Ikhtisar Kitab Sarasamuccaya
Oleh:
Untung Suhardi
3.1.1.
Tema-tema
dalam Kitab Sarasamuccaya
Pada garis besarnya pujian dan rasa
hormat beliau yang dikemukakan secara gaya sastraberpancang pada dasar etis
karma apa yang disajikan dalam Sarasamuccaya adalah saripati dari pokok-pokok ajaran yang
diajarkan oleh Bhagawan Vyasa dalam kitab Mahabharata itu. Berdasarkan Luasnya ini Mahabharata yang
mencakup seluruh aspek masalah kehidupan manusia, baik masalah makhluk religius
maupun sebagai makhluk sosial, karenanya dinyatakan bahwa isi Mahabharata
adalah laksana samudra yang berisi emas permata. Dan tidak ada sastra di dunia
ini tanpa bantuan Rsi Vysa (Kajeng, 1999
: 4).
Selanjutnya, kitab Sarasamuccaya yang ditulis
oleh Nyoman Kajeng (1997) sudah disajikan tulisan dalam bahasa Sansekertadan Jawa Kuno yang berjumlah 511 sloka. Adapun ringkasannya
adalah sebagai berikut :
1.
Penitisan dan tujuan hidup (sloka
1-11)
Tentang keistimewaan dilahirkan menjadi manusia sehingga,
harus digunakan sebaik-baiknya dalam hal kebaikan (dharma) untuk mencapai
pembebasan dari lingkaran samsara (kelahiran dan kematian).
2.
Keagungan dharma (Sloka 12-36)
Dharma merupakan jalan menuju sorga. Dengan demikian,
seseorang akan selalu terlindungi dari marabahaya dan dharma inilah yang akan mendatangkan
kebahagiaan baik skala maupun niskala. Kemudian menjelaskan tentang
kesempatan muda untuk mengusahakan dharma untuk bekal dihari tua sebagai jalan
menuju kematian adalah kebenaranlah yang dapat membawa pembebasan.
3.
Sumber dharma (Sloka 37-40)
Bahwa Sruti dan Smrti merupakan sumber dharma, dan juga adanya
tingkah laku orang suci disebut juga sumber dharma. Selain itu, adanya
tingkatan mepelajari Veda yang harus didahului dengan mempejari Itihasa
dan Purana.
4.
Pelaksanaan dharma (Sloka 41-54)
Menjelaskan bahwa hal yang tidak menyenengkan bagi kita
jangan dilakukan dengan orang lain karena merupakan menyalahi dharma. Setelah
kematian akan menuju neraka, kemudian akan lahir menjadi binatang. Sehingga
dharma inilah yang merupakan harta yang tidak dapat dicuri.
5.
Catur Varna (Sloka 55-72)
Menguraikan tentang pembagian tugas dan kewajiban dalam
Catur Varna (brahmana, ksatria, waisya dan sudra). Dan dijelaskan tentang
adanya ajaran cintakasih, tidak mementingkan diri sendiri, dama, indrianigraha.
6.
Trikaya parisudha (Sloka 73-78)
Menjelaskan tentang pengendalian diri dengan melalui pikiran, perkataan dan perbuatan.
Dengan pikiran (tidak menginginkan barang orang lain, percaya karmaphala, tidak
menyakiti, perkataan (tidak berkata kasar, fitnah, jahat dan bohong) dan perbuatan (tidak membunuh,
mencuri dan berzina).
7.
Manah (pikiran) Sloka 79-87
Menguraikan bahwa pikiran itu merupakan pangkal perkataan dan
perbuatan. Pikiran inilah yang membuat perbedaan atas segala didunia ini. Dan
pikiran inilah yang menentukan dan sebagai pengendali semua indriya. Jika pikiran dapat dikendalikan
surga namanya, akan tetapi jika pikiran itu mengikuti nafsu indriya maka
nerakalah namanya yang akan menghantarkan seseorang pada kesengsaraan dan
kehancuran.
8.
Irsya (Iri hati) Sloka 88-91
Tabiat orang yang menginginkan milik orang lain, orang
seperti ini tidak akan bahagia baik di dunia maupun dikehidupan selanjutnya.
Dengan demikian, pengekangan indria ini penting dilakukan agar terhindar dari
iri hati ini.
9.
Ksama (sabar) Sloka 92-95
Kesabaran hati merupakan kekuatan yang diibaratkan sebagai
ibu pertiwi, orang ini bagaikan ular yang meninggalkan kulitnya sebagai orang
yang berbudi luhur.
10.
Krodha (marah) Sloka 96-109
Orang yang biasa bertengkar selala resah hatinya bagaikan
rumah yang berisi ular. Karena kemarahan sama dengan maut, sehingga kemarahan
harus dikekang agar tidak merugikan diri sendiri maupun orang lain.
11.
Nastika (Tanpa kepercayaan) Sloka
110-116
Orang yang tidak percaya dengan adanya, walaupun mereka
menyambut kita dengan hormat jauhilah mereka karena bagaikan debu yang membawa
kekotoran.
12.
Wak (Perkataan) Sloka 117-127
Menguraikan tentang hakekat perkataan yang baik atau
buruk. Dengan demikian dalam
membicarakan sesuatu harus disampaikan dengan baik dan maksud yang baik agar
tidak menyakiti hati orang lain.
13.
Satya (Kebenaran) Sloka 128-135
Keutamaan kebenaran melebihi tapa, brata dan upacara yajna. Cirri-ciri orang ini adalah selalu
berbuat jujur yang selalu memberikan kesejahteraan kepada semua makhluk hidup.
14.
Ahimsa (Sloka 136-148)
Menguraikan tentang cinta kasih tanpa menyakiti makhluk
hidup lain. Lain halnya jika ada orang yang selalu membunuh, menyakiti maka
pada penjelmaan selanjutnya akan menjadi orang yang berpenyakitan, umur pendek
dan lahir dalam keluarga yang selalu menderita.
15.
Astenya (mencuri) Sloka 149-152
Menjelaskan tentang orang yang selalu mencuri milik orang
lain. Maka, selalu serba kecurigaan dalam segala keadaan seperti halnya
binatang liar yang masuk kedesa.
16.
Paradara (memperkosa wanita) Sloka 153-155)
Dalam hal ini orang yang berbudi luhur haruslah menghindari
untuk mendapatkan istri orang lain dan lebih baik bersenang-senang dengan istri
sendiri.
17.
Susila (Sloka 156-167)
Menguraikan tentang tingkah laku yang baik yang meliputi Tri
kaya (pikiran, perkataan dan perbuatan). Tingkah laku yang baik ini menyebabkan
dikenal oleh orang banyak karena memiliki sopan, santun serta pelaksanaan cara
hidup yang baik.
18.
Danapunya (Sloka 168-226)
Merupakan sloka terbanyak ada 58 sloka, menguraikan tentang
sedekah yang harus diberikan tanpa adanya motif keinginan akan balasan,
sehingga akan diperoleh hikmah kebijaksanaan. Kekayaan adalah yang harus dinikmati dan disedekahkan. Dalam
bagian dana punia ini dijelaskan secara rinci tentang hal-hal yang harus
disedekahkan (Desa, kala, agama, ksetra, drwya, data dan manah). Dengan
melakukan sedekah dengan tulus ikhlas ini maka segala kebaikan akan menjadi
miliknya baik dialam ini maupun kehidupan kelak.
19.
Anak-ramarena-guru (Sloka 227-257)
Penghormatan anak kepada orang tua merupakan hal yang harus
dilakukan yang akan mendapatkan yang tiada taranya kelak. Dijelaskan pula
tentang hubungan antara bapak, ibu dan anak yang harus saling menghormati dan
menghargai. Dan juga dijelaskan tentang keutamaan menghiormati guru karena
hukumannya berat yaitu melebihi dosa seorang yang menggugurkan kandungan.
20.
Yama-Niyama (Sloka 258-260)
Menguraikan tentang yama dan niyama, antara lain Dasa
yamabrata ansrsangsya, ksama, satya, ahimsa, dama, arjawa, priti, madhurya,
mardawa. Dan dasa niyama brata, dana, ijna, dyana, swadhyaya, upasthaningraha,
brata, upasawa, monad an snana.
21.
Artha (Sloka 261-271)
Dalam mengejar artha selalu berpedoman pada dharma, sehingga
dalam penerapannya harus diibagi 3, yaitu untuk dharma, kama dan arha. Dengan selalu memberikan maka akan
memperoleh pembersihan diri dan yang utama adalah pembersihan dengan uang,
maksudnya menjauhi uang yang bukan haknya.
22.
Sukha (Sloka 272-276)
Dalam pembahasan ini berisi tentang kesenangan yang
berdasarkan ajaran dharma. Karena segala kesenangan yang berdasarkan dharma
pasti akan mendatangkan palanya, yaitu berupa kebahagiaan.
23.
Tirthayatra (Sloka 277-179)
Menguraikan tentang keutamaan tirtayatra bahwa tirtayatra
merupakan perjalanan ketempat-tempat suci. Pahala dari tirtayatra ini melebihi
dari korban yajna, dan dapat dilakukan oleh orang miskin sekalipun.
24.
Daridra (miskin) Sloka 280-299
Menguraikan tentang miskin yang disamakan dengan rumah
seperti narakaloka yang didalamnya tidak
ada apa-apa untuk dilihat dan dinikmati. Dan walaupun pandai tetapi tidak
memiliki harta benda maka dia tidak tampak sempurna.
25.
Sangsarga (Sloka 300-304)
Menguraikan tentang pergaulan dengan seseorang yang akan,
mencerminkan sifat orang itu. Jika bergaul dengan orang jahat maka sifatnya
akan jahat juga akan tetapi jika bergaul dengan orang berprilku utama maka akan
menjadi ornag yang utama juga.
26.
Pergaulan dengan sang Sadhu (Sloka
305-321)
Dalam pergaulan hendaknya mencari teman yang berbudi
luhur, yaitu segala tingkah lakunya
selalu mencerminkan tingkah laku orang sadhu, yang selalu membawa kebajikan,
beliaulah yang selalu memaafkan kesalahan orang lain tanpa dendam, karena
perbuatan baik itulah yang selamanya akan dibicarakan.
27.
Pergaulan dengan sang papabudhi
(Sloka 322-351)
Orang yang selalu mengusahakan penyakit dan kesedihan orang
lain, inilah yang tidak patut untuk dijadikan kawan dalam pergaulan, karena
lambat laun perbuatan tercela itu akan menular terhadap orang yang Sadhu, hal
ini bagaikan kayu kering ditengah hutan yang dapat membakar hutan hingga habis,
orang yang durjana akan selalu bersifat sombong dan angkuh karena berpikiran
bahwa merekalah yang segalanya dari yang lain.
28.
Purwakarma (Sloka 352-364)
Merupakan hasil perbuatan pada masa dahulu yang akan dinikmati
pada kehidupan sekarang. Karena perbuatan masa lalulah yang akan menentukan
kehidupan sekarang yang akan datang tepat waktu dan tidak salah dalam
penentunya. Seperti anak lembu yang mencari induknya ditengah-tengah ribuan
induk sapi, demikianlah karma dahulu yang akan dipetik hasilnya baik atau
buruk.
29.
Mrtyu-Tuha-pati (Sloka 365-390)
Kehidupan sebagai manusia itu sungguh sangat singkat, hal
ini belum dipotong waktu malam, seks, tidur, penyakit dan lainnya. Hal ini juga
sang maut selalu mengintai makhluk hidup
dalam segala tindakannya. Oleh karena itu, dharmalah yang akan menjadi teman
satu-satu yang akan menemani dalam perjalanan setelah kematian.
30.
Pitrayana-Dewayana (Sloka 391-398)
Pitrayana jika setelah meninggal akan kembali lagi dan
dewayana akan sampai ketempat tujuan terakhir dan tidak akan kembali lagi.
Dengan jalan pitrayana maka atman akan
mencapai sorga atau neraka kemudian akan manitis lagi kedunia menjadi tumbuhan,
hewan dan manusia tergantung perbuatannya. Oleh karenanya usahakan untuk selalu
berbuat dharma untuk mencapai pembebasan.
31.
Punggung (Bodoh) Sloka 399-404)
Orang yang dalam keadaan bodoh selalu berbuat kesalahan yang
akan menyebabkan kesengsaraan. Kebodohan ini disebabkan oleh loba yang
merupakan sifat serakah yang mengarah pada kehancuran. Untuk menghindari itu
kita harus mempunyai Kaprajnana (pengetahuan tentang hakekat kebenaran).
32.
Penghilangan Indria (Sloka 405-423)
Pada bagian sloka ini menjelaskan tentang pengekangan
indria yang harus diarahkan untuk tujuan
yang positif. Jika kesomongan maka ditanamkan sifat cinta kasih, untuk
mengekang hawa nafsu maka jalan jangan memikirkan, jangan merindukan, jangan
menjamah, jangan melekat pada barang bernafsu itu. Dengan demikian, pikiran
harus benar-benar diusahakan untuk mengekang hawa nafsu, karena semua itu
bersumber dari pikiran.
33.
Stri (Sloka 424-442)
Pada bagian ini kedudukan wanita seolah-olah direndahkan karena dianggap
sebagai pembawa kesengsaraan dan sebagai pemikat hati para laki-laki. Dalam hal
ini seorang Pandhita harus menjauhinya karena jika melihat wanita itu
dikhawatirkan muncul nafsu birahinya. Selain itu pada bagian Stri ini menjauhi
wanita merupakan tahapan dari golongan Rohaniawan (pandhita, Sannyasin, Wanaprasta) yang dalam kesehariannya selalu
berkecimpung dalam kegiatan rohani dan sebagai panutan orang banyak. Dalam hal
inilah maka jangan mengeneralisir bahwa semua laki-laki harus menjauhi wanita,
hal ini dikhususkan untuk pandhita.
34.
Raga-dwesa (Cinta Birahi dan kesepian)
Sloka 443-447
Semakin seseorang melekat pada nafsu birahi dalam hatinya,
maka akan melenyapkan dharma, artha, kama dan tidak akan mencapai moksa. Karena antara
nafsu birahi dengan benci selalu bersama-sama jika seseorang yang telah
terbebas dari nafsu birahi, amarah dan tahan uji maka, orang itu telah terbebas dari nafsu birahi dan dapat
berpulang ke Brahmaloka.
35.
Tresna (Sloka 448-485)
Dari keinginan timbulah kama (hasrat), iccha (haus kekuasaan) kemudian
timbulah trsna merupakan segala bentuk yang menyebabkan kebencian dan
ketakutan, sehingga itu akan meyebabkan kemabukan pikiran yang ada 3 yaitu wanita, kemewahan dan aiswariya
(kekuasaan). Jika seseorang yang terlalu mengikatkan pada benda-benda duniawi
akan menimbukan kecintaan dan ahirnya penderitaanlah yang akan diperoleh.
36.
Moksa (Sloka 486-511)
Dari penjelmaan berbagai kelahiran dalam bentuk badan
tumbuhan, hewan dan manusia, maka kesempatan mendapatkan badan manusia inilah
yang dapat menyempurnakan dirinya dengan selalu berlatih spiritual dan
melakukan budhi pekerti yang luhur. Dengan melepaskan keterikatan duniawi dan
selanjutnya, jika kekotoran pikiran telah lenyap maka akan memperoleh
pengetahuan yang sejati dan akan terbebaskan dari kelahiran dan kematian yang
berulang-ulang dan akan menuju pembebasan (Moksa).
Daftar Pustaka
Kajeng, I Nyoman dkk.1999. Sarasamuccaya Teks Sansekerta dan Jawa Kuno. Surabaya : Paramita.
Made, Ngakan Madrasuta. 2005. Hindu Akan Ada Selamanya cet I. Jakarta : Media Hindu.
Manik, Putra Aryana. 2009. Widhu Tattwa ((Makhluk Super Dahsyat itu Ternyata Wanita) cet III.
Denpasar : Bali Aga.
Mardalis. 2008. Metode Naskah Suatu Pendekatan Proposal. Jakarta : Bumi Aksara.
Maswinara, I Wayan. 1997. Kamasutra Dari Watsayana cet I.
Surabaya : Paramita.
-----------------, Wayan, 2010. Srimad Bhagavad-Gita. Surabaya : Paramitha dalam Kodam Jayakarta.
Media Hindu, Edisi 12, Nov – Des 2004
-----------------, Edisi 54,
Agustus 2008
Oka, I Ketut Setiawan, 2009. Metodologi Naskah I dan II. Jakarta :
STAH Dharma Nusantara Jakarta.
Pandit, Bansi. 2006.
Pemikiran Hindu (Pokok-Pokok Pikiran Agama Hindu Dan Filsafat) terjemah
IGA Dewi Paramita. Surabaya : Paramita
Puja, G, Tjokorda Rai Sudharta.
2002. Veda Smrti Compedium Hukum Hindu. Jakarta:
CV Felita Nursatama Lestari.
------------.1995.
Isa Upanisad. Jakarta : Yayasan Dharma Sarathi.
------------.1999. Bhagavad-Gita (Pancama Veda). Surabaya : Paramita
Rai Sudhartha, Tjok. 2004. Slokantara Untaian Ajaran Etika. Surabaya :
Paramita.
Radhakrisnan, S. 2008. Upanisad-Upanisad Utama terjemah Agus S.
Mantik. Surabaya : Paramita.
0 Response to "Ikhtisar Kitab Sarasamuccaya"
Post a Comment