Untung Suhardi, S.Pd.H
Di awal masa kolonial, Jawa memegang peranan utama sebagai daerah penghasil beras. Pulau-pulau penghasil rempah-rempah, misalnya kepulauan Banda, secara teratur mendatangkan beras dari Jawa untuk mencukupi kebutuhan hidup mereka.. Inggris sempat menaklukkan Jawa pada tahun 1811. Jawa kemudian menjadi bagian dari Kerajaan Britania Raya, dengan Sir Stamford Raffles sebagai Gubernur Jenderalnya. Pada tahun 1814, Inggris mengembalikan Jawa kepada Belanda sebagaimana ketentuan pada Traktat Paris[1]. Dataran Tinggi Dieng (Dieng Plateau) terletak 55 km di sebelah Timur Laut kota Banjarnegara dan 26 km sebelah Utara kota Wonosobo. Sebuah kawasan wisata seluas 8.359 Ha, yang merupakan perpaduan antara keindahan alam dan cagar budaya peninggalan leluhur di sekitar abad VII. Suatu saat gunung tersebut meletus denga dahsyatnya, melemparkan badan puncaknya ke daerah sekelilingnya yang kini membentuk bukit-bukit besar maupun kecil, seperti rangkaian perbukitan Gunung Perahu (2.565 m), Jurang Grawah (2.450 m), Gunung Kendil (2.326 m), serta perbukitan lain, diantaranya Gunung Pakuwojo, Bismo Pangonan dan Sipendu dengan ketinggian antara 2.245 m – 2.395 m. Perbukitan kecil (sekunder) yang merupakan potongan atau irisan badan puncak gunung yang terlempar, antara lain membentuk Gunung Naga Sari, Pangamun-amun, Gajah Mungkur serta perbukitan dengan ketimggian antara 1.630 m – 2.154 m.
Download : Click
[1]
Marwati Poesponegoro & Nugroho
Notosusanto. 1990. Sejarah Nasional Indonesia Jilid II. Jakarta: Balai
Pustaka
0 Response to "Hindu Dieng : Pemertahanan dan Identitas Budaya"
Post a Comment