Oleh :
Untung Suhardi
- Striving
Bekerja
keras adalah nilai pertama yang ditanam-tumbuh-kembangkan dalam setiap Binusian.
Untuk mencapai hasil yang maksimal dalam segala hal, perlu kerjakeras. Kerja
keras ini dalam pandangan Hindu dikenal dengan ajaran karma marga. Hal ini yang dijelaskan dalam Bhagavadgita 2.47 yang
menjelaskan bahwa : “kewajibanmu hanyalah melakukan
tugas dan jangan pernah mengharapkan hasil, tetapi
jangan sekali-kali
tidak melakukan apa-apa” (Prabhupada, 2006 :
133). Pandangan ini
menunjukan bahwa kewajiban kita sebagai manusia harus melakukan kerja sesuai
dengan keahlian dan bakat kita. Tetapi, kerja yang
dilakukan harus disesuaikan dengan pedoman yang ada dalam sastra Suci Veda.
Kerja
keras yang ditanamkan melalui sloka Bhagavadgita ini sebagai pedoman kehidupan
manusia yang menunjukan kualitas kehidupan manusia. Kualitas kehidupan manusia
ini didapatkan melalui upaya yang sungguh-sungguh dalam menjalankan kerja.
Karena pada dasarnya hasil pekerjaan yang didapatkan oleh manusia adalah dari
serangkaian proses yang dilakukan untuk menjadi orang yang berkualitas. Pada
dasarnya kualitas seseorang ditentukan dari cara berpikir, berkata dan berbuat
serangkaian perbuatan ini dapat diwujudkan oleh seseorang dengan kerja keras
yang nantinya tidak hanya bermanfaat untuk diri sendiri tetapi untuk masyarakat
luas.
- Perseverance
Ketekunan adalah core
value kedua yang mau ditanam-tumbuh-kembangkan dalam setiap Binusian. Ketekunan yang didapatkan seseorang dalam kehidupan ini
akan membawa pada kesuksesannya kelak. Ketekunan dapat diartikan dengan tidak
mengenal rasa lelah dalam kehidupan ini yang dalam pandangan Hindu dikenal
dengan tyagaprasanna. Orang yang
sudah melakukan tyagaprasanna maka
tidak mengenal lelah dalam tugas yang diembannya justru dia merasa diberikan
tanggungjawab yang harus dilakukan dengan sebaik mungkin.
Kitab
Slokantara 72 (Sudharta, 2004 : 239) banyak menjelaskan tentang bentuk dari sepuluh tujuan hidup yang harus dilakukan manusia. Ketekunan atau tyagaprasanna sebagai dasar etis yang
dilakukan oleh para pelajar khususnya para binusan yang dalam kehidupan ini
harus selalu bersifat tidak mudah putus asa, tekun dan melakukan proses belajar
yang tidak hanya mengutamakan nilai saja melainkan membuat pembaharuan dalam
kehidupan ini dengan selalu menjadi pioner dalam setiap even pada jenjang
akademik maupun non akademik. Oleh karena itulah proses ketekunan ini tidak
hanya sebatas yang dilakukan secara tertulis diatas kertas dengan ditunjukan
hasil akademik yang bagus melainkan adanya proses untuk memberikan makna dalam
kehidupan ini untuk mencapai kebahagiaan jasmani dan rohani (moksatam jagadhita ya ca iti dharma).
- Integrity
Integritas
yang tinggi adalah core
value ketiga yang mau ditanam-tumbuh-kembangkan dalam setiap Binusian. Penegasan yang penting untuk membentuk karakter
seseorang dalam kehidupan ini adalah tentang kemampuan seseorang yang mempunyai
integritas atau kemampuan dalam menunjukan kewibawaan dalam bentuk kejujuran. Pemikiran ini kemudian ditambahkan oleh Rene
Descartes yang menyatakan tentang ungkapan “cogito ergo sum” yang berarti “saya
berpikir, sebab itu saya ada”. Hal ini menunjukan bahwa kemampuan berpikir
manusia menunjukan derajat dari kemuliaan manusia, untuk itulah bahwa
integritas yang dibangun oleh seseorang akan menunjukan kualitas yang
dimilikinya.
Konsep
Hindu tentang integritas ini lebih dekat dengan satya (kebenaran atau kejujuran). Untuk itulah, kebaikan yang harus
dikembangkan menurut Brhadaranyaka Upanisad 5.2.1-3 (Pandit, 2006 : 137)
dijelaskan tentang danayata (praktik
pengendalian diri), datta (beramal)
dan dayadham (cintakasih). Pola
integritas yang dikembangkan dalam hal ini adalah binusian yang diharapkan pada
masa kini dan mendatang selain mempunyai sifat menyadari kemampuan diri sendiri
juga mempunyai sifat pengendalian diri, berdana dan mempunyai sifat cinta kasih
kepada semua makhluk.
- Respect
Rasa saling menghormati
adalah core value keempat yang mau ditanam-tumbuh-kembangkan
dalam setiap Binusian. Pengembangan yang dilakukan untuk menjadi orang yang
menghargai orang lain adalah bekal untuk menemukan net working yang kemudian akan memudahkan kehidupannya. Ajaran
Hindu bahwa semua yang ada dialam semesta ini merupakan satu sumber, yaitu
Brahman (Hyang Widhi Wasa). Dengan demikian, semua yang ada ini merupakan
saudara kita (Vasudaiva Kutumbhakam)
karena merupakan sama-sama ciptaan
Tuhan. Jadi, yang menjadi dasar etika Hindu ini adalah Tat Twam Asi, hal ini
terdapat dalam Chandogya Upanisad VI.8.7 yang menyatakan bahwa :
Sa ya eso nimā
aitad atmyaṁ idam sarvam,
tatsatyam, sa ātmā: tat tvam asi, śvetaketo
iti bhūya eva mā bahavān vijñāpayatv iti, tathā saumya iti hovāca
Terjamahan :
Yang itu adalah sari yang paling halus
(akar dari semuanya) seluruh atman ini menjadikannya sebagai atman-Nya. Itulah
memang kebenaran itulah atman Tat Tvan
Asi Svetaketu, Mohon junjunganku ajarkanlah kepada hamba lebih jauh lagi,
baiklah anakku, kata beliau (Radhakrisnan, 2008 : 536).
Merujuk sloka
diatas mengandung makna yang sangat dalam bahwa Tat Twam Asi berarti engkau adalah itu, engkau adalah aku dan aku
adalah engkau dan semua makhluk adalah
Engkau. Aku ini adalah makhluk yang berasal dari-Mu oleh karena itu, jiwatmaku
dan prakerti semua makhluk adalah tunggal dengan jiwatman dan Prakerti semua
makhluk. Dengan demikian, engkau adalah aku dan aku adalah engkau, itulah
kebenaran. Ajaran Tat Twam Asi ini mengakui dan mengajarakan bahwa harkat dan
martabat manusia adalah sama. Perbedaannya adalah pada guna (sifat) dan kerja
serta kualitas pengabdiannya (Gede Rudia
Adiputra, 2003 : 75).
Menyadari hal
itulah, bahwa dalam kehidupan ini hendaknya saling berempati dengan sesama
manusia dan makhluk lainnya, karena menyakiti makhluk lain berarti sama dengan
menyakiti diri sendiri secara tidak langsung. Dalam kehidupan sehari-hari
selalu berinteraksi dengan manusia lainya sebagai suatu sistem masyarakat.
Dalam hal inilah, rasa kesetiakawanan sosial perlu dipupuk dan
ditumbuhkembangkan, sehingga membentuk suatu budaya saling menghormati, saling
menghargai sebagai sesama manusia.
- Innovation
Inovasi yang
berkelanjutan adalah core value kelima
yang mau ditanam-tumbuh-kembangkan dalam setiap Binusian. Pengembangan dari
inovasi yang dilakukan oleh seseorang dalam memodifikasi untuk pengembangan
diri ini sangat mutlak diperlukan. Inovasi tidak hanya melakukan sebuah
pembaharuan melainkan untuk menciptakan pola baru untuk kesejahteranan
masyarakat. Untuk itulah, Hindu memberikan pemahaman bahwa inovasi berkaitan
dengan pikiran yang merupakan rajanya indria (Rajendriya) maka, dalam Kekawin NitiSastra I.7 ada syair yang
mengatakan bahwa:
Wentèn wang sugih artha hina sabhimuktinya ālpa ring bhūsana,Wentèn wong guna manta şila naya himā anūt rikāng durjana, Wang dῑrghāyusa wrèdha hῑna arèp rῑng dhamoşastro lahen, Yekung janma nirarthaka traya wilangnyoripnya nir tanpa don.
Terjemahan :
Ada orang kaya harta tapi sangat kurang
dalam berpakaian dan makan-minum. Ada orang terpelajar dan susila, tetapi
kurang tangkas berpikir akhirnya mengikuti orang-orang jahat. Ada lagi orang
tua yang sudah lama hidup, tapi perilakunya serba menyimpang dari dharma.
Ketiga orang tersebut adalah orang tak sempurna, percuma saja hidup tak ada
gunanya (PGAH, 1988:13).
Berangkat dari
sloka ini menunjukan bahwa pikiranlah yang memegang peranan penting, yang
dikatakan sebagai indria yang kesebelas dan menjadi penentu dalam mengendalikan
kesepuluh indria (panca Budhindriya, mata, telinga, hidung, kulit dan lidah
serta panca Karmendryia, mulut, tangan, kaki, anus dan kemaluan), sehingga
disebut dengan Rajendriya. Hal ini dijelaskan dalam Manawa Dharmasastra II.92
bahwa alat yang kesebelas adalah pikiran yang menundukan dua kelompok indriya
itu (G. Pudja, 2000). Dan diantara yang hidup, manusia mempunyai kelebihan daya
pikir (Manah), maka kualitas manusia sangat ditentukan oleh kualitas daya
pikirnya hal ini dijelaskan dalam Manawa Dharmasastra I.96 bahwa :
Bhūtanāṁ prāṇinaḥ śreşṭhaḥ, Prāṇimāṁ budhijῑwinaḥ,
Buddhimatsu narāḥ sreşṭha, Nreşa brāhmaṇaḥ smṛtaḥ,
Terjemahan :
Diantara
sesama ciptaan Tuhan, yang berjiwalah yang lebih utama,
Diantara yang berjiwa yang hidup dengan pikiranlah yang lebih utama,Diantara yang hidup dengan pikiran manusialah yang lebih utama,Diantara manusia tak ada yang lebih mulia dari pada Brahmana. (Brahmana dalam arti kualitas bukan Kasta)
(G. Pudja dan Tjok Rai Sudharta, 2002)
Diantara yang berjiwa yang hidup dengan pikiranlah yang lebih utama,Diantara yang hidup dengan pikiran manusialah yang lebih utama,Diantara manusia tak ada yang lebih mulia dari pada Brahmana. (Brahmana dalam arti kualitas bukan Kasta)
(G. Pudja dan Tjok Rai Sudharta, 2002)
Dengan demikian, bahwa pikiran yang memegang peranan penting
dalam kehidupan ini untuk mencapai kebahagiaan dengan mengendalikan sepuluh
indria tersebut. Dalam Sarasamuccaya 71 dijelaskan bahwa sesungguhnya yang
disebut surga jika dapat mengendalikan indria, dan jika tidak dapat
mengendalikannya itulah neraka (Nyoman Kajeng, 1999). Hal lain juga dijelaskan
dalam Katha Upanisad I.3-4 yang
menjelaskan bahwa ada variabel tentang Kuda yang diibaratkan dengan Indria,
penumpangnya adalah roh, kereta adalah badan, kusir adalah kecerdasan, tali
kekang adalah pikiran dan jalan adalah objek indrya (Radhakrisnan, 2008). Hal
ini menunjukan bahwa untuk mencapai tujuan maka, harus memperhatikan adanya
tali kekang (pikiran) dengan mengendalikan indria (kuda) tersebut. Jadi untuk
mencapai kebahagiaan yang sejati hal yang harus diperhatikan adalah menguasai
gerak pikiran dibawah bimbingan kecerdasan dan atman untuk menuju pantai
keabadian. Sehingga inovasi mutlak dihadirkan dengan pola pengembangan diri
sendiri untuk mencapai tujuan secara jasmani dan rohani.
- Teamwork
Kerjasama dalam satu kelompok adalah core
value terakhir yang mau ditanam-tumbuh-kembangkan dalam setiap Binusian. Kerjasama ini merupakan serangkaian kegiatan yang
melibatkan seluruh pihak untuk tujuan tertentu. Ajaran Hindu memberikan
pemahaman kepada umat secara umum dan umat Hindu pada khususnya mempunyai
beberapa konsep, seperti ; tri hita karaa, Tri Kaya
Parisudha dan Tat Twam Asi.
Tri Hita Karana
Secara harfiah Tri Hita Karana dapat diartikan tiga penyebab kebahagiaan. (tri artinya tiga, hita artinya kebahagiaan, dan karana artinya penyebab).
Unsur-unsur Tri Hita Karana adalah :
Secara harfiah Tri Hita Karana dapat diartikan tiga penyebab kebahagiaan. (tri artinya tiga, hita artinya kebahagiaan, dan karana artinya penyebab).
Unsur-unsur Tri Hita Karana adalah :
1.
Parhyangan, yaitu membina hubungan yang
harmonis antara manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa.
2.
Pawongan, yaitu membina hubungan yang
harmonis antara sesama manusia sehingga tercipta keselarasan, keserasian dan
keseimbangan.
3.
Palemahan, yaitu membina hubungan yang
harmonis antara manusia dengan alam lingkungannya.
Secara
keseluruhan Tri Hita Karana merupakan tiga unsur keseimbangan hubungan Manusia
dengan Tuhan, hubungan Manusia dengan Manusia dan hubungan Manusia dengan alam
lingkungannya yang dapat mendatangkan kesejahteraan, kedamaian dan kebahagiaan
bagi kehidupan manusia. Ketiga unsur tersebut tidak dapat
dipisah-pisahkan karena merupakan penyebab yang satu dengan yang lainnya
berjalan secara bersamaan dalam kehidupan manusia sehari-hari. Manusia
senantiasa ingat akan kebesaran dan kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa, senantiasa
taqwa kepada Tuhan, senantiasa mohon keselamatan dan senantiasa pula tidak lupa
memohon ampun atas segala kesalahan yang diperbuat baik kesalahan dalam
berpikir, berkata maupun kesalahan dalam perbuatan yang nyata dalam kehidupan
sehari-hari.
Manusia senantiasa berhubungan dengan manusia lain atau berhubungan sesama manusia dengan mengembangkan sikap saling asah, saling asih dan saling asuh sehingga tercipta kerukunan hidup yang selaras, serasi dan seimbang sesuai dengan sloka yang terdapat dalam Kekawin Ramayana : ….. Prihen temen dharma dumeranang sarat, Saraga Sang Sadhu sireka tutana, Tan harta tan kama pidonya tan yasa, Ya sakti Sang Sajjana dharma raksaka …. .
Manusia senantiasa berhubungan dengan manusia lain atau berhubungan sesama manusia dengan mengembangkan sikap saling asah, saling asih dan saling asuh sehingga tercipta kerukunan hidup yang selaras, serasi dan seimbang sesuai dengan sloka yang terdapat dalam Kekawin Ramayana : ….. Prihen temen dharma dumeranang sarat, Saraga Sang Sadhu sireka tutana, Tan harta tan kama pidonya tan yasa, Ya sakti Sang Sajjana dharma raksaka …. .
Manusia
senantiasa berhubungan dengan alam lingkungannya dengan maksud untuk
melestarikannya demi tercapainya kesejahteraan dan kedamaian dalam kehidupan
sehari-hari untuk mewujudkan kebahagiaan yang kekal. Merusak alam
lingkungan sama artinya merusak kehidupan manusia itu sendiri karena segala
kebutuhan manusia terdapat dalam lingkungan alam itu sendiri, baik binatang
maupun tumbuh-tumbuhan dan segala sesuatu yang terpendam di dalam alam semesta
sebagai ciptaan Tuhan Yang Maha Esa.
Tri Kaya Parisudha
Secara arti kata Tri Kaya Parisudha dapat diterjemahkan prilaku yang suci. (tri artinya tiga, kaya artinya prilaku, parisudha artinya semuanya suci).
Unsur-unsur Tri Kaya Parisudha adalah :
Secara arti kata Tri Kaya Parisudha dapat diterjemahkan prilaku yang suci. (tri artinya tiga, kaya artinya prilaku, parisudha artinya semuanya suci).
Unsur-unsur Tri Kaya Parisudha adalah :
1.
Manacika Parisudha, yaitu berpikir yang
suci, baik dan benar.
2.
Wacika Parisudha, yaitu berkata yang
suci, baik dan benar.
3.
Kayika Parisudha, yaitu berbuat yang suci,
baik dan benar.
Dalam ajaran
Agama Hindu, Tri Kaya Parisudha merupakan suatu etika sopan santun dan budi
pekerti yang luhur yang harus dilaksanakan dalam kehidupan nyata sehari-hari
untuk menghindari adanya rasa kurang menghormati harkat dan martabat manusia
yang dapat menimbulkan kemarahan dan rasa dendam yang berkepanjangan di antara
sesama manusia. Oleh karena itu, perlu diperhatikan dan dihayati hal-hal yang sebagai
berikut. Manusia
hendaknya selalu berpikir yang suci, baik dan benar yang merupakan langkah awal
untuk melangkah lebih lanjut. Kesalahan dalam berpikir walaupun tidak
dilanjutkan dengan perkataan dan perbuatan sudah merupakan suatu pelanggaran
dan menghasilkan hal yang tidak baik sebagai terdapat dalam ungkapan “Riastu
riangen-angen maphala juga ika”.
Manusia
hendaknya selalu berkata yang suci, baik dan benar agar tidak menyinggung
perasaan orang lain yang dapat menimbulkan kemarahan dan rasa sakit hati yang
mengakibatkan permusuhan di antara sesama manusia. Oleh karena itu setiap
manusia hendaknya selalu berupaya agar dapat berkata yang baik sehingga enak didengar
yang dapat menimbulkan rasa simpati setiap manusia dalam berinteraksi. Rasa
simpati manusia dapat mewujudkan kerukunan dalam kehidupan. Manusia
hendaknya senantiasa dapat berbuat dan bertingkah laku yang suci, baik dan
benar sehingga tidak merugikan orang lain bahkan perbuatan itu selalu dapat
menyenangkan orang lain dan bermanfaat bagi kehidupan manusia yang merupakan
kebajikan dapat meringankan penderitaan sesama manusia. Dalam ungkapan
Sarasamuscaya manusia hendaknya dapat berbuat dan bertingkah laku untuk
menyenangkan orang lain (Angawe sukaning wong len) sehingga
akan terwujud kerukunan dalam kehidupan bermasyarakat.
Dalam hukum
karmaphala bahwa segala perbuatan yang baik akan mendapatkan imbalan atau hasil
yang baik pula sesuai dengan ungkapan : “Ala ulah ala ketemu, ayu
prakirti ayu kinasih”. Sebagai manusia yang merupakan makhluk ciptaan Tuhan
yang sempurna yang memiliki tri pramana yaitu bayu, sabda dan idep atau pikiran
yang suci, baik dan benar. Di samping itu manusia dalam berpikir yang positif
selalu mendasarkan pikirannya kepada “Catur Paramita” yaitu Maitri, mengembangkan
rasa kasih sayang. Mudhita, membuat orang simpati.Karuna,
suka menolong. Dan Upeksa, mewujudkan keserasian,
keselarasan dan keseimbangan.
Tat Twam Asi
Apabila
diterjemahkan secara artikulasi Tat Twam
Asi berarti Itu adalah Kamu atau Kamu adalah Itu. Dalam pergaulan hidup sehari-hari hendaknya manusia
senantiasa berpedoman kepada Tat Twam Asi, sehingga tidak mudah melaksanakan
perbuatan yang dapat menyinggung perasaan bahkan dapat menyakiti hati orang
lain dan pada akhirnya menimbulkan rasa iri hati dan benci. Tat Twam Asi menjurus kepada Tepa Selira atau
Tenggang Rasa yang dapat menuntun sikap dan prilaku manusia senantiasa
tidak melaksanakan perbuatan yang dapat menimbulkan sakit hati sehingga terjadi
perpecahan dan permusuhan. Oleh karena
itu janganlah suka menyakiti hati orang lain karena pada hakikatnya apa yang dirasakan
oleh orang lain seyogyanya kita rasakan juga. Jikalau kita memukul orang akan
dirasakan sakit lalu bagaimana kalau kita dipukul orang lain pasti akan sakit
pula.
Marilah kita
membiasakan diri untuk senantiasa menaruh rasa simpati kepada orang lain
sehingga tidak pernah terlintas dalam hati untuk berbuat yang dapat menyakiti
orang lain, vasudeva kuthumbhakam : kita semua bersaudara.
0 Response to "Spirit dalam Hindu"
Post a Comment