JIWA DAN PIKIRAN
Oleh:
KS.
Arsana
Untung
Suhardi
Manusia adalah mahluk ciptaan Tuhan Yang Maha
Esa yang paling sempurna dan mulia. Manusia dari sejak lahir sudah membawa
bakat, sifat, watak, dan kemampuannya masing-masing. Manusia adalah
perpaduan aspek rohani/spiritual dan materi. Aspek rohani/spiritualnya adalah
Jiwa, sedangkan aspek materinya terdiri dari vasana,
sebuah kata Sanskerta yang berarti sifat bawaan seseorang. Vasana bermanifestasi ke dalam tiga lapisan tubuh atau raga manusia. Perpaduan aspek rohani/spiritual berupa Jiwa dan materi
berupa tiga lapisan tubuh diuraikan di bawah ini.
Jiwa atau Atman (bahasa Sanskerta) atau soul
(bahasa Inggris) adalah kekuatan yang memberi kehidupan pada raga, yang berada di dalam setiap
makhluk hidup termasuk manusia. Jiwa adalah percikan Brahman, Tuhan Yang Maha Esa. Tubuh atau raga adalah kendaraan yang dipakai jiwa untuk menerima
stimulus, merespon, merasa, mengasihi, mencari identitas diri, dan berbagai
ekspresi kejiwaan. Tubuh atau raga manusia terdiri atas tiga lapisan badan yaitu:
1.
badan kasar (sthula sarira, tubuh fisik),
2.
badan halus (suksma sarira, pikiran), dan
3.
badan kausal (antakarana sarira, intelek, akal budi).
Badan Halus atau Pikiran
disebut juga Emotional Personality.
Pikiran (mind) terdiri atas perasaan,
emosi, keinginan, dan dorongan nafsu. Jiwa menghidupi pikiran (mind) untuk merasakan kenikmatan,
senang, sedih, cinta-kasih, benci, takut, puas, kesabaran, keterikatan, marah,
cemburu, dan sebagainya; yaitu aspek-aspek emosi.
Sedangkan Badan Kausal/Penyebab
disebut juga Spiritual Personality
adalah Akal Budi (Budhi, Intellect).
Akal budi dihidupi oleh jiwa dengan tujuan digunakan untuk berpikir, memahami,
menalar, menilai, dan memutuskan. Fungsinya untuk memandu dan mengarahkan
pikiran (mind) dan mengarahkan tubuh
(body). Menurut Parthasarathy, ada
dua jenis intelek, yaitu gross-intellect
yang berfungsi untuk berpikir disebut Intellectual
Personality dan subtle-intellect
yang berfungsi untuk melakukan kontemplasi dan disebut Spiritual Personality. Intelek kasar (gross-intellect) berfungsi untuk berpikir, memahami, mencari alasan, menjadi hakim,
dan memutuskan. Intelek halus (subtle-intellect) berfungsi untuk menghubungkan Jiwa (Atman) dengan Tuhan (Brahman).
Dalam pustaka suci Bhagawad Gita, Tuhan bersabda: “Bagi ia yang telah mampu mengendalikan
pikiran, pikiran adalah teman terbaik; namun bagi orang yang gagal
mengendalikannya, pikirannya akan tetap menjadi musuh terbesar.” (Bhagawad Gita 6.6)
Dalam konteks ini, maka pikiran dapat menjadi teman terbaik atau musuh terjahat manusia. Jadi, menurut agama Hindu, teman terbaik kita adalah pikiran kita yang terkendali, sedangkan musuh terjahat kita adalah pikiran yang tidak terkendali. Orang lain bukanlah musuh, tapi saudara. Bagaimana caranya menjadikan pikiran agar menjadi teman terbaik kita? Karena pikiran seperti monyet liar, maka memperlakukan pikiran pun seperti kita memperlakukan monyet liar. Menaklukkan monyet liar tidak boleh dengan cara diikat, terlebih lagi dikerangkeng, karena akan menjadikannya tambah liar. Cara terbaik untuk menaklukkan monyet liar adalah dengan memberinya makan kesukaannya, berupa buah-buahan seperti pisang, apel, dsb. Cara mengendalikan pikiran yang terbaik adalah dengan memberinya “makanan paling bergizi” bagi pikiran, yaitu mantra, pengetahuan kebijaksanaan, dan meditasi.
Mantra
adalah instrumen yang memandu pikiran untuk dia tenang, memandu pikiran untuk
berdamai dengan dirinya sendiri. Mantra akan memberi vibrasi positif ke dalam
diri orang yang melantunkan mantra sekaligus memberi vibrasi positif ke alam
sementa. Beberapa contoh mantra, misalnya Gayatri Mantra, Om Namah Shivaya,
Hare Krishna, Saraswati Mantra, dsb (narasumber dapat melantunkan beberapa
mantra sebagai penutup). Pengetahuan kebijaksanaan menjadikan pikiran mampu
mengendalikan ego yang ada di dalam dirinya sendiri.
Meditasi
merupakan sarana untuk menghidupkan akal budi (intelek), yang merupakan tubuh
ke-tiga manusia, Spiritual
Personality.
Mengingat fungsi akal budi (intelek) adalah untuk memandu dan mengarahkan
pikiran (mind) dan mengarahkan tubuh
(body), maka dengan meditasi akan
hiduplah akal budi (intelek) dan terkendalilah pikiran. Jadi,
untuk menjadikan pikiran sebagai teman terbaik kita, kita perlu rajin memberi
pikiran dengan pengetahuan kebijaksanaan, sering melantunkan mantra, dan secara
rutin melakukan meditasi.
Daftar Bacaan:
§
Parthasarathy, A. 2010. The
Fall of the Human Intellect. Mumbai: Vakil & Sons Pvt. Ltd.
§
Parthasarathy, A. 2010. Governing
Business & Relationship. Mumbai: Vakil & Sons Pvt. Ltd.
0 Response to "Jiwa dan Pikiran "
Post a Comment