KORUPSI DALAM KONTEKS DEMOKRASI : Perjuangan Hak dan Keadilan
Oleh :
Suhardi
K
|
orupsi senantiasa erat dengan kekuasaan. Sebab korupsi hanya bisa terjadi
jika seseorang atau sekelompok orang memiliki kekuasaan. Sebaliknya, korupsi
bisa menjadi sarana efektif untuk memperoleh kekuasaan. Bahkan menurut Lord
Acton, kekuasaan cenderung korup, dan kekuasaan absolut juga korupsinya absolut
(power tends to corrupt, absolutly power tends to absolutly corrupt). Tapi korupsi pula yang
menyebabkan keruntuhan kekuasaan. Fenomena ini hampir terjadi di berbagai
belahan dunia, termasuk di Indonesia. Menurut sejarah, bangkrutnya kekuasaan VOC
(Verenigde Oost Indische Compagnie) di Indonesia akibat korupsi
merajalela di kalangan elite perusahaan raksasa ini. Dengan berbagai cara, para
petinggi VOC memperkaya diri sendiri, tanpa menghiraukan kerugian perusahaan.
Tapi, kebiasaan seperti ini tidak hanya terjadi pada
VOC, tapi juga terjadi di sejumlah kerajaan lokal di Indonesia. Dalam
memperebutkan takhta kekuasaan kerajaan, misalnya, para raja dan kaum ningrat
kerap menyuap pihak asing agar mau membantu menyingkirkan lawan politiknya.
Imbalan yang mereka berikan, umumnya berupa daerah bagian dari wilayah
kerajaan, sehingga lambat laun wilayah kerajaan terus menerus mengecil,
sementara wilayah kekuasaan penjajah terus meluas. Disisi lain, akibat dari
kebiasaan tersebut proses peralihan kekuasaan jarang berjalan dengan wajar,
melainkan selalu disertai dengan pertumpahan darah.
Sejarah politik yang penuh praktek korupsi dan
pembunuhan memang bukan hanya terjadi di Indonesia, terjadi terjadi pada
kerajaan-kerajaan di berbagai belahan dunia yang pernah berjaya masa lampau.
Perebutan kekuasaan di kalangan bangsawan pernah mendominasi sejarah Cina,
Romawi dan Yunani di masa lampau.
Pembunuhan politik sebagai sistem dan mekanisme
suksesi di Kerajaan Romawi biasanya dipicu oleh praktek korupsi yang merajalela
di lingkaran istana. Pergantian dari satu penguasa kepada penguasa berikut
dengan cara yang berdarah-darah itu dipicu oleh ketidakpuasaan sebagian
bangsawan terhadap Sang Kaisar serta kerabatnya yang hidup hedonis dengan biaya
ditanggung oleh negara.
Dengan demikian, korupsi pula yang menyebabkan rotasi
dan sirkulasi kekuasaan di satu negara menjadi suatu momentum yang keji yang
penuh horor. Di jaman Romawi, korupsi,
perilaku hedonis dan pembunuhan politik, tampak jadi hal biasa. Bahkan, seseorang
dengan mudah membunuh sahabat karibnya sendiri, seperti dilakukan oleh Brutus
terhadap Julius Caesar, demi mengejar kekuasaan dan kehidupan yang hedonis. Dan
hal yang sama, sebelumnya dilakukan oleh Julius Caesar terhadap Antonius yang
merupakan sahabatnya sendiri.
Adanya keterkaitan antara korupsi, kekuasaan dan
pembunuhan politik pada saat itu memang hal yang tak dapat dihindari. Sebab
untuk menjadi kaisar, seseorang harus memiliki banyak uang dan kekayaan
terutama untuk menyuap tentara dan senat. Akibatnya, tanpa rasa malu,
jabatan-jabatan yang terhormat itu diperjualbelikan kepada mereka yang mampu
membelinya dengan penawaran tertinggi sehingga seorang kaisar diangkat atau
diturunkan demi uang atau perasaan hati yang berubah seketika.
Tapi, biasanya tentara kemudian membunuh kaisar yang
terlalu keras memegang disiplin. Atau hanya karena perasaan hati yang berubah
secara mendadak seperti bosan. Praktek korupsi dan suap tidak hanya terjadi di
kalangan elite, tapi juga merasuk hingga ke masyarakat bawah. Untuk memikat
hati rakyat, para kaisar menyediakan bahan makanan, menyelenggarakan hiburan,
sehingga rakyat terus hidup dalam mimpi.
Korupsi
adalah problem terberat di Indonesia. Bagaimana tidak, predikat 10 besar negara
terkorup di dunia, sepertinya sangat sulit dijauhi Indonesia. Dalam laporan
Transparancy International (TI) 2006, Indonesia berada pada 10 negara paling
korup, di samping Nigeria, Pakistan, Kenya, Bangladesh, China, Kamerun,
Venezuela, Rusia, dan India. Masalah korupsi adalah fenomena kompleks dan
seringkali muncul dalam banyak wajah dengan sebab dan akibat yang juga beragam.
Mulai dari korupsi individual hingga korupsi berjamaah, dari korupsi
kecil-kecilan hingga korupsi besar-besaran, mulai dari suap hingga pemberian
hadian (gratifikasi). Dalam rangka mengantisipasi dan memberantas praktik
korupsi dengan berbagai macam modus yang kian canggih, dibuatlah Undang-undang
No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-undang No.31 Tahun 1999 tentang
Tindak Pidana Korupsi. UU No. 20/2001 ini merupakan penyempurnaan dari beberapa
undang-undang sebelumnya.
Kompleksitas
masalah korupsi yang mengeram di negeri ini mengindikasikan bahwa korupsi bukan
lagi sekedar persoalan yang terkait dengan problem struktural, baik politik
ataupun ekonomi, melainkan juga terkait erat dengan problem kultural, moral,
individual. Atas dasar itulah pada tahun 2002 Nahdlatul Ulama sebagai
organisasi keagamaan, melalui Lajnah Bahtsul Masailnya, mengeluarkan fatwa
tentang hukuman bagi koruptor, money politic dan hibah kepada pejabat. Menarik
untuk diteliti antara UU No. 31/1999 jo. UU No.20/2001 sebagai hukum positif
dan fatwa NU yang merepresentasikan hukum Islam tentang korupsi dan kategori
tindakan korupsi. Sebab, landasan hukum yang digunakan oleh keduanya juga berbeda.
Pendapat
ini dikuatkan oleh penelitian dari saudara Abdurahman[1]
(2008) dengan judul “Kategori
Korupsi Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi Dan Hasil Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama (Nu) Tahun 2002”.
Penelitian ini menggunakan metode yang digunakan ialah deskripsi
analitis. Sedangkan pendekatan yang digunakan dalam analisis data ialah
pendekatan yuridis normatif. Namun untuk mendukung dan mempermudah dalam kajian
digunakan juga pendekatan sosiologi hukum.
Dari
hasil deskripsi diketahui bahwa yang termasuk dalam kategori korupsi menurut UU
No. 31/1999 jo. UU No.20/2001 ialah merugikan keuangan negara, suap menyuap,
penggelapan dalam jabatan, pemerasan, perbuatan curang, benturan kepentingan
dalam pengadaan, dan gratifikasi. Sedangkan menurut fatwa NU ialah penghianatan
jabatan (gulu l) dan suap menyuap (risywah), baik berupa money politic maupun
hibah kepada pejabat. Dari hasil analisis dapat disimpulkan bahwa pengertian
korupsi menurut keduanya ialah sama, yakni korupsi merupakan suatu praktik
tindak pidana yang didasarkan pada penyalahgunaan jabatan demi keuntungan
pribadi maupun pihak lain yang berakibat pada kerugian negara. Pengkategorian
tindakan korupsi pun sama. Hanya saja, kategori dalam fatwa NU lebih bersifat
umum. Meski bukan sebagai hukum tertulis, adanya fatwa NU sebagai bagian dari
domain kultural, merupakan suatu kelebihan sebab korupsi erat hubungannya
dengan moralitas.Sedang undang-undang lebih diharapkan pada sisi hukumannya.
Penelitian
yang dilakukannya merupakan sebuah wacana bahwa korupsi sebagai racun yang bisa meluluhlantakan suatu bangsa. Karena korupsi
dalam pandangan agama manapun sebenarnya adalah suatu hal yang dilarang karena
bisa merugikan sebuah pihak termmasuk martabat suatu bangsa. Sumbangan dalam
tulisan ini adalah metoda yang digunakan untuk menganalisis masalah dengan
menggunakan deskriptif analisis.
Penelitian
selanjutnya adalah dari saudari Tatik Handayani [2](2011)
yang berjudul “Kasus Korupsi Dalam Kartun
(Analisis Semiotik Terhadap Kritik Atas Kasuskorupsi Dalam Kartun Panji Koming
Yang Dimuat Harian Kompas Edisi Minggu Periode Januari S.D. Desember 2011)”
penelitian ini berisi tentang penggambaran tokoh dalam kartun tentang tindak
korupsi yang berlatar belakang kerajaan Majapahit, tetapi sebenarnya
mengisahkan pemerintahan tentang pejabat yang melakukan koripsi yang
disimbolkan dengan tikus, ulat orang yang berpakaian sederhana.
Tulisan ini mengispirasikan
penulis tentang sebuah fakta yang terjadi dalam masyarakat bahwa banyak sebuah
kejadian di Republik ini bahwa banyak pejabat yang bergelimang harta akan
tetapi rakyat kecil banyak yang menderita. Metoda yang digunakannya sebagai
sumbangan bagi penulis tentang
pentingnya sebuah semiotika atau tanda dalam menggambarkan sebuah kemewahan
para koruptor dan sisi kelam dari rakyat yang tidak mendapatkan kesejahteraaan
yang sellau dilingkupi oleh kesengsaraaan.
Selanjutnya penelitian yang
dilakukan oleh Syamsul Anwar (2008) yang berjudul “Korupsi dalam perspektif
Islam”. Penelitian ini menguraikan bahwa dalam pandangan islam korupsi adalah
sangat diharamkan. Banyak pedoman dalam AlQuran maupun hadist yang mengisahkan
bahwa seseorang yang melakukan tindakan korupsi tidak layak untuk dilindungi
bahkan jika ada orang yang tahu bahwa ada orang yang korupsi kemudian
dilindungi maka sama halnya dengan pelaku korupsi tersebut. Tulisan yang Anwar
juga membahas tentang pemberantasan korupsi yang dilakukan dengan melakukan
penyelidikan yang mendalam. Selain itu, bahwa pemberantasan korupsi tidak akan
berhasil jika tidak dibarengi dengan ajaran agama yang mendalam tentang
larangan melakukan korupsi.
Tulisan dari saudara Anwar
memberikan stimulus kepada penulis bahwa tindakan korupsi sebagai tindakan yang
disangat dibenci oleh ajaran agama. Oleh
karenanya bahwa untuk pemberantasannya sangat pelu dukungan adanya bimbingan
dari para tokoh agama untuk menghindari korupsi. Dalam ajaran Hindu bahwa
korupsi sangat dilarang karena merupakan tindakan yang bersifat tamasika
(tindakan bodoh) yang pada suatu saat nanti
akan menerima phala dari perbuatan itu berupa kesengsaraan dalam
hidupnya.
Bersandar dari fenomena dan fakta
yang terjadi dewasa ini pada dasarnya tindakan korupsi yang terjadi sudah
terjadi pada masa kuno sampai dengan sekarang. Hal yang menarik pada pembahasan
ini adalah bahwa kasus korupsi sudah terjadi pada berbagai kalangan baik itu
dari tingkat Rt sampai dengan Negara. Untuk itulah penulis dalam
lembaran-lembaran coretan tinta ini mencoba menggali dan mendeskripsikan
korupsi dalam lingkup yang sempit baik berupa UU tentang korupsi dan
penjelasannya sampai dengan pengejawantahan korupsi dalam kehidupan ini. Namun,
dalam tulisan ini penulis melakukan sebuah terobosan baru bahwa kasus korupsi yang marak terjadi ini
akan dilihat dan diteropong dalam cara pandang agama Hindu yang dalam hal ini
Hindu sangat mengutuk bahwa tindakan korupsi adalah tindakan yang melanggar norma-norma
sastra suci Veda. Selanjutnya pada uraian selanjutnya penulis juga akan
menjabarakan tentang dampak yang terjadi pada keluarga yang terlibat dalam
melakukan korupsi dan yang lebih parah lagi adalah dampak yang terjadi pada
generasi muda dari tindakan-tindakan korupsi yang pernah dilakukan oleh para
pendahulunya.
1. Apa
pengertian korupsi
Secara harfiah korupsi
merupakan sesuatu yang busuk, jahat, dan merusak. Jika membicarakan tenatng
korupsi memang akan menemukan kenyataan semacam itu karena korupsi menyangkut
segi-segi moral, sifat keadaan yang busuk, jabatan karena pemberian, faktor
ekonomi dan politik, sera penempatan kelurga atau golongan kedalam kedinasan di
bawah kekusaan jabatnnya. Dengan demikian, secara harfiah dapat ditarik
kesimpulan bahwa sesungguhnya istilah korupsi memiliki arti yang sangat luas. Korupsi, penyelewengan atau penggelapan (uang negara
atau perusahaan sebagainya) untuk kepentingan pribadi atau orang lain.
Korupsi : busuk;
rusak; suka memakai barang atau uang yang dipercayaakan kepadanya; dapat
disogok (melalui kekusaan untuk kepentingan pribadi).
Korupsi berasal dari bahasa
Latin coruptio dan corruptus yang berarti kerusakan atau
kebobrokan. Dalam bahasa Yunani corruptio perbuatan yang tidak baik,
buruk, curang, dapat disuap,tidak bermoral, menyimpang dari kesucian, melanggar
norma-norma agama, materil, mental, dan umum. Korupsi dalam arti hukum, adalah
tingkah laku yang menguntungkan diri sendiri dengan merugikan orang lain, yang
dilakukan oleh penjabat pemerintah yang langsung melanggar batas-batas hukum.
Korupsi berdasarkan pemahaman pasal 2 Undang-Undang
Nomor 31 Tahun 1999 yang diubah menjadi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. Korupsi merupaka tindakan
melawan hukum untuk memperkaya diri sendiri/orang lain (perseorangan atau
sebuah korporasi) , yang secara langusng maupun tidak langsung merugikan
keuangan atau prekonomian negara, yang dari segi materiil perbuatan itu
dipandang sebagai perbuatan yang bertentangan dengan nilai-nilai keadilan
masyarakat.
Untuk pengertian korupsi
pada point yang terkahir, Komisi Pemberantasan Korupsi dalam buku Mengenali Dan Memberantas Korupsi
memberikan suatu kiat untuk memahami korupsi secara mudah; yaitu dengan
memahami terlebih dahulu pengertian pencurian dan penggelapan. 1) Pencurian berdasarkan pemahaman
pasal 362 KUHP, merupakan suatu perbuatan melawan hukum mengambil sebagian atau
seluruh milik orang lain dengan tujuan untuk memiliki atau menguasainya.
Barang/hak yang berhasil dimiliki bisa diartikan sebagai keuntungan bagi pelaku.
2) Penggelapan berdasarkan pemahaman pasal 372 KUHP, merupakan pencurian
barang/hak yang dipercayakan atau berada dalam kekuasaan pelaku.
Selanjutnya disajikan dalam tulisan berikut tentang pengetian
korupsi yang dijabarkan dari berbagai pengertian yang dalam hal ini dinilai
oleh penulis sangat relevan dengan tulisan yang akan penulis deskripsikan pada
pembahasan yang lebih luas kedepan. Pengertian Korupsi Menurut Undang-Undang Menurut Undang-Undang
No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang termasuk
dalam tindak pidana korupsi adalah: Setiap
orang yang dikategorikan melawan hukum, melakukan perbuatan memperkaya diri
sendiri, menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu
korporasi, menyalahgunakan kewenangan maupun kesempatan atau sarana yang
ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan
negara atau perekonomian negara. Pengertian Korupsi Menurut Ilmu Politik dalam ilmu politik,
korupsi didefinisikan sebagai penyalahgunaan jabatan dan administrasi, ekonomi
atau politik, baik yang disebabkan oleh diri sendiri maupun orang lain, yang
ditujukan untuk memperoleh keuntungan pribadi, sehingga meninmbulkan kerugian
bagi masyarakat umum, perusahaan, atau pribadi lainnya. Pengertian Korupsi Menurut Ahli Ekonomi
Para ahli ekonomi menggunakan definisi yang lebih konkret. Korupsi
didefinisikan sebagai pertukaran yang menguntungkan (antara prestasi dan
kontraprestasi, imbalan materi atau nonmateri), yang terjadi secara diam-diam
dan sukarela, yang melanggar norma-norma yang berlaku, dan setidaknya merupakan
penyalahgunaan jabatan atau wewenang yang dimiliki salah satu pihak yang
terlibat dalam bidang umum dan swasta. Pengertian
Korupsi Menurut Haryatmoko Korupsi adalah upaya campur tangan
menggunakan kemampuan yang didapat dari posisinya untuk menyalahgunakan
informasi, keputusan, pengaruh, uang atau kekayaan demi kepentingan keuntungan
dirinya. Pengertian Korupsi Menurut Brooks,
korupsi adalah dengan sengaja melakukan kesalahan atau melalaikan tugas yang
diketahui sebagai kewajiban, atau tanpa keuntungan yang sedikit banyak bersifat
pribadi.
1. Jalan
korupsi
Perjalanan sejarah umat manusia menunjukan
adanya sebuah perubahan yang sangat mendalam terutama dalam perkembangan sejarah
dan budaya manusia. Lingkup selanjutnya berkisar antara pertengahan abad ke-18
yag dimulainya pendirian revolusi yang terjadi besar-besaran yang ada di Eropa.
Terjadinya revolusi ini merupakan sebuah gerakan untuk melakukan sebuah
pembaharuan dalam kehidupan perekonomian baik itu perekonomian makro dan mikro.
Gerakan ini banyak dibawa oleh para reformis yang dalam pergerakannya
melakukkan tindakan yang mampu untuk mendongkrak kaum buruh yang pada saat itu
mengalami diskriminasi, karena gerakan itu sebenanrnya adalah untuk menentang
bahwa kaum bangsawan adalah yang paling tinggi sedangkan golongan buruh adalah
golongan yang rendah dan tidak layak untuk mendapatkan hak yang sama.
Gerakan yang
terkenal pada masa revolusi itu adalah gerakan dari revolusi Prancis yang
terkenal dengan gerakan menentang pemerintahan Raja Louis XVI
(1754-1793), yang sudah berkuasa sejak 1774 sebagai raja Bourbon kelima. Baik
kelas menengah maupun kelas papa sudah lama merasa tidak suka dengan kekuasaan
maupun hak-hak istimewa yang dimiliki para bangsawan yang mengusung adanya gerakan tentang
kapitalisme dalam perekonomian negera.
Menyimak dari kejadian tersebut bahwa sebuah
tindakan korupsi akan terjadi jika terdapat peluang dalam melakukan penyelewengan.
Hal ini biasanya karena ada pengaruh yang kuat dari pimpinan dalam melakukan
sebuah lembaga organisasi. Faktor penting dari pemimpin ini adalah sebagai
kendali dan pemegang otortitas yang jelas dalam menjalankan sebuah
pemerintahan. Akan tetapi pemimpin ini terkadang lalai dengan bahwahannya yang
melakukan tindakan diluar prosedural yang telah disepakati oleh lembaga itu
sendiri dan pemerintah. Sehingga adakalanya pemimpin ini terjerat oleh kasus
korupsi yang menyebabkan dia ikut dalam jeruji besi. Walapun pada dasarnya dia
hanya mengesahkan dan tidak ikut terlibat dalam penyelewengan dana tersebut. Namun,
ada kalanya pemimpin tersebut yang menjadi “dalang”
dalam tindakan penyelewengan dana tersebut
karena ada peluang, misalnya pimpinan tersebut menjalin kerjasama dalam
melakukan “kongkalikong” dengan
pejabat lain yang terkait untuk kemudian
hasil dari penyimpangan ini dibagi-bagi dengan mereka yang diajak berkerjasama.
Fakta inilah yang terjadi di Republik yang serba religius yang katanya menghormati
dan menganut agama yang sah di Republik ini, tetapi kasus korupsi terus
merajalela.
2.
Ciri-ciri Korupsi
Seseorang yang melakukan
rindakan korupsi pasti ada sebuah indikasi seperti adanya pemeriksaan dari
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan jika kasus ini lebih parah lagi maka akan
terjerat dalam sebuah tindakan yang menyebabkan dia diselidiki oleh Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK). Adapun sebab lain yang menyebabkan dia terjerat dalam kasus
korupsi antara lain : (a) suatu pengkhianatan terhadap kepercayaan, (b)
penipuan terhadap badan pemerintah, (c) dengan sengaja melalaikan kepentingan
umum untuk kepentingan khusus, (d) dilakukan dengan rahasia, kecuali dalam
keadaan di mana orang-orang yang berkuasa atau bawahannya menganggapnya tidak
perlu, (e) melibatkan lebih dari satu orang atau pihak, (f) adanya kewajiban
dan keuntungan bersama, dalam bentuk uang atau yang lain, (g) terpusatnya
kegiatan (korupsi) pada mereka yang menghendaki keputusan yang pasti dan mereka
yang dapat mempengaruhinya, (h) adanya usaha untuk menutupi perbuatan korup
dalam bentuk-bentuk pengesahan hukum, dan (i) menunjukkan fungsi ganda yang
kontradiktif pada mereka yang melakukan korupsi.
Permasalahan korupsi yang ada di Indonesia
Masalah korupsi tengah menjadi perbincangan hangat di masyarakat, terutama media massa lokal dan nasional. Maraknya korupsi di Indonesia seakan sulit untuk diberantas dan telah menjadi budaya. Pada dasarnya, korupsi adalah suatu pelanggaran hukum yang kini telah menjadi suatu kebiasaan. Berdasarkan data Transparency International Indonesia, kasus korupsi di Indonesia belum teratasi dengan baik. Indonesia menempati peringkat ke-100 dari 183 negara pada tahun 2011 dalam Indeks Persepsi Korupsi.
Permasalahan korupsi yang ada di Indonesia
Masalah korupsi tengah menjadi perbincangan hangat di masyarakat, terutama media massa lokal dan nasional. Maraknya korupsi di Indonesia seakan sulit untuk diberantas dan telah menjadi budaya. Pada dasarnya, korupsi adalah suatu pelanggaran hukum yang kini telah menjadi suatu kebiasaan. Berdasarkan data Transparency International Indonesia, kasus korupsi di Indonesia belum teratasi dengan baik. Indonesia menempati peringkat ke-100 dari 183 negara pada tahun 2011 dalam Indeks Persepsi Korupsi.
Di era demokrasi, korupsi
akan mempersulit pencapaian good
governance dan pembangunan ekonomi. Terlebih lagi akhir-akhir ini terjadi
perebutan kewenangan antara KPK dan Polri. Sebagai institusi yang sama-sama
menangani korupsi, seharusnya KPK dan Polri bisa bekerja sama dalam memberantas
korupsi. Tumpang tindih kewenangan seharusnya tidak terjadi jika dapat
dikoordinasikan secara baik. Sehingga tidak terjadi kesalah pahaman dalam
pelaporan dan kewenangan jabatan.
3.
Sebab-sebab korupsi
Penyebab terjadinya
korupsipun bermacam-macam, antara lain masalah ekonomi, yaitu rendahnya
penghasilan yang diperoleh jika dibandingkan dengan kebutuhan hidup dan gaya
hidup yang konsumtif, budaya memberi tips (uang pelicin), budaya malu yang
rendah, sanksi hukum lemah yang tidak mampu menimbulkan efek jera, penerapan
hukum yang tidak konsisten dari institusi penegak hukum, dan kurangnya
pengawasan hukum.
Dalam upaya pemberantasan korupsi, diperlukan kerja sama semua pihak maupun semua elemen masyarakat, tidak hanya institusi terkait saja. Beberapa institusi yang diberi kewenangan untuk memberantas korupsi, antara lain KPK, Kepolisian, Indonesia Corruption Watch (ICW), Kejaksaan. Adanya KPK merupakan salah satu langkah berani pemerintah dalam usaha pemberantasan korupsi di Indonesia.
Dalam upaya pemberantasan korupsi, diperlukan kerja sama semua pihak maupun semua elemen masyarakat, tidak hanya institusi terkait saja. Beberapa institusi yang diberi kewenangan untuk memberantas korupsi, antara lain KPK, Kepolisian, Indonesia Corruption Watch (ICW), Kejaksaan. Adanya KPK merupakan salah satu langkah berani pemerintah dalam usaha pemberantasan korupsi di Indonesia.
Dalam menangani kasus
korupsi, yang harus disoroti adalah oknum pelaku dan hukum. Kasus korupsi
dilakukan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab sehingga membawa dampak
buruk pada nama instansi hingga pada pemerintah dan negara. Hukum bertujuan
untuk mengatur, dan tiap badan di pemerintahan telah memiliki kewenangan hukum
sesuai dengan perundangan yang ada. Namun, banyak terjadi tumpang tindih
kewenangan yang diakibatkan oleh banyaknya campur tangan politik buruk yang dibawa
oleh oknum perorangan maupun instansi. Untuk mencapai tujuan pembangunan nasional maka mau
tidak mau korupsi harus diberantas, baik dengan cara preventif maupun represif.
Penanganan kasus korupsi harus mampu memberikan efek jera agar tidak terulang
kembali. Tidak hanya demikian, sebagai warga Indonesia kita wajib memiliki
budaya malu yang tinggi agar segala tindakan yang merugikan negara seperti
korupsi dapat diminimalisir.
Negara kita adalah negara
hukum. Semua warga negara Indonesia memiliki derajat dan perlakuan yang sama di
mata hukum. Maka dalam penindakan hukum bagi pelaku korupsi haruslah tidak
boleh pilih kasih, baik bagi pejabat ataupun masyarakat kecil. Diperlukan sikap
jeli pemerintah dan masyarakat sebagai aktor inti penggerak demokrasi di Indonesia,
terutama dalam memilih para pejabat yang akan menjadi wakil rakyat. Tidak hanya
itu, semua elemen masyarakat juga berhak mengawasi dan melaporkan kepada
institusi terkait jika terindikasi adanya tindak pidana korupsi.
0 Response to "Korupsi (Part 1): Perjuangan Keadilan"
Post a Comment