Oleh :
UNTUNG SUHARDI
Dalam pandangan
Hindu perempuan harus diperlakukan dengan halus dan sopan santun karena
perempuan banyak memberikan sumbangan khusus kepada dunia dia adalah pembawa
Vibrasi kesucian pada keluarganya. (Media Hindu edisi 54, Agustus 2008 : 56. Selain itu,
perempuan yang telah menjadi seorang ibu dengan tulus ikhlas mengembangkan
janin didalam kandungannya yang tidak dapat dilakukan oleh laki-laki. Hal ini
menunjukan bahwa perempuan mempunyai keunggulan-keunggulan dari pada pria. Hal
ini dipertegas didalam Rg Veda.I.6.4 menjelaskan:
ād aha svadhām anu
Pūnar garbhatvam
erire
Dadhānā nāma yajñiyam
Artinya :
Selanjutnya persenyawaan kemampuan yang
diilhami oleh sang diri batin untuk bekerja dan memuja. Mulai memahami tugasnya
seperti ibu yang memahami Adanya nyawa pada janinnya. (Maswinara, 1999 : 11).
Berdasarkan
mantra diatas bahwa penempatan perempuan
melebihi laki-laki, karena hanya perempuan yang mengetahui dan memahami bahwa
dalam kandungannya ada janin atau tidak, sedangkan laki-laki tidak pernah
merasakan hal itu, karena laki-laki tidak pernah hamil. Hal ini menunjukan diterimanya superioritas perempuan oleh kalangan
laki-laki. Dan perempuan hendaknya dihormati karena sebagai tempat tumbuhnya
benih-benih penerus leluhur. Dalam mengandung itulah pengorbanan seorang ibu
yang tiada bandingannya dalam hal kasih penulisng. Ketika bayi lahir kata
pertama yang diucapkan bayi adalah Ma,
ketika anak tersebut mencapai usia delapan tahun mulai memasuki kehidupan
Brahmacarya, sang Ayah dan Ibu
membisikan Mantram Gayatri pada
telinga anak dan sejak saat itu sampai usia 24 tahun harus menganggap perempuan
diseluruh dunia sebagai ibunya. (Tim Kompilasi, 2006 : 254-255)
Perbedaan gender seperti di dunia barat tidak dikenal
dalam nilai-nilai Hindu, tidak ada diskriminasi dalam kesempatan untuk meraih
pendidikan dan karier bagi laki-laki ataupun perempuan. Hal ini dijelaskan
dalam beberapa mantra Rg Veda, seperti Rg
Veda X.87.3 menyatakan : “Wahai umat manusia laki-laki maupun perempuan
milikilah mata ketiga dari ilmu pengetahuan”. Rg Veda X.33.19 menyatakan
: “Perempuan sesungguhnya adalah seorang sarjana dan seorang pengajar. Rg Veda X.159.2 menyatakan : “Penulis
dapat menjadi seorang raja, seorang sarjana yang terkemuka dan seorang
perempuan orator yang ulung”. Dan dalam Kitab Atharva Veda V.17.3.4 menyatakan bahwa : “Dimana kehormatan
perempuan dilindungi, bangsa itu akan selamat dan terjamin dan seorang
perempuan yang tidak dihormati dapat meruntuhkan bangsa itu” (Suwira dan Yoga,
2007) . Ucapan “Sorga ada ditangan perempuan” bukanlah suatu slogan kosong.
Dalam Manawa Dharmasastra menempatkan perempuan pada tempat yang istimewa, hal
ini dijelaskan dalam Manawa Dharmasastra
III.56 yang menyatakan :
Yatra nāryāsu pūjyante
Ramante tatra devatāh
Yatraitāstu na pūjyante
Sarvāstatrāphalaḥ kriyāḥ
Artinya :
Dimana perempuan dihormati disanalah para Dewa-Dewa merasa senang, tetapi
dimana mereka tidak dihormati tidak ada upacara suci apapun yang akan berpahala.
(G. Puja, T.Rai Sudharta, 2002 : 147).
Beberapa tokoh perempuan dimasa lalu dapat ditemukan
dalam Upanisad dan sastra-sastra Hindu lainnya yang disebutkan dalam kitab Veda yang sangat dihormati sebagai para Brahmavadini seperti : Visvavara, Apala, Ghosa, Godha istri dari
Vasukra saudara perempuan Maharsi Agastya, Lopamudra, Sasvati dan Romasa. Tokoh
lainnya dapat dijumpai dalam Ramayana seperti : Anasuya (jnanin yang memberikan
nasehat kepada Rama, Sita dan Laksmana, Sabari, Svayampraba (pertapa yang
menolong Hanoman), Trijata, Madodari, Sita, Kausalya diMahabharata, antara lain
: Drupadi, Kunti, sakuntala, dalam Purana ada Devahuti ibu Maharsi Kapila.
(Titib, 1998 : 27-28).
Konteks
hubungan laki-laki dan perempuan dalam unit terkecil adalah bentuk hubungan
suami istri. Teks-teks suci ada istilah Ardhaanggani
artinya bahwa istri adalah belahan yang tak terpisahkan (ardha) dari badan (angga) suaminya. Tidak ada laki-laki yang
sempurna pada dirinya sendiri tanpa
didampingi oleh perempuan sebagai istrinya (Tjok Rai Sudharta, “Manusia Hindu”,
1993 : 89-90). Laki-laki dan perempuan adalah mitra atau partner dalam segala
aktifitas dalam kehidupan. Oleh karena itulah perempuan yang telah dewasa harus
dinikahkan dengan cara-cara yang baik sesuai dengan kitab Manava Dharmasastra
III : 21-30 yaitu menurut cara yang disebut sebagai Brahmana, Daiva, Rsi, dan
Prajapati. Sastra
Hindu memandang perempuan sebagai sosok Vital dan subjek yang patut dihormati,
tetapi dalam kitab Sarasamuccaya posisi perempuan seolah-olah dipinggirkan dan
dijauhkan.
Merujuk dari sloka-sloka sarasamuccaya (sloka 424-442) tersebut perempuan begitu direndahkan, dari cara pandang yang demikian
ini, sangatlah cocok dengan empat
tahapan kehidupan (Catur Asrama) yang terakhir dalam Hindu yaitu Saniyasin,
karena pada tahapan ini diharuskan menjauhi seks yang selalu dikaitkan dengan
perempuan sebab dia sudah menjalaninya pada tahapan Grhasta. Dengan kata lain,
kehidupan sex tidak lagi menjadi tugas seorang yang memasuki Sanyasin, tugasnya
adalah mempelajari sastra suci untuk bekal kehidupan selanjutnya menuju alam
keabadian. Dari
Pemahaman sloka Sarasamuccaya hanya diperuntukan untuk golongan rohaniawan terutama
golongan sanyasin akan tetapi, umat Hindu pada umumnya membaca sebagian potongan sloka itu maka,
secara spontan mereka akan memberikan komplain atas sloka tersebut bahwa
ternyata kedudukan perempuan dalam kitab suci Veda seolah-olah dimarginalkan
dan
seluruh latar belakang dari Sarasamuccaya sebagai kitab Etika Hindu hilang
karena 19 sloka tersebut. Dari uraian tentang perempuan tersebut bukanlah
secara sembarangan dijauhkan akan tetapi, karena perempuan itu suci dan agung
sehingga, jauhilah sifat-sifat yang menjelekan tentang perempuan. Dengan
demikian, yang dijauhkan bukanlah diri perempuan sebagai objek pembawa
kesengsaraan, akan tetapi cara berpikir laki-laki tentang perempuan yang
seharusnya dikendalikan. Dan bahkan perempuan itu menurut pandangan para
Maharsi adalah altar dari pada suatu
yajna dan sakti dari laki-laki sebagai kekuatannya (Titib, 2000).
0 Response to "Kedudukan Perempuan Hindu dalam Kitab Sarasamuccaya (Kajian Etika Hindu)"
Post a Comment