahirkan. Dengan memiliki pikiran maka diharapkan manusia mempunyai wiweka mampu membedakan mana yang baik dan buruk. Pikiran dipakai berpikir terlebih dahulu sebelum melakukan tindakan. Manusia juga dengan pikirannya diharapkan mengetahui asal, tujuan dan tugas serta kewajibannya. Dengan mengetahui hal ini maka pola hidup serta cara pandangnya terhadap kehidupan akan mampu mengilhami setiap tindakannya sehingga tetap berada pada jalur yang benar, sesuai etika dan ajaran-ajaran dharma yang telah diungkapkan dalam ajaran agama. Namun manusia juga termasuk makhluk yang lemah, karena tidak seperti binatang yang lahir begitu saja langsung bisa berdiri, terbang, berjalan tanpa memerlukan bantuan dari yang lain. Maka hendaknya ini dipahami terlebih dahulu untuk mengetahui dan dapat memisahkan esensi dari raga ini yang terpisah dengan atman yang sejati.
Fenomena yang sangat nampak sekali dalam perkembangan abad ke-21 ini adalah kemajuan digital.  Banyak sekali dampak yang terjadi dalam lingkup kehidupan baik konteks budaya, agama, Bahasa, politik yang mengarah pada kehidupan spiritualitas sekuler. Dampak inilah yang menganggap bahwa adanya konsep cyberspace, seperti adanya kelengkapan computer, game online, online shop. Obsesi inilah yang melahirkan paham bahwa manusia merasa mampu menguasai dunia dan merealisasikan fantasinya tanpa batas (Piliang, 2006, p. 512). Keadaan inilah yang menggiring orang pada ideology kapitalisme global yang justru menggiring manusia pada rasa ketidakpuasan yang tidak akan pernah berakhir, sehingga jauh dari spiritual sejati. Berita terbaru saat ini (detik.com, Desember 2018 dalam jurnal earth and science) dilansir bahwa Cina dan Rusia sedang membangun proyek satelit bulan buatan yang diprediksi 8 kali lebih terang dari bulan aslinya, kemudian menciptakan cuaca buatan bahkan logam mulia dari tembaga menjadi emas.    

Merujuk pada hal inilah hal yang harus dilakukan adalah ikutilah perubahan karena perubahan adalah inti dari kehidupan, tentunya perubahan kearah kebaikan yang mampu menjadikan diri kita dan masyarakat luas lebih harmonis. Harus disadari bahwa sebanyak apapun teman kita, harta kita, tingginya pendidikan, jabatan yang akan meneruskan perjalanan selanjutnya adalah sang roh yang ada dalam badan kasar ini (Sivananda, 2003, p. 291). Kita tidak boleh terlalu bangga dengan kedudukan kita sekarang, dalam falsafat jawa dikatakan pangkat wenang minggat lan banda bakal lungo (harta dan kekayaan pasti akan pergi), akan tetapi gunakanlah kehidupan ini sebaik mungkin karena dilahirkan menjadi makhluk berbadan manusia adalah sesuatu yang sangat sulit dalam Sarasamuccaya diibarakan seperti kilat yang ada di langit. Hal ini berarti keberadaannya sangat sulit dan harus dimanfaatkan dengan sebaik mungkin.
Kehidupan manusia di era globalisasi saat ini penuh dengan tantangan yang sangat luar biasa. Hal yang harus dilakukan adalah membentengi diri kita dengan cara mendekatkan diri kepada Tuhan dengan melakukan trisandhya, berjapa, dan mengusahakan perbuatan baik. Pada kehidupan ini pula kita tidak dapat memisahkan antara hal yang material kemudian kita melupakan spiritual namun keduanya harus seiring. Oleh karena itulah, ini kewajiban kita sebagai manusia harus mampu mengenal diri kita sendiri karena upaya mengenal diri kita sendiri itulah hal yang sangat sulit. Namun disisi lain kesempatan menjadi manusia adalah suatu hal yang sangat istimewa karena dibekali dengan pikiran yang mampu membawa manusia kearah kesadaran yang sempurna.



D.      Kesimpulan
Berdasarkan uraian ini bahwa perbuatan amoral baik itu memfirnah, membakar milik orang lain, bahkan sampai membunuh orang lain adalah hal yang tidak dibenarkan dalam ajaran agama Hindu. Perbuatan amoral ini berasal dari keinginan, kemarahan dan keserakahan pada diri manusia yang belum mengenal dirinya sebagai makhluk utama. Upaya yang harus dilakukan adalah dengan pengendalian diri, yoga, belajar tentang sastra suci dan bergaul dengan orang berbudi mulia.
Seseorang yang telah memaknai keutaamaan manusia ini maka, dia telah menguasai ilmu Sastra Jendra Hayuningrat Pangruwating Diyu, berarti ia harus pula mengenal asal usul manusia dan dunia seisinya. Selain itu, ia juga harus dapat menguraikan tentang sejatining urip (sejatinya hidup), sejatining Panembah (sejatinya pengabdian kepada Tuhan Yang Maha Esa), sampurnaning pati (kesempurnaan dalam kematian).

Daftar Bacaan

Kajeng, I. N. (2003). Sarasamuccaya. Surabaya: Paramita.
Koentjaraningrat. (2002). Pengantar Antropologi Budaya. Jakarta: Rineka Cipta.
Piliang, Y. A. (2006). Dunia yang Dilipat: Tamasya Melampaui Batas-Batas Kebudayaan. (A. dan K. Adlin, Ed.) (II). Yogyakarta: Jalasutra.
Sivananda, S. S. (2003). Intisari Ajaran Hindu (I). Surabaya: Paramita.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Keutamaan Manusia"

Post a Comment