BERTINDAK SEPERTI BUMI DAN MEMANDANG SEPERTI LANGIT
Oleh:
Untung Suhardi
Manusia selalu dihadapkan pada seperangkat kebutuhan yang sangat banyak sekali dan tidak jarang juga dia mengeluh dan mencari jalan pintas. Disisi lain manusia juga tidak jarang yang melihat manusia yang lain lebih rendah lantaran hanya berpatokan kepada harta yang dimilikinya. Selain itu, ada juga yang mendekatkan dirinya pada seseorang hanya demi harta bahkan tidak jarang menggadaikan dirinya hanya demi harta dan jabatan. Keadaan inilah yang dihadapi dalam kehidupan ini karena manusia selalu dilingkupi oleh prahara diri untuk selalu hidup mewah dan bahkan ingin dianggap mempunyai segalanya. Lebih lanjut tidak hanya prahara yang menerpa dirinya akan tetapi menerpa kehidupan keluarganya yang selalu menempatkan harta sebagai posisi yang pertama. Akan tetapi, lebih dari itu ada aspek yang sering tertinggal yaitu kesederhanaan diri akan sesuatu yang telah didapatkan. Ketika seseorang hanya menempatkan harta pada posisi yang pertama maka, nilai kemuliaan dari ketulusan ini tidaklah mungkin akan muncul pada diri orang tersebut.
Fenomena diri inilah yang diibaratkan munculnya matahari yang pasti akan kembali ketika waktu senja. Inilah yang yang dapat dipelajari dalam kehidupan ini bahwa banyak alam mengajarkan kepada kita bahwa bumi akan menghasilkan apapaun yang disemaikan oleh manusia, dan langitpun akan memberikan cakrawala yang luas untuk memberikan pengayoman kepada bumi ini. Hal ini dapat kita maknai bahwa nilai ketulusan akan muncul dalam diri seseorang ketika dia mampu menempatkan kesederhanaan dalam dirinya yang tidak akan menempatkan kemewahan pada posisi yang pertama.
Manusia diera globalisasi saat ini masih banyak yang menilai dengan ukuran harta, pertanyaannya sekarang adalah apakah hanya harta selalu mendatangkan kebahagiaan?. Pertanyaan retoris inilah yang terkadang muncul dalam diri kita, apalagi dalam situasi yang serba sulit saat ini dengan berbagai dinamikanya. Dalam situasi inilah terkadang kita berpikir saya ingin harta yang banyak untuk beli rumah, mobil, barang mewah dan lain sebagainya. Namun, ini hanyalah keinginan belaka yang membawa seseorang pada rasa untuk menghayal dan malas bekerja yang diibaratkan hanyalah "menunggu durian runtuh". Tentunya hal ini adalah sikap yang harus sedera disadarkan oleh diri kita sendiri, karena sebaik-baiknya seseorang adalah ketika dia mampu untuk menasehati dirinya sendiri.
Khayalan seperti ini tentunya membahwa seseorang pada kehancuran diri dan tidak ada semangat untuk hidup, namun sekarang harus bangkit dan bekerjalah sesuai dengan profesi serta keahlianmu. Hal ini dilakukan lantaran bekerja adalah lebih baik dari pada hanya sekedar mengharapkan saja, apalagi hanya menginginkan harta banyak, hidup mewah dan hidup dalam kebahagiaan semu. Mulai dari sekarang bangkitlah dan tengoklah indahnya laut yang tetap tenang walapun banyak gelombang yang besar selalu menerpanya. marilah bangkit dan sadar bahwa tidak mungkin hidup kita hanya berhayal namun tidak ada langkah nyatanya.
Bertindak secara nyata jauh lebih baik dari pada hanya berpangku tangan dan berhayal, oleh karena itu kebahagiaan seseorang tidak hanya dinilai dari harta yang kita miliki namun sejauh mana kita bertindak untuk kehidupan. Bagaikan bumi yang selalu menghasilkan dengan buah ketulusan manusia yang dengan pengabdian dan rasa pengorbanannya untuk keharmonisan kehidupan ini. Selain itu kita juga harus memandang seperti langit karena apapun yang ada dihadapan kita, dengan siapapun kita dipertemukan itulah peristiwa alam yang harus kita lalui. Manusia sebagai penentu kehidupan untuk dirinya sendiri dan memilih untuk kehidupannya sendiri, namun demikian alam juga memberikan pengaruh yang sangat besar kepada kita. Hidup adalah perjuangan dan upaya yang tidak ada hentinya untuk menjadikan diri kita pribadi yang lebih baik lagi.
USD
02092020
0 Response to "Harta dan Ketulusan"
Post a Comment