(Tinjauan Filsafat Kebahagiaan Menurut Epikuros Dan Catur Purusaartha )
Oleh:
Abstract
This paper uses a descriptive
reasoning using the fenomenalogis approach. The core things that want to
delivered through this writing is to understand the perspective of thought from
Greece who in this occasion featured prominent acquainted with happiness and
Epicurus Hindus about four objectives of human life embodied in catur purusaartha.The essential
problem of the discussion of this is human beings have unlimited desires which
demands everything catered for including using a variety of means to the
unfulfilled desires. The results from this paper brings the understanding that
happiness is born and bhatin to reach moksatam jagadita Ya ca iti dharma. Human
understanding carried by Epicurus and understand thinking caturPurusha arta to be used as a
guideline in this life to achieve happiness in the happiness of either skala or niskala.
Keywords: Epikuros, caturpurusaartha,
happiness and the purpose of life
A.
Pendahuluan
Kehidupan
manusia selalu diwarnai dengan segala kebutuhan baik itu kebutuhan dasar maupun
kebutuhan sampingan yang dalam istilah ekonomi adalah kebutuhan primer dan
sekunder. Pada kehidupan ini manusia selalu dibenturkan yang harus dipenuhinya
mengingat bahwa segala keinginan manusia yang banyak maka manusia dikatakan
sebagai makhluk yang tidak pernah terpuaskan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
Meminjam istilah ekomomi adalah makhluk dengan keinginan tidak terbatas,
untuk itulah perlu adanya pemahaman yang
seimbang antara faktor pemenuh kebutuhan dengan kebutuhan itu sendiri agar
skala prioritas bisa terpenuhi dengan baik. Selain kebutuhan, manusia juga
dihadapkan dengan kenyataan hidup yang tidak seindah yang telah direncanakan
seperti, kematian, penyakit, kesulitan hidup, pelaksanaan ritual yang berlebih
serta hal lainnya.
Perkembangan
ini dikaitkan dengan permasalahan yang ada dengan kehidupan ini yang
menjalankan kehadiran pemenuhan kebutuhan. Disamping itu bahwamanusia sekarang
lebih mengutamakan harta yang dalam cara mendapatkannya harus didasarkan pada
dharma. Namun, dengan perkembangan tekhnologi yang sangat pesat orang sering
menyalahartikan bahwa kebutuhan yang
paling penting adalah kebutuhan dasar yaitu kebutuhan fisik. Dalam hal ini
ditambahkan oleh pemikiran Abraham Maslow[1]
bahwa Kebutuhan inilah yang dalam kehidupan manusia ini mengalami dinamika yang
terus bergolak. Pada setiap perkembangan manusia pasti selalu dipengaruhi oleh
faktor lingkungan dan keluarganya, sehingga banyak diliputi tentang adanya
ambisi yang ada kalanya menimbulkan keinginan yang berlebihan serta sering
menyepelekan orang lain. Oleh karena itulah, manusia diharapakn mampu untuk memahami
kenyataan agar mampu mengembangkan kenyataan dan kemampuannya[2].
Untuk itu kemampuan yang diusahakan akan
mendorong seseorang untuk mengusahakan tentang hal yang menjadi keinginannya.
Melanjutkan
dari pembahasan ini bahwa hierarki Maslow (Pintrich, 2002) menunjukan susunan
kebutuhan manusia yang berawal dari dasar sampai dengan kebutuhan tertinggi[3].
Abraham Maslow menambahkan pemikirannya bahwa semua kebutuhan itu akan bisa
dipenuhi ketika manusia mempunyai motivasi untuk mempertahankan hidup dan ingin
maju dalam kehidupan. Pada awal kehidupan bahwa manusia mempunyai kebutuhan
dasar untuk fisiknya seperti, makan, minum, kebutuhan seks. Kemudian ketika
berkembang lagi dengan kebutuhan rasa aman, kebutuhan rasa cinta dan rasa
memiliki dan yang paling tinggi adalah kebutuhan aktualisasi diri yaitu bisa
menunjukan keberadaan dirinya pada orang lain dan dalam hal ini manusia sudah
memiliki rasa yang sangat erat dengan penghargaan yang diberikan oleh orang
lain kepada kita atas segala hal yang dimiliki untuk menunjukan adanya skill yang kita miliki.
Melanjutkan
pembahasan ini bahwa kebutuhan ternyata membawa manusia pada tangga
kebahagiaan. Pada uraian ini saya membahas tentang pemikiran kebahagiaan
menurut filsafat barat epikuros dan pemikiran Hindu yang dalam hal ini adalah
pemikiran catur purusaartha. Pokok pemikiran epikuros mengusung pemikiran bahwa
dalam hidup ini kita harus mempunyai dua tujuan yaitu menciptakan kebahagiaan
dengan menciptakan hidup yang sederhana serta puas seadanya, kedua menggunakan
pemikiran untuk menghilangkan ketakutan tentang hal-hal yang tidak perlu dan
itu adalah hal yang pasti terjadi, seperti kematian, ancaman dewa-dewi[4].
Dalam hal ini dapat ditarik benang merah bahwa pemikiran Epikuros tentang
kebahagiaan adalah kesenangan yang harus didapatkan adalah kesenangan atau
kebahagiaan yang sederhana yang mencakup kebahagiaan secara lahir dan batin.
Selain,
pemikiran yang telah dikemukakan oleh Epikuros yang telah ada pada 342 SM yang
pokok pemikirannya telah ada pada masa itu dan pada saat ini juga masih menjadi
acuan pada abad milenium sekarang ini.
dalam hal ini penulis juga mencoba
menghadirkan sosok pemikiran yang sangat familiar dengan tokoh Yunani tentang
filsafat beliau adalah Aristoteles yang ada jauh sebelum Epikuros yaitu pada
384 SM[5].
Pada kesempatan ini saya menggali dari filsafat kebahagiaan menurut dua
pemikira tersebut yang dalam hal ini titik tolak pemikiran Epikuros berawal
pada kebahagiaan yang menitikberatkan pada kebahagiaan batin sedangkan
kebahagiaan menurut Aristoteles adalah berujuang pada kebahagiaan yang
mengembangkan akal budi dan kemampuan sosial dalam kehidupan[6].
Mengkritisi hal ini saya sebagai penulis pada tulisan ini akan menggabungkan
dengan filsafat pemikiran Hindu yaitu catur purusa artha yang lebih dahulu
secara kronologi waktu lebih dulu yang menurut Tilaksastri kebudayaan Veda itu ada sejak 15.000 SM[7].
Selain itu, saya menganggap bahwa filsafat pemikiran yang dibawa oleh
Aristoteles telah dikembangkan oleh Epikuros karena pada esensi pemikirannya
bahwa Epikuros membawa pokok bangunan filsafat tentang ketenangan batin yang
dalam hal ini justru ada didalam diri manusia bukan ada diluar dari manusia itu
sendiri. Jadi, pemikiran kebahagiaan Epikuros sangatlah jauh lebih komplek dari pada pemikiran
Aristoteles. Untuk itulah dalam kesempatan ini penulis membahas tentang
filsafat pemikiran Epikuros.
Selanjutnya
pada pemikiran Hindu tentang empat tujuan hidup manusia atau catur purusaartha
sebagai landasan moral dalam kehidupan. Empat tujuan ini adalah dalam
mendapatkan harta atau kebahagiaan harus dengan kebanaran (dharma), artha (harta), kama (keinginan) dan pembebasan (moksa)[8].
Pedoman inilah yang nantinya dijadikan bekal dalam kehidupan ini dalam memasuki
tangga kehidupan mulai dari masa belajar, berumah tanggga, pensiunan dan
mengasingkan dari kehidupan duniawi. Pada pelaksanaan kehidupan ini bekal yang
paling besar untuk kehidupan setelahnya mampu dalam kehidupan ini adalah dharma
(kebenaran) mengingat bahwa jaman yang penuh dengan persaingan menuntut kinerja
dan daya saing yang tinggi. Oleh karena
itulah, bekal tentang ilmu agama sangat penting untuk diperdalam dan
disebarluaskan di masyarakat. Keseimbangan antara ilmu pengetahuan dan agama
sangatlah penting karena keduanya saling melengkapi satu dengan yang lainnya.
Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Albert Einstein[9]
mengatakan bahwa ilmu tanpa agama buta dan agama tanpa ilmu adalah lumpuh. Keadaan
ini menunjukan bahwa perkembangan IPTEK harus dibarengi dengan ilmu agama yang
ada pada setiap individu.
Pembahasan
ini penulis ketengahkan adalah karena menurut penulis sangat penting karena ada
pengembangan wawasan yang tidak hanya terjadi dalam pemikiran Hindu saja. Akan
tetapi, penulis mencoba membuat elaborasi antara pemikiran barat dan timur.
Tentunya hal ini sangat perlu untuk dikembangkan yang dalam hal ini tidak hanya
kita tahu dari dalam saja, tetap diluar tidak pernah kita ketahuinya. Jika
pepatah mengatakan bahwa “bagaikan katak dalam tempurung”, oleh karena itulah
mudah-mudahan melalui tulisan ini saya mengajak untuk menjadi pioner yang mampu
menggerakan lokomotif Hindu yang saya kira untuk saat ini sudah banyak
penumpangnya tetapi mesin penggeraknya sangat lemah.
B.
Rumusan
Masalah
Pada
pembahasan ini saya akan membahas tentang pokok pemikiran kebahagiaan menurut
catur purusa artha dan pemikiran epikuros adapun hal pokok yang akan dibahas
pada tulisan ini adalah :
1.
Bagaimanakah tujuan hidup menurut
epikuros ?
2.
Bagaimanakah tujuan hidup menurut
catur purusaartha ?
3.
Bagaimanakah korelasi pemikiran
epikuros dan catur purusaartha ?
C.
Tujuan
Penulisan
Adapun
tujuan dari penulisan ini adalah :
1.
Untuk mengetahui tujuan hidup
dalam pemikiran filsafat epikuros
2.
Untuk mengetahui tujuan kehidupan
menurut catur purusa artha
3.
Untuk mengetahui hubungan
pemikiran epkuros dan catur purusa artha dalam kehidupan.
D.
Manfaat
Penulisan
Penulisan
ini sebenarnya mempunyai arti yang sangat penting baik dalam segi teoritis
maupun praktis. Tujuan teoritis adalah untuk menambah khasanah dalam pemikiran
modern yang tidak hanya tahu didalam tetapi harus tahu secara menyeluruh.
Tujuan praktis adalah untuk menambah pemahaman yang bersifat komprehensif untuk
kehidupan baik masyarakat dan pendidikan yang penuh dengan dinamika. Sehingga
tulisan ini memberikan andil dalam kehidupan yang tidak hanya tulisan saja
tetapi jauh dari itu mampu untuk memberi pemahaman yang bersifat komplek tentang
tujuan hidup dalam dunia yang bersifat sementara ini.
E.
Metoda
Penulisan
Pada
tulisan ini saya mencoba untuk menggali informasi dengan pendekatan kepustakaan
yang diuraikan dengan deksriptif kualitatif yang dalam mendapatkan data
kebanyakan bersumber dari data skunder yang berasal dari kitab suci dan artikel
yang relevan. Dan data primernya menggunakan wawancara sambil lalu yang
ditujukan pada informan yang berkompeten pada bidangnya, seperti cendikiawan,
tokoh agama dan umat pada umumnya. Hal ini saya gunakan karena untuk khasanah
keilmuan filsafat kebanyakan menggunakan kualitatif deskriptif yang didalamnya
banyak mengungkkap kebenaran yang bersifat mengakar dan bersifat pengetahuan
yang dibenarkan secara universal[10].
F.
Filsafat
Kebahagiaan Menurut Epikuros
Meski lahir di pulau Aegean, Samos, Epikuros (341-271
SM) adalah anak dari seorang Athenian, dan ia juga adalah seorang warga
Athenian, di mana wilayah ini lalu menjadi tempat bagi tumbuhnya aliran
pemikirannya. Tetapi ketika di Samos, ia banyak belajar dengan para Platonis,
Pamphilus, dan banyak sekali momen-momen filosofisnya yang merupakan reaksi
terhadap Platonisme[11].
Epikuros menjalani kehidupan yang sangat keras dan menunjukkan keuletan serta
ketabahan dalam menghadapi penyakit yang dideritanya. Ia juga seorang pribadi
yang halus, luhur, sederhana, baik hati dan mempunyai paham persahabatannya
yang mendalam. Epikuros juga dikenal sebagai penulis yang produktif, namun
sayang, sedikit sekali tulisan-tulisannya yang dapat diselamatkan dan jauh dari
fragmen-fragmen. Terdapat 3 surat dan maksim-maksim termasuk di dalam biografi
Diogenes Laertius yang mengungkapkan pemikiran-pemikiran Epikuros[12].
Bangunan filsafat Epikuros dapat dilihat sebagai sistem yang utuh dan
saling berkaitan yang mencakup: tujuan hidup manusia (kebahagiaan yang datang
dari ketiadaan rasa sakit fisik dan gangguan pada pikiran, teori pengetahuan
empiris (sensasi indrawi dan persepsi pada kenikmatan dan rasa sakit adalah
kriteria mutlak), deskripsi alam yang didasarkan pada materialisme
atomistis, dan pandangan naturalistik tentang evolusi dari formasi dunia sampai
timbul manusia dan masyarakatnya. Penting untuk diperhatikan bahwa keseluruhan
struktur filsafat Epikuros dirancang jalin menjalin untuk mendukung tujuan etis
prinsipilnya yakni kebahagiaan. Inti ajaran etika Epikuros adalah bahwa
kebahagiaan hidup adalah kenikmatan, yang dipandang sebagai satu-satunya yang
baik. Kenikmatan didefinisikan sebagai keadaan negatif yakni tiadanya rasa
sakit dan kegelisahan hidup. Kenikmatan mencakup kenikmatan indrawi namun
kenikmatan yang tertinggi adalah ketenangan jiwa.
Hal yang lain juga dijelaskan oleh Aristoteles yang menjelaskan kehidupan
ini dengan harta, nama besar dan kenikmatan. Untuk mendapatkan harta dan nama
besar menurut Aristoteles merupakan kebahagiaan yang bersifat sementara.
Kemudian untuk kenikmatan berarti bisa mengembangkan potensi yang ada dalam
dirinya[13]
dengan mendayagunakan akal budi dan mampu berinteraksi dengan lingkungan sosial[14].
Jadi, dalam kesempatan ini pemikiran
tentang kebahagiaan yang dibawa oleh filsuf besar Yunani yang dalam hal ini
membawa pengaruh besar pada masa sekarang. Tanggapan yang bisa saya kemukakan
disini adalah pemikiran Epikuros lebih menitik beratkan kepada kebahagiaan
secara batin karena dianggap bisa memuaskan jiwa sebagai kebahagiaan yang
tertinggi dan pemikiran Aristoteles lebih menitikberatkan kepada kebahagiaan
secara akal budi dan sosial.
G.
Filsafat
Kebahagiaan Menurut Catur Purusaartha
Cara
pandang agama Hindu dalam melihat keanekaragaman didalamnya sangatlah fleksibel
karena Hindu sangat terbuka dengan semua aliran
atau sekte dalam Hindu. Hal yang sama juga ketika Hindu menempatkan
etika tentang tujuan hidup manusia di dunia ini. adapaun tujuan hidup yang
sering kita dengar adalah slogan “Moksatam
jagadhita ya ca iti dharma” yang berarti kebahagiaan secara jasmani dan
kedamaian secara rohani. Jika dilihat secara etimologi bahwa kata catur purusa
artha berarti empat tujuan hidup manusia[15]. Hal
yang dimaksud adalah dharma, artha, kama dan moksa. Demikian juga dijelaskan
dalam Brahma Purana, 228 : 45 bahwa dharmaarthakamamoksanam sariram sadhanam
artinya : Tubuh adalah alat untuk mendapatkan dharma, artha, kama dan moksa[16].
Pembahasan
tentang dharma bahwa Dharma sebagai dasar utama mempunyai
pengertian yang sangat luas. Dharma dapat diartikan sebagai mematuhi semua
ajaran-ajaran Agama terlihat dari pikiran, perkataan dan perbuatan sehari-hari.
Dharma juga dapat diartikan sebagai memenuhi kewajiban sesuai dengan profesi
atau pekerjaan dan tanggung jawab masing-masing. Misalnya dalam Manawa
Dharmasastra Buku III (Tritiyo dhyayah)
diatur tentang kewajiban seorang suami dan kewajiban seorang istri dalam
membina rumah tangga, dimana antara lain dinyatakan bahwa seorang suami
berkewajiban mencari nafkah bagi kehidupan keluarganya,sedangkan seorang istri
berkewajib mengatur rumah tangga seperti merawat anak, suami, menyiapkan
upacara, dll. Dalam kaitan implementasi profesi dan tanggungjawab (responsibility), sering digunakan
istilah "swadharma"[17],
sehingga swadharma setiap manusia berbeda-beda menurut tugas pokoknya. Misalnya
swadharma seorang dokter adalah merawat pasien sebaik-baiknya agar sembuh,
swadharma seorang cleaning service
adalah menjaga kebersihan dan kerapian ruangan dan lainya. Jadi melaksanakan
dharma itulah yang utama. Setelah melaksanakan dharma dengan baik maka Hyang
Widhi akan melimpahkan berkatnya berupa Arta.
Dalam ajaran agama Hindu yang terdapat dalam Catur Parusanta dijelaskan
bahwa tujuan dari kehidupan adalah bagaimana untuk menegakkan Dharma, setiap
tindakan harus berdasarkan kebenaran tidak ada dharma yang lebih tinggi dari
kebenaran. Dalam Bagawad Gita[18] disebutkan
bahwa Dharma dan Kebenaran adalah nafas kehidupan. Krisna dalam wejangannya
kepada Arjuna mengatakan bahwa dimana ada Dharma, disana ada Kebajikan dan
Kesucian, dimana Kewajiban dan Kebenaran dipatuhi disana ada kemenangan. Orang
yang melindungi dharma akan dilindungi oleh dharma maka selalu tempuhlah
kehidupan yang suci dan terhormat. Dalam zaman edan[19] saat
ini semua orang mengabaikan kebenaran, orang sudah menghalalkan segala cara
untuk mencapai tujuan, krisis moral sudah merajalela dimana-mana, kebenaran dan
keadilan sudah langka, orang sudah tidak mengenal budaya malu, semua
perbuatannya dianggap sudah benar dan normal.
Sebenarnya Dharma tidak pernah berubah, Dharma telah ada pada zaman
dahulu, zaman sekarang dan zaman yang akan datang, ada sepanjang zaman tetapi
setiap zaman mempunyai karateristik lain dalam melakukan latihan kerohanian
(spiritual)[20].
Untuk Kerta Yuga latihan kerohanian yang baik adalah melakukan Meditasi, untuk
Treta Yuga latihan kerohanian yang baik adalah dengan melakukan Yadnya atau kurban,
untuk Dwapara latihan kerohanian yang baik adalah dengan melakukan Yoga yaitu
upacara pemujaan dan untuk Kali Yuga latihan kerohanian yang baik adalah dengan
melakukan Nama Smarana yaitu
mengulang ngulang atau menyebut nama Tuhan yang suci. Adapun penjelasan dari
masing-masing bagian caturpurusaartha dijelaskan pada uraian selanjutnya.
Arta adalah sesuatu yang bernilai materiil yang dapat digunakan untuk
memenuhi kebutuhan hidup manusia secara phisik. Arta dapat diperoleh secara
langsung maupun tidak langsung. Arta yang diperoleh secara langsung misalnya
seseorang yang swadharmanya sebagai petani pemelihara lembu maka ia akan
menikmati susu lembu itu. Arta yang diperoleh secara tidak langsung misalnya
seorang Ayah yang tekun mendidik anaknya sejak kecil dengan baik sehingga
dikemudian hari anaknya menjadi tokoh yang kaya dan terhormat, maka anaknya
dapat merawat khidupan ayahnya dimasa tua dengan baik dan berkecukupan. Arta
yang cukup dapat digunakan untuk memenuhi Kama.
Kama artinya kebutuhan hidup berupa pangan, sandang, perumahan, sosial,
spiritual, kesehatan, dan pendidikan. Makin banyak arta yang diperoleh maka
manusia makin leluasa memenuhi kama. Apabila dharma, arta dan kama sudah
dicukupi dengan baik maka tercapailah kehidupan yang bahagia lahir dan bathin
yang lazim disebut sebagai "Moksartham
Jagadhitaya caiti dharmah" Pakar psycholog barat seperti Sperman dan
Reven (1939) menamakan kehidupan seperti itu "Living Healthy" dimana unsur-unsur : Spiritual, Emotional,
Intelektual, Phisical dan Social, dipelihara dan terpenuhi dengan baik.
Bagaimanakah jika urut-urutan Catur Purushaarta itu ditukar balik, misalnya
mendahulukan arta dari dharma ? Dalam keadaan ini manusia akan menempuhsegala
cara untuk memperoleh arta, artinya tidak lagi berdasarkan ajaran Agama.
Misalnya memperoleh harta dengan cara mencuri, menipu, merampok, korupsi, dll.
Arta yang diperoleh dengan cara ini (adharma) tidak akan kekal dan akan
menyengsarakan hidup dikemudian hari. Kesengsaraan itu bermacam-macam berbentuk
"skala" dan "niskala"
Yang berbentuk skala misalnya seorang perampok yang tertangkap akhirnya
masuk penjara. Kesengsaraan niskala, misalnya seorang koruptor karena
kepandaiannya berkomplot dan berkuasa, mungkin saja ia terhindar dari hukuman
duniawi, tetapi kelak roh-nya akan mengalami penderitaan karena menerima
hukuman Tuhan (Hyang Widhi), atau paling tidak bathinnya tidak tenang, karena
merasa berdosa.
Moksa
berasal dari bahasa sansekreta dari akar kata "MUC" yang artinya
bebas atau membebaskan. Moksa dapat juga disebut dengan Mukti artinya mencapai
kebebasan jiwatman atau kebahagian rohani yang langgeng. Jagaditha dapat juga
disebut dengan Bukti artinya membina kebahagiaan, kemakmuran kehidupan
masyarakat dan negara. Jadi Moksa adalah suatu kepercayaan adanya kebebasan
yaitu bersatunya antara atman dengan brahman. Kalau orang sudah mengalami moksa
dia akan bebas dari ikatan keduniawian, bebas dari hukum karma dan bebas dari
penjelmaan kembali (reinkarnasi) dan akan mengalami Sat, Cit, Ananda (kebenaran, kesadaran, kebahagian).
Dalam kehidupan kita saat ini juga dapat untuk mencapai moksa yang
disebut dengan Jiwan Mukti (Moksa
semasih hidup), bukan berarti moksa hanya dapat dicapai dan dirasakan setelah
meninggal dunia, dalam kehidupan sekarangpun kita dapat merasakan moksa yaitu
kebebesan asal persyaratan moksa dilakukan, jadi kita mencapai moksa tidak
menunggu waktu sampai meninggal. Untuk memperoleh pengetahuan suci, dan
menghayati Yang Widhi Wasa dalam keberagaman dinyatakan dalam doa Upanishad
yang termasyur : Asatoma Satgamaya,
Tamasoma Jyothir Gamaya, Mrityorma Amritan Gamaya yang artinya, Tuntunanlah
kami dari yang palsu ke yang sejati, tuntunlah kami dari yang gelap ke yang
terang, tuntunlah kami dari kematian ke kekekalan.
Setiap kita melakukan kegiatan, kita biasakan untuk memohon tuntunan
kehadapan Yang Widhi Wasa agar kita selamat dan selalu dilindungi. Pekerjaan
apapun kita lakukan, apabila kita bekerja demi Tuhan dan dipersembahkan
kehadapan Yang Widhi Wasa, maka pekerjaan tersebut mempunyai nilai yang sangat
tinggi. Dengan menghubungkan pekerjaan tersebut dengan Yang Widhi Wasa, maka ia
menjadi suci dan mempunyai kemampuan dan nilai yang tinggi.
Tujuan dari kehidupan kita adalah agar atman terbebas dari triguna[21] dan
menyatu dengan Para atman. Didalam Weda disebut yaitu Moksartham Jaga Dhitaya Ca Iti Dharmah yang artinya adalah tujuan
agama (Dharma) kita adalah untuk mencapai moksa (moksa artham) dan kesejahteraan
umat manusia (jagadhita). Adapun ciri-ciri orang yang telah mencapai jiwatman
mukti adalah, selalu mendapat ketenangan lahir maupun bathin, tidak terpengaruh
dengan suasana suka maupun duka, tidak terikat dengan keduniawian, tidak
mementingkan diri sendiri dan selalu mementingkan orang lain (masyarakat
banyak).
Untuk
mencapai moksa juga mempunyai tingkatan tergantung dari karma (perbuatannya)
selama hidupnya apakah sudah sesuai dengan ajaran-ajaran agama Hindu. Tingkatan
seseorang yang telah mencapai moksa dapat dikatagorikan sebagai berikut.
1. Apabila seorang yang
sudah mencapai kebebasan rohani dengan meninggalkan mayat disebut Moksa.
2. Apabila seorang yang
sudah mencapai kebebasan rohani dengan tidak meninggalkan mayat tetapi
meninggalkan bekas misalnya abu, tulang disebut Adi Moksa.
3. Apabila seorang yang
telah mencapi kebebasan rohani yang tidak meninggalkan mayat serta tidak
membekas disebut Parana Moksa.
Menyimak dari
urian diatas bahwa kebahagiaan yang dijelaskan dalam konsep catur purusa artha
adalah kebagaiaan yang berdasarkan atas kebenaran (dharma).Kebahagiaan
seseorang dalam kehidupan ini tidak hanya dinilai berdsarkan atas keberadaan
finansial yang dia miliki tetapi jauh dari itu bahwa kebahagiaan seseorang
terletak dalam melakukan pelayanan terhadap sesamanya. Selain itu, kebahagiaan
dalam konsep ini menunjukan tentang kedamaian yang didapatkan ketika didapatkan
dengan kebenaran, harta yang kita dapatkan berdasarkan kebenaran untuk kemudian
harta itu dipergunakan untuk hal-hal yang bermanfaat untuk diri sendiri dan
orang lain serta lingkungan sekitarnya.
Melanjutkan pembicaraan
diatas bahwa kebenaran jika dilukiskan bersifat abstrak karena dalam hal ini
sangat bergantung dengan ruang dan waktu serta kondisi pada suatu kejadian. Hal
yang paling sederhana adalah jika ada orang yang ketahuan mencuri padahal hasil
curiannya adalah untuk orang miskin yang tidak mampu. Kemudian ada orang yang
ingin menangkapnya maka jika kita berbicara pada konteks kebenaran secara hukum
positif hendaknya orang tersebut harus diberitahukan serta kemudian
dipenjarakan. Akan tetapi, jika kebenaran itu dilihat secara konteks sosial
bahwa orang tersebut mencuri adalah untuk memberi makan orang miskin maka kita
harus melindunginya untuk kemudian harus diberikan nasehat bahwa mencuri adalah
perbuatan dilarang oleh hukum dan larangan dari ajaran agama. Hal lain yang
dicontohkan lagi adalah ketika terjadi perang antara Rama dengan Ravana. Pada
cerita epos Ramayana[22] ini
bahwa sesungguhnya tokoh Ravana pada pemikiran Rama adalah salah karena telah
menculik Sita sebagai istri yang sah. Namun, ketika Ravana sebagai penguasa
kerajaan Alengka bagi rakyatnya adalah raja yang bijaksana karena telah
memberikan kesejahteraan dan kemakmuran kepada para rakyat dan pemerintahan
Alengka.
Pemahaman kebenaran yang dimaksudkan untuk mendapatkan
kebahagiaan sebenarnya memerlukan pemikiran yang mengacu pada kebenaran umum
yang tidak memihak pada kepentingan indvidu atau golongan. Oleh karena itu,
kebenaran pada kontek dharma adalah kebenaran yang bertujuan kepada kesadaran
untuk meyakini bahwa kebahagiaan yang tertinggi adalah sebagai pelayan Tuhan
dan seluruh makhluk.
H.
Korelasi
pemikiran kebahagiaan Epikuros dan Catur Purusaartha
Pemikiran
yang dihadirkan dalam panggung filsafat tidak selalu membicarakan tentang hal
yang bersifat abstrak. Namun, dengan kehadiran filsafat banyak hal yang harus
kita gali kembali tentang hal-hal umum yang dikultuskan menjadi sebuah
kebenaran karena sudah mentradisi pada suatu masyarakat tertentu.
Hal ini juga berlaku pada pemahaman dalam filsafat timur dan filsafat barat,
kebanyakan orang menilai bahwa filsafat barat hanya membahas hal-hal yang
bersifat nyata dan sulit untuk menerima hal yang bersifat abstrak karena
meyakini bahwa kebenaran itu harus bisa dibuktikan dengan sesuatu yang bersifat
empiris. Ada juga orang yang mengatakan bahwa keberadaan filsafat barat sejak
jaman dahulu sebebarnya sudah berkiblat ketimur, sehingga dalam rantai
pemahamannya mempunyai saling keterkaitan satu dengan yang lain.
Keterkaitan
ini menurut para pemikir filsafat Sir BE. Seal[23]bahwa
untuk mendapatkan pemahaman yang komprehensif pemikiran barat dan timur
disandingkan, namun untuk pendekatan yang digunakan berbeda dalam mengungkap
pencarian filosofis tetapi umumnya pendekatan seperti metafisika, epistemologi,
logika, etika dan aestitika tidak bisa dibicarakan secara terpisah akan tetapi
keduanya saling melengkapi. Hal yang sama jika kita berbicara filsafat timur dengan peradaban Veda dan filsafat
barat yang berasal dari Yunani maupun Eropa. Pada dasarnya keduanya mempunyai
hal yang hampir bersamaan tetapi dalam metoda penemuan kebenaran pemikiran
barat lebih menitikberatkan pada logika atau rasionalitas dan pemikiran timur
mengutamakan kebenaran intuisi yang berdasarkan atas pewahyuan dari Tuhan. Pada
kesempatan ini penulis mencari titik temu dalam pemikiran barat yang dibawa
oleh aliran pemikiran epikuros dan pemikiran timur yang didapatkan dalam konsep
catur purusaartha yang keduanya membahas tentang filsafat kebahagiaan.
Pada
pemikiraan Epikuros mengusung paham bahwa kebahagiaan yang terdalam adalah
dengan melakukan penguasaan atas tubuh yang terdiri dari unsur material dan
roh. Pemahaman filsafat yang dibawa oleh Epikuros bahwa “selama kita ada, kematian tidak ada, dan pada saat
kematian ada, kita tak ada lagi. Oleh karena itu, kematian tidak menyangkut
orang hidup dan tidak juga orang mati, karena di mana yang satu (yang hidup)
ada, kematian tidak (belum) ada, sedangkan yang satunya (mereka yang telah
mati) sama sekali tidak ada lagi”[24].Kondisi
ini menunjukan bahwa kematian adalah sesuatu yang pasti bagi makhluk yang
hidup. Kematian yang pasti ini sebenarnya banyak orang yang mengalami
kegelisahan karena mereka merasa terbatasi geraknya sebab kontrol atas dirinya
tidak ada. Bangunan filsafat yang dibawa
oleh Epikuros memberitahu kepada kita semua bahwa untuk mendapatkan kebahagiaan
kita harus meyeimbangkan kesenangan secara jasmani dan rohani baru didapatkan
kebahagiaan secara mendalam. Kekawatiran seseorang pada penyakit, kesulitan
hidup, hukaman dari para dewa sebenarnya telah menghilangkan kebahagiaan secara
rohani yang lebih mengarah pada sikap
mental seseorang. Untuk mencapai kebahagiaan itu seseorang mempunyai kehendak
bebas, yang dimaksudkan disini adalah kebebasan yang membawa orang kepada
kedamaian batin dengan selalu memberikan kebahagiaan secara spiritual. jadi
kebahagiaan tertinggi dalam pemikiran Epikuros adalah kebahagiaan yang
mendatangka kesenangan batin yang dianggap sebagai kebahagiaan yang nyata.
Selanjutnya
dalam konsep catur purusaartha membawa pemikiran sejalan dengan alam filsafat
Epikuros namun dalam catur purusaartha di bahas dengan hierarkie yang jelas
yang tidka hanya berbicara kebahagiaan secara badan, roh dan duniawi. Akan
tetapi, kebahagiaan yang didasarkan pada kebenaran yang bersifat universal
(dharma) yang dalam segala situasi dan kondisi harus diusahakan. Hal ini
dijelaskan pada kitab Sarasamuccaya[25] bahwa
kebenaran (dharma) itulah yang akan melindungi seseorang ari segala marabahaya
dan mendatangkan kesejahteraan dunia dan kedamaian mental. Pada tataran ini dia
sudah mendapatkan bekal untuk behagia yaitu dengan kebenaran itu sendiri,
setelah itu kemudian manusia harus
mengarahkan kehidupannya untuk bahagian secara harta (artha) dalam
penggunaannya harta ada tiga macam yaitu untuk kepentingan dharma, harta itu
sendiri dan kebutuhan hidup yang dalam hal mendapatkannya harus merdasarkan
atas dharma. Setelah harta terpenuhi secara baik seseorang harus mengusahakan
untuk kepentingan hidupanya seperti, kebutuhan diri sendiri, keluarga, rumah tangganya
dan kebutuhan mendesak lainnya. Ketika ketiganya sudah terpenuhi dengan baik seseorang akan
mewujudkan kebahagiannya dengan memberikan pelayanan kepada semua makhluk
sesuai dengan tempramen yang dimilikinya baik itu pengabdian, perbuatan,
pengetahuan maupun dengan bermeditasi.
I.
Penutup
Menyimak
urian diatas dapat disimpulkan bahwa pemikiran Epikuros
lebih menitik beratkan kepada kebahagiaan secara batin karena dianggap bisa
memuaskan jiwa sebagai kebahagiaan yang tertinggi dan pemikiran Aristoteles
lebih menitikberatkan kepada kebahagiaan secara akal budi dan sosial. Untuk mencapai kebahagiaan itu seseorang mempunyai
kehendak bebas, yang dimaksudkan disini adalah kebebasan yang membawa orang
kepada kedamaian batin dengan selalu memberikan kebahagiaan secara spiritual.
Alam pemikiran filsafat Epikuros ini dalam filsafat Yunani dianggap sebagai
hedonisme karena mengutamakan kesenangan, namun kesenangan yang dimaksud adalah
kesenangan antara badan dan raga. jadi
kebahagiaan tertinggi dalam pemikiran Epikuros adalah kebahagiaan yang
mendatangka kesenangan batin yang dianggap sebagai kebahagiaan yang nyata bukan
seperti kebahagiaan badan sebagai kesenangan semu.
Dalam
ajaran agama Hindu yang terdapat dalam Catur Parusanta dijelaskan bahwa tujuan
dari kehidupan adalah bagaimana untuk menegakkan Dharma, setiap tindakan harus
berdasarkan kebenaran tidak ada dharma yang lebih tinggi dari kebenaran.
Setelah dharma adalah artha atau pemenuhan harta benda, kama atau pemenuhan
keinginan dan pencapaian kebahagian secara skala dan niskala (Moksa).
Konsep catur
purusaartha membawa pemikiran sejalan dengan alam filsafat Epikuros namun dalam
catur purusaartha di bahas dengan hierarkie yang jelas yang tidka hanya
berbicara kebahagiaan secara badan, roh dan duniawi. Akan tetapi, kebahagiaan
yang didasarkan pada kebenaran yang bersifat universal (dharma) yang dalam
segala situasi dan kondisi harus diusahakan. Kebahagiaan akhir yang disimpulkan
dalam bangunan filsafat Epikuros maupun pemikiran Catur purusartha adalah
menuju kebahagiaan yang harmonis antara jiwa dan raga atau kebahagiaan secara
utuh antara keinginan duniawi dan kebahagiaan secara spiritual dalam wujud
kesenangan batin sebagai tujuan tertinggi.
Daftar
Pustaka
Adiputra,
Rudia dkk.2004. Dasar-dasar Agama Hindu.
Jakarta : Ditjen Bimas Hindu
Edward Craig, Routledge Encyclopedia of Philosophy, London and New York, 1998, Vol.3
Kadjeng,
Nyoman dkk. 2000. Sarasamuccaya (Teks
bahasa jawa kuno, sansekerta dan bahasa Indonesia. Paramita : Surabaya.
Koentjaraningrat. 1987. Sejarah
Teori Antropologi. Jakarta : UI Press
Kuntowijoyo, 2006. Budaya dan
Masyarakat. Yogyakarta : Tiara wacana Yogya.
Makalah Romo Magnis Suseso yang merupakan guru besar STF
Driarkara, di Teater Salihara pada 2 Februari 2013.
Mantra, IB. 1997. Tata Susila
Hindu Dharma. Denpasar : upada sastra, Surabaya : Paramitha.
Maswinara, I
Wayan. 2006. Sistem Filsafat Hindu.
Surabaya : Paramita
Santrock, John W. 2008. Psikologi Pendidikan Edisi kedua. Jakarta : Kencana.
Soetriono dan SRDm Rita Hanafie.2007. Filsafat Ilmu dan Metodologi Penelitian. Yogyakarta ; Andi.
Suasthi dan Suastawa. 2008. Psikologi
Agama (Seimbang, Pikiran, Jiwa Dan Raga. Widhya Dharma : Denpasar.
Subramanyam, Kamala.2000. Ramayana.
Surabaya : Paramita
Suseno, Frans Magnis. 1997. 13
Tokoh etika Sejak Zaman Yunani Sampai Abad ke-19. Yogyakarta : Kanisius.
Titib, Made. 2007. Veda
sabda Suci. Surabaya : Paramitha.
Weij, Van Der. 2000. Filsuf-filsuf
Besar Tentang Manusia. Yogyakarta : Penerbit Kanisius.
Wiana, I Ketut. 1995. Yadnya
dan Bhakti dari Sudut Pandang Hindu. Jakarta : Wisma Karma.
Wijaya, Khrisnanda Mukti. 2003. Wacana
Budha Dharma Cet. 2. Jakarta : Yayasan Dharma pembangunan.
BIOGRAFI SINGKAT
Untung
Suhardi, S.Pd.H.,M.Fil.H
Untung Suhardi, lahir di Pekalongan, Jawa Tengah, 25 Mei 1988 yang
berasal dari keluarga sederhana. Tamat SDN 01 Kutorojo, Pekalongan (2001)
kemudian meneruskan SMPN 1 Kajen, Pekalongan (2004), selanjutnya meneruskan ke
SMKN 1 Slawi, Tegal (2007) dan melanjutkan studinya ke STAH DN Jakarta (2011)
dengan jurusan pendidikan dan keguruan dan melanjutkan Magisternya di IHDN
Denpasar (2013) jurusan filsafat Hindu.
Saat ini mengajar di STAH DN Jakarta
(2011-sekarang) dan beberapa sekolah di DKI Jakarta. Selain itu, sebagai
sekretaris Prajaniti PHDI DKI
Jakarta (2013 – sekarang), Staf
Perpustakaan STAH DN Jakarta sebagai Kabag. Pengadaan (2012-sekarang) dan staf
LPM STAH DN Jakarta (2012-sekarang). Untuk memudahkan komunikasi dengan
penulis, pembaca bisa mengakses lewat email usuhardi@gmail.com.
Om
Awighnamastu namah sidham.
Jakarta, 25
Mei 2014
[1]Suasthi dan Suastawa. 2008. Psikologi Agama (Seimbang, Pikiran, Jiwa Dan
Raga. Widhya Dharma : Denpasar. Hal : 97-98.
[2]Ibid. Hal : 97
[3]John W. Santrock. 2008. Psikologi Pendidikan Edisi kedua. Jakarta : Kencana. Hal : 512.
[4] Makalah Romo Magnis Suseso yang merupakan
guru besar STF Driarkara, di Teater Salihara pada 2 Februari 2013.
[5] Ibid
[6]Frans Magnis-Suseno. 1997. 13 Tokoh etika Sejak Zaman Yunani Sampai
Abad ke-19. Yogyakarta : Kanisius. Hal : 45.
[7] Mada Titib. 2007. Veda sabda Suci. Surabaya : Paramitha. Hal : 8
[8] Rudia Adiputra dkk.2004. Dasar-dasar Agama Hindu. Jakarta :
Ditjen Bimas Hindu. Hal : 86
[9] Bansi Pandit (Terjemah : IGA. Dewi Paramita).
2007. Pokok Pemikiran Hindu (Pokok
filsafat Hindu). Surabaya : Paramita. Hal : 135
[10]Soetriono dan SRDm Rita Hanafie.2007. Filsafat Ilmu dan Metodologi Penelitian.
Yogyakarta ; Andi. Hal 59. Pada pembahasan ini banyak mengupas tentang
permsalahan filsafat yang menggunakan hal yang ada, pengetahuan, metoda,
penyimpulan, moralitas dan keindahan.
[11]Edward Craig,
Routledge Encyclopedia of Philosophy,
London and New York, 1998, Vol.3, h.340.
[12] Ibid, hal .340
[13]Makalah Romo Magnis Suseso yang merupakan
guru besar STF Driarkara, di Teater Salihara pada 2 Februari 2013.
[14]Frans Magnis-Suseno. 1997. 13 Tokoh etika Sejak Zaman Yunani Sampai
Abad ke-19. Yogyakarta : Kanisius. Hal : 47.
[15]Rudia Adiputra dkk.2004. Dasar-dasar Agama Hindu. Jakarta : Ditjen Bimas Hindu. Hal : 113
[16]Ibid, hal 114
[17]Swadharma diartikan sebagai melakukan
pekerjaan sesuai dengan keahlian dan
bakat yang kita miliki untuk kesejahteraan lahir dan batin (Leksikon Hindu,
2010).
[18]Prabhupada, 2000. Bhagavadgita Menurut Aslinya. Denpasar : Hanuman Sakti. Hal : 222.
Penjelasan ini ada pada Bhagavadgita 4.7 yang
menegaskan bahwa Tuhan sendiri dalam manifestasinya dewa Wisnu akan
turun kedunia untuk menyelamatkan kebenaran ketika kebenaran itu sudah mulai
merosot.
[19]Pada serat Joyoboyo dikatakan bahwa sekarang
ini kita sudah memasuki jaman gila (edan) yang didalamnya banyak segala
rintangan dan ambisi duniawi yang merebak dari segala kalangan, tetapi
peringatan dari serat tersebut adalah yang terpenting dalam hidup ini adalah
kita selalu ingat dan waspada kepada segala situasi dan kondisi.
[20] Pembagian jaman yang ada dalam Hindu terdiri
dari jaman Satya, Krta, dwapara dan
kaliyuga. Dan sekarang sekarang ini kita sedang berada pada jaman Kaliyuga
yang berumur 432.000 dan saat ini kita baru memasuki awal dari kaliyuga sekitar
5000 tahun yang lalu dan ditandai dengan naik tahta raja Parikesit menjadi
maharaja di Hastinapura. Sedangkan untuk melakukan bhaktinya ditunjukan dengan
Satya yuga melakukan tapa, Treta Yuga melakukan jnana, jaman Dwapara yuga
melakukan yajna dan jaman kaliyuga adalah melakukan danapunia dan mengulang
nama suci Tuhan.
[21] Triguna terdiri dari Satwam (kesucian),
rajas (bernafsu) dan tamas (kebodohan) lihat Rudia Adiputra (2000). Ketiganya
ini akan membawa pada jembatan reinkarnasi yang pada akhirnya dia akan
dilahirkan kembali secara berulang-ulang. Walapaun satyam akan membawa pahala
yaitu untuk menikmati hasilnya sehingga menuntut orang untuk menikmatinya dalam
bentuk sancita karmaphala.
[22] Kamala Subramanyam.2000. Ramayana. Surabaya : Paramita. Hal : vii
[23] I Wayan Maswinara. 2006. Sistem Filsafat Hindu. Surabaya :
Paramita. Hal : 3-4
[24]Frans Magnis
Suseno. 1998. 13 Model Pendekatan Etika, Kanisius, Yogyakarta,
hal. 58.
[25] Nyoman Kadjeng dkk. 2000. Sarasamuccaya (Teks bahasa jawa kuno,
sansekerta dan bahasa Indonesia. Paramita : Surabaya.
http://hindudamai.blogspot.com/
ReplyDeleteThis comment has been removed by the author.
ReplyDelete