Pengetahuan : Perlunya Guru dalam Proses Menuntut Ilmu

Pengetahuan : Perlunya Guru dalam Proses Menuntut Ilmu
Oleh:
Untung Suhardi




Menuntut ilmu pengetahuan kita memerlukan seorang yang mengerti ilmu pengetahua itua, antara lain seorang Sarjana, Guru dan para pemuka Agama (Pinandita). Hal ini karena didalam proses belajar kita memerlukan bimbingan dan pengarahan agar tidak menyimpan dari tujuan pembelajaran tersebut. Seorang sarjana adalah orang yang terpelajar dan diharapkan dapat mengabdikan ilmunya untuk masyarakat, guru adalah seorang yang membimbing kita di Sekolah beliau bekerja umtuk mendidik para muridnya agar menjadi orang yang mampu meneruskan pembangunan dimasa depan dan Pinandita adalah orangg yang telah membimbing dalam bidang kerohanian untuk menuju kehidupan yang bahagia, segingga terjadi keseimbangan antara pengetahuan duniawi dengan alam Niskala Dengan adanya bimbingan dan pengarahan tersebut diharapkan akan menjadi orang yang bijksana seperti pepatah kuno yang mengatakan bahwa : ”Bersikplah kamu seperti ilmu Padi yaitu semakin kita banyak ilmu, semakn pula kita merunduk. Hal ini menegaskan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka orang tersebut semakin arif bijksana dan tidak menyombongkan diri serta mengaplikasikan ilmunya itu untuk kemajuan dan kemakmuran bangsa serta negara.






Diceritakan pada zaman Tretayuga, tersebutlah seorang pemburu, penjahat ulung dan perampok yang sangat kejam bernama Ratnakara, walaupun sebenarnya ia adalah putra seorang Rsi yang bernama Rsi Pracethasa, lalu kenapa ia menjadi seorang perampok, bahkan tak segan-segan membunuh korbannya? Nampaknya faktor lingkungan pada waktu beliau masih kecil sangat mempengaruhinya, ia mempunyai pergaulan dan dibesarkan di lingkungan hitam yaitu pada keluarga pemburu binatang.
Pada waktu Ratnakara masih kecil ia termasuk anak yang lincah dan cerdas suatu hari dia bermain-main ke luar pertapaan ayahnya di tepi sungai Gangga India, suatu ketika ia bermain cukup jauh, saking asyiknya ia bermain tambah jauh dari ashram, sampailah akhirnya, ia tidak tahu lagi jalan untuk pulang ke ashram (tempat tinggalnya). Ketika matahari sudah hampir terbenam ia sadar dan ingat sama orang tuanya, ia lalu menjadi bingung dan panik, ia lalu menangis menjerit sejadi-jadinya sambil memanggil sang ayah dan ibunya, lalu suara tangisnya itu didengar oleh seorang pemburu di tengah hutan. Pemburu itulah kemudian membesarkan serta mengangkatnya sebagai anak. Ratnakara kecil pun tumbuh dewasa dan menjadi seorang pemburu binatang dalam hutan, mengikuti jejak ayah angkatnya itu.
Setelah dewasa dan berumah tangga ia punya istri dan punya anak cukup banyak, maka dengan hasil buruan saja sering tidak dapat mencukupi hidupnya sekeluarga, maka Ratnakara pun terpaksa menjadi perampok, ia merampok siapa saja yang ditemuinya, demikianlah perjalanan hidupnya dan hari ke hari di dalam hutan.
Suatu ketika Rsi Narada berjalan-jalan keluar ashram dan sudah menjadi kebiasaan Sang Rsi bilamana berjalan-jalan ia selalu melantunkan kidung (nyanyian) puja-puji Rama, nama Rama dan sifat-sifat keagungannya diucapkan berulang-ulang tiada henti, berkat bhakti (cinta kasih yang tulus) beliau. maka kekuatan Rama sebagai avathara (penjelmaan) Visnu selalu melindungi perjalanan Sang Rsi Narada. Beberapa saat (beberapa menit) ia agak mengantuk dan kurang konsentrasi dalam menyanyikan (menyebut) nama Rama …..Rama... Rama....Rama karena kantuknya sampai terbalik menjadi Mara .... Mara sehingga artinyapun menjadi jauh berbeda. Mara dalam bahasa sansekerta artinya adalah bahaya. Betul saja tak lama kemudian munculah bahaya, Ratnakara datang menghadangnya, namun Rsi Narada tidak begitu terkejut melihat sosok Ratnakara yang siap merampoknya, saat itu kebetulan Rsi Narada hanyalah membawa Wina (sejenis alat musik) maka diambillah Wina itu oleh Ratnakara.
Setelah Rsi Narada menyadari akan kekeliruannya dalam mengucapkan nama Rama ia pun memperbaiki kidungnya dengan penuh konsentrasi disertai rasa bhakti yang tulus dan mengulang-ulang kembali menyebut nama Rama dalam hati saja (manasa) tanpa terdengar oleh Ratnakara. Kekuatan kidung suci itu benar-benar menggetarkan Atman yang bersemayam pada diri Ratnakara. Akhirnya Ratnakara tersadar akan dosa-dosanya yang pernah ia perbuat, ia lalu merunduk sebagai tanda hormat. Sejak itu pula Ratnakara menyesali segala perbuatannya seperti merampok, membunuh yang pernah dilakukannya. Ia pun menjatuhkan dirinya ke kaki Rsi Narada sebagai ungkapan permintaan maaf yang tulus dari seorang murid (bhakta) kepada guru (acharya), ia lalu menyerahkan diri untuk menjadi muridnya, Sang Rsi Narada pun menerimanya dengan penuh cinta kasih, selanjutnya ia diberikan pelajaran yoga dan pemula hingga yang paling tinggi tingkatannya. Setelah yoganya mantap ia lalu melakukan tapa brata selama bertahun-tahun, saking tekunnya ia melakukan tapa, ia tidak bergeming sedikitpun ketika ribuan semut mengerumuni tubuhnya, bahkan sampai semut-semut itu membuat sarang, hingga menutupi sekujur tubuhnya sampai tidak kelihatan lagi badannya.
Melihat keteguhan Ratnakara itu, Rsi Narada sangat gembira. Setelah Ratnakara sudah dianggap sukses dan berhasil menguasai dirinya. Sarang semut itu lalu dibongkar oleh Rsi Narada, kemudian didapatilah Ratnakara masih tetap tenang dalam semadhinya, tubuhnya sedikitpun tidak terpengaruh oleh gigitan semut. Setelah ia sadar didatangi oleh Rsi Narada, lalu Ratnakara menghaturkan sembah sujud, memberi hormat sebagaimana ketentuan (sesana) seorang murid (bhakta) terhadap gurunya (acharya). Tak lama kemudian Ratnakara didiksa atau diwisuda (dwijati) dengan upacara sederhana sekali (nistaning nista) untuk menjadi seorang Rsi, oleh Rsi Narada kemudian Ratnakara diberi nama baru (gelar) Rsi Walmiki sebagai nama dwijati. Kata “Walmiki” sebenarnya berasal dari kata “Walmika” yang dalam bahasa sansekerta berarti rumah semut, ia diberi nama dwijati Walmiki karena dianggap terlahir dari rumah semut pada waktu ia menjalankan tapa brata. Rsi Walmiki inilah oleh Dewa Brahma dianugrahi kekuatan spiritual yang hébat untuk dapat melihat dan mengetahui dengan jelas seluruh peristiwa dan kehidupan Sri Rama sebagai penjelmaan dari Dewa Wisnu, dan sejak Sri Rama lahir sebagai putra Prabu Dasaratha, Raja Ayodhya hingga kembali ke Waikunta loka sebagai Visnu.
Cerita yang disajikan ini dapat menjadi pemahaman kita bersama bahwa kebiasaan buruk dan sifat keraksasaan yang ada dalam diri kita dapat untuk dihilangkan secara berlahan. Hal yang harus dilakukana adalah dengan melakukan pengendalian diri serta berlatih yoga untuk mengetahui hakekat diri sebagai manusia yang penuh dengan keutamaan.
 


Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Pengetahuan : Perlunya Guru dalam Proses Menuntut Ilmu"

Post a Comment