YOGA DI ERA POST MODERN


DINAMIKA DAN PERKEMBANGAN YOGA DI ERA POST MODERN
Oleh:
Kadek Hemamamalini
Untung Suhardi


Latar Belakang
Posmodernisme membawa perubahan peradaban masyarakat  ke dalam ranah yang dinamis. Setiap aspek dalam kehidupan masyarakat yang menjadi serba cepat, praktis dan canggih membawa suatu dampak krusial terhadap peradaban masyarakat.  Globalisasi dan teknologi menjadi barometer peradaban masyarakat. Segala sesuatunya diukur berdasarkan perolehan materi dan kemakmuran sehingga tanpa bisa dipungkiri masyarakat sekarang adalah masyarakat modern yang lebih dikenal dengan masyarakat hedonis. Masyarakat posmo adalah masyarakat yang mengusung pentingnya pencitraan diri untuk menunjukkan eksistensi dirinya dalam lingkungan sekitarnya. Seperti apa yang diuraikan oleh Chaney, kamu bergaya maka kamu ada, itulah moto yang dipegang masyarakat dewasa ini yang tentunya beraliansi dengan segala sesuatu yang sedang tren dewasa ini.  

 Seperti halnya dengan praktek  yoga, yoga  menjadi suatu budaya populer tidak hanya di Indonesia tetapi juga hampir di seluruh dunia. Terlebih setelah ditetapkannya tanggal 21 Juni sebagai Hari Yoga Sedunia yang artinya yoga sudah bukan menjadi milik dan dipraktekkan oleh satu keyakinan atau satu agama saja tetapi juga sudah menjadi suatu praktek yang dilakukan oleh masyarakat seluruh dunia. Praktek-praktek yoga menjadi jamak dilihat dalam sebuah komunitas dan juga klub-klub kebugaran di daerah perkotaan. Yoga menjadi suatu budaya baru bagi masyarakat perkotaan yang diyakini mampu menjadi solusi permasalahan hidup dalam hal mendapatkan keseimbangan dalam pemenuhan kebutuhan fisik dan batin.
Namun dalam perkembangannya, yoga sebagai budaya populer mengalami suatu perubahan yang dipengaruhi oleh berbagai aspek dalam budaya posmodern masyarakat urban. Yoga sudah menjadi gaya hidup yang telah menghasilkan estetikasi kehidupan kota. Menilik dari makna awal pemahaman yoga yang sesungguhnya merupakan suatu bentuk ajaran kelepasan  bagi umat Hindu, kemudian mengalami perkembangan menjadi suatu budaya populer bagi masyarakat urban di daerah perkotaan.
  
Konstruktivisme Yoga dalam Masyarakat Urban sebagai Budaya Populer
            Masyarakat urban merupakan masyarakat yang tinggal di perkotaan., yang mana pada level tertentu setiap kota di dunia ini merupakan kota pascamodern (Barker dalam Selo, 2006:319).  Aspek pascamodern yang paling kentara dalam argumen Soja mengacu pada munculnya bentuk baru kontrol sosial atau cara regulasi yang dibangun oleh imajinasi perkotaan yang mengalami transformasi sebagai suatu epistemologi baru dimana hubungan antara citra dengan realitas semakin kabur atau bahkan terdekontruksi. Contoh paling kentara adalah semakin pentingnya hiperreal atau simulacrum. Menyebarnya hal-hal hippereal ke dalam kehidupan sehari-hari disebabkan oleh beberapa faktor yang mana selain dikarenakan realitas virtual, budaya pop pada masyarakat urban menjadi pemicunya. 


Modernisme membawa perubahan peradaban manusia  ke dalam ranah yang dinamis. Setiap aspek dalam kehidupan masyarakat yang menjadi serba cepat, praktis dan canggih membawa suatu dampak krusial terhadap peradaban masyarakat. Masyarakat urban memiliki tendensi kekacauan badan dan pikiran yang lebih tinggi, bagaimana tidak dengan kehidupan perkotaan yang serba cepat, dan mobilitas tinggi, lalu lintas yang padat, beban kerja yang berat membawa tekanan terus menerus pada masyarakatnya. Yoga hadir sebagai suatu solusi dari dampak permasalahan-permasalahan tersebut. Implikasi yang bersifat fisik dan batin akibat gaya hidup masyarakat kota yang serba cepat seperti kelelahan, sakit pinggang akibat terlalu banyak duduk, sakit kepala karena beban kerja yang tinggi sampai pada emosi yang tak terkontrol dapat ditanggulangi melalui praktek yoga. 
Yoga sebagai suatu ajaran Hindu dimaknai sebagai suatu cara yang membawa manfaat bagi manusia dalam mencapai kesehatan fisik dan ketenangan batin yang menjadi tujuan masyarakat urban. Sebagai contoh yaitu Hatha Yoga yang merupakan cabang dari yoga yang menitikberatkan pada penguasaan tubuh dan nafas melalui penyeimbangan  dua kutub energi pada manusia yaitu yang dan yin, masculine dan feminine, lingga dan yoni. Keseimbangan dua kutub ini mutlak membutuhkan penguasaan akan tubuh fisik yang diperoleh melalui praktek Asanas (olah tubuh), mudra (gesture), kriya (pembersihan), bandha (kuncian) dan pranayama (olah nafas) (Sugata, 2016:17).


Ajaran yoga yang bertujuan untuk mengontrol tubuh fisik dan batin melalui pemusatan pikiran membawa ranah baru dalam hal pemaknaan hidup bagi masyarakat urban. Sesungguhnya persoalan besar manusia bukanlah masalah-masalah ekonomi, politik atau tekhnologi, tetapi justru  pertanyaan yang ada di kedalaman hati manusia itu sendiri, yaitu bagaimana mengerti keberadaan manusia yang terbatas ini, tentang tujuan hidup dan nilai hidup, serta cara untuk mendapatkannya. Seringkali ketidakbahagiaan muncul bukan karena kurangnya pemenuhan fisik tetapi lebih karena ketidakmampuan untuk mengelola pikirannya.
Masyarakat dewasa ini semakin bijak untuk tidak seterusnya terlena memprioritaskan pemenuhan fisik secara berlebihan. Diperlukan suatu keseimbangan antara pemenuhan fisik dan batin agar mendapatkan kebahagiaan. Untuk mencapai kebahagiaan maka diperlukan ketenangan pikiran, pikiran yang tidak dikelola dengan baik menyebabkan orang menderita, singkatnya pikiran sebagai penentu apakah orang menjadi menderita ataukah bahagia.
Inilah yang menurut Stuart Hall bahwa yoga membawa proses perubahan konsep ideologi yang abstrak dalam bentuk konkrit. Ajaran Patanjali tentang kehidupan melalui parktek yoga membawa perubahan cara pandang masyarakat urban dalam memaknai dan menjalani kehidupan. Yoga dimaknai dan diterima sebagai suatu representasi akan tujuan hidup dan keselarasan hidup manusia dalam komunitasnya. Seperti misalnya tahapan Asana dalam Astangga Yoga, asana merupakan postur yang nyaman ,dilakukan dengan perlahan, meditatif dan disertai pernafasan dalam. Asana dirancang untuk menguatkan setiap bagian tubuh serta memudahkan seseorang untuk mengelola pikiran dan perasaan serta aspek aspek spiritual. 

 Somvir menyebutkan bahwa beberapa asana dirancang untuk menghormati alam semesta yang telah dianggap membantu aktivitas manusia, yaitu menamai asana dengan namanama bagian dari alam semesta seperti seperti gunung (tadasana), pohon (vrksasana), gerakan penghormatan terhadap matahari (suryanamaskar), gomukhasan (wajah sapi), gajakarni (gajah), sarpasana (ular), ayam (kukutasana), adho mukha svanasana (anjing), (Somvir, 2008:25). Dengan mempraktekkan suatu postur asanas saja membantu terhadap pemaknaan manusia akan alam semesta. Bahwa manusia diingatkan akan kekuatan alam, bahwa manusia tidak ada apa-apanya tanpa dukungan alam, melalui postur-postur dalam asanas pula manusia diarahkan untuk menghargai dan mencintai mahluk hidup lainnya di alam.
Postur-postur asanas membawa suatu pemaknaan melalui sebuah gerak yang menurut Hall sebagai suatu proses penting dalam terciptanya sebuah budaya. Postur-postur yoga ini sebagai suatu media berkomunikasi dalam merepresentasikan pikirannya melalui gerak. Seperti gerakan-gerakan dalam yoga Surya Namaskar sebagai contoh pemaknaan penghormatan terhadap dewa matahari. Postur-postur lain dalam asanas ini pun membawa makna tersendiri dan disertai dengan manfaat yang menyertainya. Pemaknaan ajaran yoga yang kemudian diapresiasi dengan baik oleh masyarakat menurut Hall menjadikan yoga sebagai sebuah budaya yang tidak terbendung perkembangannya. Pemahaman akan manfaat praktek yoga menjadikan yoga sebagai suatu budaya baru di kalangan masyarakat urban yang berkembang pesat.  Yoga sebagai sebuah budaya baru mampu menjawab keinginan dan harapan dari masyarakat ini. Yoga diyakini sebagai suatu paket lengkap, disamping dapat menjaga kesehatan fisik juga memberikan ketenangan batin yang menjadi pencarian masyarakat urban dewasa ini. 

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "YOGA DI ERA POST MODERN"

Post a Comment