Kedudukan dan Sejarah Kitab Sarasamuccaya dalam Sastra Veda
Oleh:
Untung Suhardi
3.1 Letak Kitab Sarasamuccaya dalam Kodifikasi Veda
Berdasarkan
uraian diatas, untuk menentukan posisi Kitab Sarasamuccaya maka, penulis menyimpulkan kitab ini merupakan
bagian dari Upangaveda yang merupakan intisari dari kitab Astadasa parva (Mahabharata)
yang pada pokoknya kitab Sarasamuccaya menguraikan tentang adanya kode etik dan aturan tingkah laku
manusia agar selalu berada dijalan dharma agar bahagia secara skala maupun niskala.
Selain itu, mengandung ajaran etika, norma-norma dan aturan tingkah laku dan
norma ini terutama adalah norma agama yang berisi ajaran tentang pedoman dalam
kehidupan agar bahagia. Dan ajaran dasar
agama juga mengajarkan tentang; mematuhi ajaran ahimsa (dilarang membunuh atau menyakiti sesama, larangan membunuh
guru karena merupakan dosa besar dan perlunya penerapan ajaran vairagya (tulus
ikhlas dan melepaskan diri dari ikatan keduniawian untuk mencapai pembebasan
atau Moksa.
Berkaitan
dengan hal itu, bahwa pada Kitab Sarasamuccaya merupakan wejangan Bhagavan Vaisampayana kepada Raja Janamejaya dalam menjalankan
pemerintahannya agar rakyatnya sejahtera. Dan wejangan tersebut kemudian
dikumpulkan dan dipublikasikan oleh Bhagavan Vararuci, yang bertujuan agar
menjadi pedoman bagi pemimpin selanjutnya. Pada bagian Sarasamuccaya ini Rsi Vaisampayana
memberikan petuah bahwa seorang raja haruslah selalu berpegang pada dharma,
agar peristiwa perang saudara yang dialami leluhurnya dahulu tidak terulang
kembali.
3.2 Sejarah
Kitab Sarasamuccaya
Pada
pembahasan ini akan diuraikan tentang sejarah Sarasamuccaya yang merupakan bagian dari Upangaveda. Sebenarnya
Sarasamuccaya merupakan intisari dari kitab Mahabharata yang berisi 18 parva (Astadasa parva)
disusun oleh Bhagavan Vyasa yang mengisahkan lika-liku kehidupan keturunan
Bharata. Kitab Mahabharata inilah yang kemudian disarikan oleh Bhagavan
Vararuci yang dinamakan Kitab Sarasamuccaya; Sara artinya intisari dan muccaya
artinya Himpunan, nama pengarang kitab ini adalah “Vararuci ini adalah seorang
pujangga besar yang diperkirakan adalah Katyayana,
Bhagavan Vararuci ini merupakan salah satu Navaratna di Istana raja
Wikramaditya” (Classical Dictionary
John Downson M.R.A.S London 1891 : 335 dalam Kajeng, 1997 :2).Vararuci
juga diterjemahkan sebagai Vararuchi: di Devanagari: वररुचि adalah nama
yang terkait dengan teks-teks sastra dan ilmiah beberapa bahasa Sansekerta dan juga dengan berbagai legenda dibeberapa
bagian India.
Nama
Vararuchi sering dikaitkan dengan Katyayana, Namun,
identifikasi Vararuci dengan Kātyāyanabelum
sepenuhnya diterima oleh para sarjana. Vararuci diyakini penulis Prakrita Prakasa risalah tertua di tata bahasadari Prakritbahasa. Nama
Vararuci muncul dalam sebuah daftar “sembilan
permata” (Navaratnas) di
pengadilan Raja Vikrama. Vararuci
adalah figur ayah dalam sebuah legenda diKeralapopuler disebut sebagai legenda dua belas suku yang lahir dari
seorang wanita.Vararuci
dari Keralalegenda juga
seorang yang cerdik asrtonomi diyakini penulis candravākyas bulan kalimat,
satu set nomor menetapkan bujurs dari Bulan pada
interval waktu yang berbeda. Jumlah ini dikodekan dalam sistem katapayādi dari penomoran dan
diyakini bahwa Vararuci sendiri adalah penemu dari sistem penomoran. Anak
tertua dari Vararuci legenda Kerala dikenal sebagai Mezhathol Agnihothri dan ia
seharusnya telah hidup antara 343 dan 378 Masehi.Nama
Vararuchi dikaitkan dengan lebih dari selusin karya dalam bahasa Sansekerta, dan nama
Katyayana dikaitkan dengan sekitar enam belas karya.Ada sekitar sepuluh bekerja
berhubungan dengan astronomi dan matematika yang terkait dengan nama Vararuci.
Dalam perjalanan hidupnya Vararuchi mempunyai 12 istri dan 12 anak, dan 1 dari
12 anaknya beliau tersebut ada yang menjadi tukang kayu yang ahli dalam astronomi.
Dengan demikian, BhagavanWararuci (yang terkait dengan Sarasamuçcaya), adalah
salah seorang dari “Sembilan Mutiara”
di istana raja Wikramãditya. Beliau juga diperkirakan menulis buku-buku
Sanskerta seperti Katantra (buku-IV), Lingganusasana,
Wararucisanggraha, Wararucikawya, Puspanetra, Carumati dan Kasika. Bahkan ada yang berpendapat
bahwa Wararuci ini adalah seorang Rsi Pujangga Indonesia (Nusantara), yang
mahir berbahasa Sanskerta. Sarasamuçcaya kemungkinan disusun di Nusantara dalam
bahasa Kawi olehnya, dengan menekankan pada pendidikan
moral dalam catur warga. Kemudian pada jaman Dharmawangsa Teguh (985-1006)
terjadi penerjemahan Mahabharata dari bahasa sansekerta kedalam bahasa Jawa
Kuno yang berlangsung sampai jaman Majapahit (Pudja,1981 : 2 dalam Titib, 2006 : 73).
Seperti
tersebut diatas bahwa bahasa dalam Kitab Sarasamuccaya adalah menggunakan bahasa Jawa Kuno sebagai medianya. Bahasa Jawa Kuno ini disebut
juga dengan bahasa kawi, karena kata Kawi dalam bahasa Jawa Kuno berarti penyair atau pujangga
(Mardiwarsito, 1981 : 274 dalam Titib, 1998 : 32). Dari penggunaan bahasa kawi
ini dapat dilihat dalam bentuk karya sastra seperti Parva,
kakawin,
geguritan dan kidung.
Dalam pelaksanaannya berfungsi dalam kegiatan dalam upacara agama Hindu. Selanjutnya, untuk memperjelas
bahwa Sarasamuccaya adalah bagian dari pada Itiasa Mahabhrata maka, dalam hal
ini penulis kutipkan dari Kitab Sarasamuccaya dalam pengantarnya sebagai
berikut :
Dan ada lagi keutamaannnya yang lain, jika seseorang
telah mendengarkan kesedapan rasa puitis sastra suci itu, sekali-kali ia tidak
akan berkemauan untuk mendengarkan cerita-cerita lain, termasuk
nyanyian-nyanyian rebab, seruling dan lain-lain semacam itu, sebagai misalnya
orang yang sudah pernah mendengarkan keindahan suara burung kutilang, yang
telah meresap kedalam hatinya keindahan suara burung itu dan dapat
membangkitkan kesenangan hatinya, tidak ada kemungkinannya ia akan berkemauan
untuk mendengarkan kengerian suara burung Gagak, demikianlah kata Bhagavan Vararuci menghormati Bhagavan Vyasa, serta lanjut
mengutarakan keutamaan cerita Mahabharata yang dinamai Sarasamuccaya, Sara artinya intisari dan muccaya artinya himpunan, demikianlah
sebabnya maka Sarasamuccaya disebut sastra suci karya Bhagavan Vararuci, inilah
petuah yang dipergunakan oleh Bhagavan Vaisampayana kepada Maharaja Janamejaya pada beliau
menceritakan Mahabharata. Inilah asal mula Sarasamuccaya (Kajeng, 1997 : 5-6).
Merujuk
kutipan pengantar tersebut, maka asal mula Sarasamuccaya bermula dari peristiwa yang terjadi dalam
keturunan Bharata kemudian dihimpun oleh
Bhagavan Vyasa yang disebut kitab Mahabhatara. Dari
penjelasan Adi Parva (P.J. Zoetmulder, 2005) bahwa Kitab
Mahabhatara menceritakan kehidupan keturunan Bharata sampai meletusnya perang
Saudara antara Pandava dan Kurava yang disebabkan karena perebutan kekuasaan
dan dalam Adi parva inipula dijelaskan tentang ringkasan cerita 18 Parva dalam
Kitab Mahabharata.
Selanjutnya,
setelah peperangan besar yang terjadi di Kuruksetra yang dimenangkan oleh pihak
pandava. Setelah itu berkuasalah Maharaja Yudhistira selama 36 tahun, Karena
merasa sudah sangat tua maka para pandava yang diikuti Dewi Drupadi untuk melakukan perjalanan ke Surga. Dan untuk
menggantikan tahta kekuasaan kerajaan Hastinapura, maka putra dari pasangan
Abimanyu dan Uttari yaitu Parikesit naik tahta menggantikan Maharaja
Yudhistira. Pada masa pemerinthannya selama 60 tahun (Zoetmulder, 2005 : 82),
karena kegemarannya berburu maka, pada suatu hari berburu kehutan dan semua
binatang buruannya itu meleset ketika dibidik dengan panahnya. Kemudian sampai
pada pertapaan Bhagavan Samhiti kebetulan sang rsi sedang monabrata maka tidak menjawab pertanyaan
raja Parikesit, karena kesal maka dikalungkan bangkai ular hitam dileher sang
Rsi. Hal ini terlihat oleh anak sang rsi bernama Sang Srenggi, maka dikutuklah
raja parikesit akan meninggal dalam 7 hari digigit oleh naga Taksaka.
Setelah
Maharaja Parikesit meninggal maka, digantikan oleh Maharaja Janamejaya untuk
melanjutkan roda pemerintahan
Hastinapura. Untuk menjadi raja yang baik dalam menjalankan pemerintahannya
maka ada wejangan dari Bhagavan Vaisampayana kepada Maharaja Janamejaya yang kemudian
dihimpun oleh Bhagavan Vararuci menjadi kitab yang bernama Sarasamuccaya yang inti ajarannya adalah agar dalam
kehidupan ini untuk dimanfaatkan sebaik mungkin agar tercapai tujuan
kehidupan (Catur Purusatha), yaitu dharma,
arta, kama dan moksa
sesuai dengan tahapan kehidupan (Catur
Asrama), yaitu Brahmacari, Grhasta,
Wanaprasta dan Sanyasin.
Setelah
melalui perjalanan waktu yang panjang maka, kitab Sarasamuccaya ini sampailah di Indonesia kemudian, dialih
bahasakan menjadi bahasa Jawa Kuno oleh para pujangga jaman dahulu yang tidak
diketahui namanya secara pasti (Anonim). Untuk menyebarluaskan ajaran
Sarasamuccaya ini, maka Pudja dan Sudharta mulai menterjemahkan dari bahasa
Jawa Kuno kedalam bahasa Indonesia (1979), dari sarjana luar juga ada yaitu Dr.
Raghu Vira. Kemudian Nyoman Kajeng dkk mulai meneruskan penerjemahan dan
diterbitkan pada 7 Mei 1997. Kitab Sarasamuccaya ini terdiri dari 511 sloka
dalam bahasa Sansekerta dan Bahasa Jawa Kuno.
Dalam
naskah ini penulis, akan memberikan penafsiran yang sebenarnya tentang
kedudukan perempuan didalam Sarasamuccaya yang harus dipahami secara keseluruhan
sehingga, akan memahami bagian-bagian dari Kitab Sarasamuccaya ini, dengan
demikian tidak terjadi penafsiran yang menyimpang dari konteks yang sebenarnya, bahwa perempuan
dalam kontek Sarasamuccaya ini harus dipahami secara berjenjang, sesuai dengan
tahapan kehidupan dalam Hindu, yaitu (Brahmacari, Grhasta,
Wanaprasta dan Sannyasin).
Oleh karenya itu, bahwa perempuan sebenarnya menempati kedudukan terhormat.
Daftar Pustaka
Kajeng, I Nyoman dkk.1999. Sarasamuccaya Teks Sansekerta dan Jawa Kuno. Surabaya : Paramita.
Made, Ngakan Madrasuta. 2005. Hindu Akan Ada Selamanya cet I. Jakarta : Media Hindu.
Manik, Putra Aryana. 2009. Widhu Tattwa ((Makhluk Super Dahsyat itu Ternyata Wanita) cet III.
Denpasar : Bali Aga.
Mardalis. 2008. Metode Naskah Suatu Pendekatan Proposal. Jakarta : Bumi Aksara.
Maswinara, I Wayan. 1997. Kamasutra Dari Watsayana cet I.
Surabaya : Paramita.
-----------------, Wayan, 2010. Srimad Bhagavad-Gita. Surabaya : Paramitha dalam Kodam Jayakarta.
Media Hindu, Edisi 12, Nov – Des 2004
-----------------, Edisi 54,
Agustus 2008
Oka, I Ketut Setiawan, 2009. Metodologi Naskah I dan II. Jakarta :
STAH Dharma Nusantara Jakarta.
Pandit, Bansi. 2006.
Pemikiran Hindu (Pokok-Pokok Pikiran Agama Hindu Dan Filsafat) terjemah
IGA Dewi Paramita. Surabaya : Paramita
Puja, G, Tjokorda Rai Sudharta.
2002. Veda Smrti Compedium Hukum Hindu. Jakarta:
CV Felita Nursatama Lestari.
------------.1995.
Isa Upanisad. Jakarta : Yayasan Dharma Sarathi.
------------.1999. Bhagavad-Gita (Pancama Veda). Surabaya : Paramita
Rai Sudhartha, Tjok. 2004. Slokantara Untaian Ajaran Etika. Surabaya :
Paramita.
Radhakrisnan, S. 2008. Upanisad-Upanisad Utama terjemah Agus S.
Mantik. Surabaya : Paramita.
0 Response to " Kedudukan dan Sejarah Kitab Sarasamuccaya dalam Sastra Veda"
Post a Comment