UPACARA
TAWUR AGUNG KESANGA
DI
SILANG MONAS DKI JAKARTA
Oleh
: I Wayan Kantun Mandara
Editing : Untung Suhardi
Mahasiswa
Program Studi BrahmaWidya
Institut Hindu
Dharma Negeri (IHDN) - Denpasar
ABSTRACT
Tawur Agung Kesanga Rite held in Śaka New Year 1934 is actually a
Hindu tradition containing noble values to inprove the quality of sradha
(faith) and bhakti (dovotion) to God. Tawur is not merrely a routine annual
feast to commemorate Nyepi falling within a period of one year exactly in The
New Year Śaka. At this time the sun inclines toward the northern latitudes
(Devayana), now also called Uttarayana, the good time to be close to God
Almighty.
Tawur Agung Kesanga Ritual (bhuta yajña) at Monas in 2012
aimed to foster a harmonious relationship between man and God, man and fellow
human being and His creation as well as human with the natural invironmentin
with day live. It was to be a momentum to increase genuine solidarity and
tolerance between people, accept the difference and similarity as natural
factor of life and put them in a balance proportion so they can be in a
positive side of life.
The philosophy of tawur agung kesanga rite is to negate all
negative force symbolized by the sacrifice of buffalo as a caunterbalance of
the universe because Monas represents as catuspathaning desa which is believed
as the grand crossroad of the center of universe. Therefore, Monas is
considered as the focal point of Jakarta, a symbol of lingga yoni that
represents fertility and welfare as well as having religious meaning of
happiness, balance, welfare and togetherness.
Keywoeds : Tawur Agung, Monas, Value and Rite
I.
PENDAHULUAN
Pelaksanaan upacara tawur agung kesanga yang dilakukan oleh umat Hindu di DKI
Jakarta sangat berbeda dengan umat Hindu yang berada di Bali, baik prosesi
ritualnya maupun sarana upacaranya. Ini disesuaikan dengan desa, kala, patra, yang ada dalam sastra Veda. Dalam tawur agung (bhuta yajña) yang dilaksanakan di Silang Monas tahun 2012 bertujuan
untuk membina hubungan yang harmonis antara manusia dengan Tuhan, manusia
dengan sesama makhluk ciptaan-Nya serta manusia dengan alam lingkungan
tempatnya hidup dan menikmati kehidupan. Agar menjadi pemahaman yang utuh dalam
konsep Trihita Karana maka diimplementasikan
dalam bentuk ritual yang disebut dengasn upacara memarisuda bumi, dimana persembahaanya mempergunakan
sesaji dan caru dengan tujuan menyucikan bumi dengan segala isinya dari segala
kekotoran, terhadap bumi pertiwi dan alam semesta terjalin suatu keharmonisan
sehingga seluruh tatanan makrokosmos dan mikrokosmos sudah siap, hening dan
damai dalam menyongsong pelaksanaan Catur
Brata Penyepian ke esokan harinya. Makna yang terkandung dalam upacara tawur agung kesanga adalah; makna
filosofis sebagai pelebur kekuatan negatif yang dilambangkan dengan
dikorbankannya kerbau sebagai penyeimbang alam semesta, karena Monas merupakan catusphataning desa yaitu perempatan
agung yang merupakan titik pusat dari alam semesta sehingga dianggap sebagai
titik nolnya Jakarta, juga sebagai simbol lingga
yoni yang melambangkan kesuburan dan kesejahteraan, ada juga makna religi,
kebahagiaan, keseimbangan, kemakmurann dan kebersamaan.
II.
METODE
Penelitian ini bersifat
eksploratoris atau penjajakan dengan jenis penelitian kualitatif dengan analisa
deksriptif kualitatif. Penelitian ini menggunakan teori struktur
fungsionalisme, teori bersaji dan teori interaksionalisme simbolik, dan pengumpulan data
yang digunakan dengan menggunakan obsevasi, wawancara, dan pencatatan dokumen
(kepustakaan).
III.
HASIL PENELITIAN
Pelaksanaan upacara tawur agung kesanga di Silang Monas DKI Jakarta yang
dilakukan meliputi :
3.1
Waktu
Upacar tawur
agung kesanga Tahun Baru Śaka 1934
dilaksanakan di Silang Monas DKI Jakarta, pada hari Kamis
tanggal 22 Maret 2012 pukul 08.00 WIB. Dimana pelakasanaan upacara tawur waktunya ditentukan pada pukul 12.00 WIB. Dari tahun
ketahun upacara tawur yang telah
dilakukan di Monas baru tahun ini dilaksanakan pada paruh tengah waktu yaitu
pukul 12.00. Dan masing-masing Banjar se-Jabotabek dalam melakukan upacara tawur kesanga menyesuaikan pagi
harinya karena Pekuluh dari
masing-masing pura se-Jabodetabek dan seluruh
umat diharapkan sudah berada di silang Monas pukul 10.00 WIB.
3.1.1 Persiapan
Dalam
rangka mempersiapkan penyelenggaraan upacara
tawur agung kesanga Tahun Baru Śaka 1934, maka panitia telah mengadakan
rapat-rapat, dimana pada waktu rapat jumlah peserta rapat cukup banyak yang
hadir dan tepat waktu. Dalam dukumen Panitia Nyepi tahun 2012 disebutkan bahwa
suasana rapat sangat tertib dinamis dan penuh partisipasi dengan semangat
kekeluargaan dan demokratis pada setiap pengambilan keputusan, dan setiap
bidang yang terkait dengan bidang tugasnya senantiasa menyampaikan program dan
rencana anggaran untuk dibahas dalam rapat sangat baik.
3.1.2 Kerangka Acuan
Sebagai
titik awal dari kerja panitia tawur agung
kesanga Tahun Baru Śaka 1934 adalah penyusunan
kerangka acuan untuk mempermudah pengorganisasian dan sumber biaya serta biaya
penyelenggaraan pelaksanaan upacara tawur
agung kesanga Tahun Baru Śaka 1934 yang
dilaksanakan di Silang Monas DKI Jakarta karena dikemas dengan parade
seni dan budaya yang dimeriahkan dengan pawai Ogoh-ogoh, Ondel-ondel, Barongsai, Marawis dan lain-lain. Dan
perayaan tawur agung kesanga Tahun Baru
Śaka 1934 mengambil tema sebagai berikut : “MELALUI PERAYAAN NYEPI SAKA 1934, KITA TINGKATKAN KUALITAS
BERPIKIR, BERUCAP DAN BERTINDAK DALAM MENGAMALKAN HIDUP HARMONI KEPADA SANG PENCIPTA, SESAMA MANUSIA
DAN ALAM SEMESTA”
Dalam penjabaran
ajaran Hindu tersebut maka panitia menetapkan program dalam pelaksanaan upacara tawur agung kesanga Tahun Baru Śaka
1934 yang mencangkup upaya pencapaian harmoni kehidupan umat manusia.
3.1 Audensi Dengan Pemerintah
Dalam rangka
memantapkan seluruh pelaksanaan upacara
tawur agung kesanga Tahun Baru Śaka 1934, panitia telah mendapatkan
kesempatan untuk beraudiensi kepada Pejabat Pemerintah sesuai dengan surat
permohonan panitia Nyepi Tahun Baru Śaka
1934.
3.2 Sarana Upacara Tawur Agung
Dalam
setiap tradisi atau persembahan pasti selalu ada maksud dan tujuannya. Demikian
yang terjadi dengan upacara bhuta yajña.
Disini sangat jelas bahwa
dalam hidup ini kita harus berkorban, melakukakan persembahan agar kehidupan
ini menjadi seimbang, karena dengan keseimbangan itulah tatanan kehidupan yang jagaditha itu tercipta.
Upacara tawur agung (bhuta yajña) ini
kemudian dapat dibagi menjadi tiga tingkatan, yaitu : Upacara bhuta yajña dalam tingkatan kecil seperti segehan dan yang setingkat. Dengan banten atau sesajen lauk
pauknya yang sangat sederhana terdiri dari bawang merah, jahe dan garam dll.
Jenis-jenis segehan ini
bermacam-macam sesuai dengan bentuk dan warna nasi yang di gunakannya. Adapun
jenis-jenisnya adalah Segehan Kepel
dan Segehan Cacahan, Segehan Agung, Gelar Sanga, Banten Byakala
dan Banten Prayascita. Upacara bhuta yajña dalam tingkatan
sedang (madya) yang disebut caru. Pada tingkatan ini selain
mempergunakan banten/sesajen lauk
pauk seperti pada segehan, maka di
gunakan pula daging binatang.
Banyak
jenis binatang yang di gunakan tergantung tingkat dan jenis caru yang di laksanakan. Adapun
jenis-jenis caru tersebut adalah caru
ayam berumbun (dengan satu ekor ayam), caru
panca sata (caru yang menggunakan lima ekor ayam yang di sesuaikan dengan
arah atau kiblat mata angin), caru panca
kelud adalah caru yang
menggunakan lima ekor ayam di tambah dengan seekor itik atau yang lain sesuai
dengan kebutuhan upacara yang di lakukan, dan caru Rsi Gana. Upacara bhuta yajña dalam tingkatan yang besar
(utama). Tingkatan yang utama ini di sebut dengan tawur misalnya tawur kesanga
dan Nyepi yang jatuhnya setahun
sekali, Panca Wali Krama adalah
upacara bhuta yajña yang jatuhnya
setiap sepuluh tahun sekali, dan Eka Dasa
Rudra yaitu upacara bhuta yajña
yang jatuhnya setiap seratus tahun sekali.
Upacara tawur agung kesanga atau upacara bhuta yajña juga disebut upacara memarisuda bumi dimana upacara tersebut mempersembahkan sesaji dan caru dengan tujuan menyucikan bumi dengan segala isinya dari segala
kekotoran, dimana bumi pertiwi dan alam semesta terjalin suatu keharmonisan
sehingga seluruh tatanan makrokosmos dan mikrokosmos sudah siap, hening dan
damai dalam menyongsong pelaksanaan Catur
Brata Penyepian ke esokan harinya, yaitu Raya Nyepi Tahun Baru Śaka 1934 yang jatuh pada hari Jumat, tanggal
23 Maret 2012 dimana seluruh umat Hindu khususnya umat Hindu di Provinsi DKI
Jakarta melaksanakan Brata Penyepian.
BerdasarkanKeputusan Paruman Sulinggih dan Sabha Walaka Parisada Hindu Dharma Indonesia
Prov. DKI Jakarta, tawur agung kesanga
Tahun Baru Śaka 1934, tahun 2012 akan dilaksanakan dengan tingkatan Upakara Tabuh Gentuh. Upacara Tabuh Gentuh ini mempergunakan
binatang berupa kerbau, kambing, babi, anjing, itik, ayam, angsa dan lain
sebagainya.
3.3
Prosesi Tawur Agung
Kesanga
Seperti kita ketahui
bahwa prosesi upacara tawur agung kesanga
Tahun Baru Śaka 1934 yang dilaksanakan di Silang Monas DKI Jakarta melalui
beberapa tahapan yang sudah dipersiapkan oleh panitia Nyepi tahun 2012 dengan mengacu kepada Surat Keputusan Paruman Sulinggih
Parisada Hindu Dharma Indonesia Provinsi Jakarta No: 07/PS/Parisada-DKI/I/2012
Tentang Penetapan Pelaksanaan Melasti
dan Tawur Agung Kesanga Tahun Saka 1934
Provinsi DKI Jakarta.
3.3.1
Awal Pelaksanaan Tawur
Agung
Empat hari sebelum Hari
Raya Nyepi Tahun Baru Śaka 1934, umat Hindu DKI Jakarta melakukan upacara melasti/melis ke Pura Segara
Cilincing Jakarta Utara karena pada harin itu bertepatan dengan hari libur
yaitu hari Minggu, dimana pada pukul 17.00 WIB pekuluh Ida Bhatara dari masing-masing pura se-Jabodetabek sudah
berada di Pura Segara Cilincing Jakarta Utara. Pada waktu upacara melasti tersebut semua Arca,
Pratima, Nyasa atau Pralingga itu
diusung ke laut (samudra) atau ke mata air terdekat yang dianggap suci. Nyasa atau Pralingga itu adalah media untuk memusatkan pikiran dalam rangka
memuja Sang Hyang Widhi, para Dewa-Dewi, Bhatara-Bhatari, dan Leluhur.
Arca, Pratima, Nyasa atau Pralingga itu bermacam-macam wujudnya ada Arca Brahma, Viṣṇu, Śiva, Ganapati dan lain-lain. Sedangkan Pratima, Nyasa atau Pralingga itu ada berwujud permata, batu (soca), kepingan emas (pripih)
dan lain-lain.
Setelah acara Melasti/Melis selesai Pekuluh Ida Bhatara (Sang Hyang Widhi, para Dewa-Dewi dan Bhatara-Bhatari
mewali ke pura masing dan dimohon untuk berstana di Pura atau Bale Agung yang
secara simbolis dengan menstanakan Arca,
Pratima, Nyasa atau Pralingga-Nya.
Acara menstanakan ini disebut Nyejer. Selama
tiga hari Ida Bhatara Nyejer di masing-masing pura umat Hindu
se-Jabodetabek dan wajib mempersembahkan puja
bhakti, menghaturkan sesajen atau
persembahan yang disebut Prani. Pada
saat itu pula umat memohon tirta amerta
air suci kehidupan untuk kesejahteraan dirinya, semua mahluk (sarwa prani) dan alam semesta (bhuana agung). Melalui acara Nyejer dikandung pula permohonan umat
untuk menyaksikan upacara tawur agung
(bhuta yajña) yang dilakukan dengan
tulus iklas oleh umatnya.
3.3.2
Pelaksanaan
Tawur Agung
Sebelum
upacara tawur agung kesanga Tahun Baru
Śaka 1934 dilakukan maka pada hari Senen tanggal 19 Maret 2012 pukul 08.00
WIB dilakukan ngayah umum yang di pusatkan di Pura Wira Satya Bhuana
Tanah Abang dengan mempersiapkan seluruh perlengkapan
caru, dan pembuatan sanggar tawang,
asagan, sanggar surya, penjor dan persiapan lain yang diperlukan. Ke esokan
harinya pada hari Selasa tanggal 21
Maret 2012 pukul 08.00 WIB dilakaukan mapepada
dan pembuatan ben caru (wewalungan), membuat olahan caru, membuat gayah dan menata nyorohan banten.
Dalam
upacara tawur agung (bhuta yajña) yang dilaksanakan di Silang
Monas DKI Jakarta bertujuan untuk membina hubungan yang harmonis antara manusia
dengan Sang Hyang Widhi, manusia
dengan sesama makhluk ciptaan-Nya serta manusia dengan alam lingkungan
tempatnya hidup dan menikmati kehidupan. Pelaksanaan
upacara tawur agung kesanga (bhuta yajña) yang dilakukan oleh umat
Hindu di Indonesia bahkan beberapa negara juga melaksanakannya dimana upacara tawur (bhuta yajña) juga disebut upacara
memarisuda bumi, dimana upacara
tersebut mempersembahkan sesaji dan caru dengan tujuan menyucikan bumi
dengan segala isinya dari segala kekotoran, mengharmoniskan bumi pertiwi dan
alam semesta dengan harapan semoga seluruh tatanan makrokosmos dan mikrokosmos
sudah siap, hening dan damai dalam menyongsong pelaksanaan Catur Brata Penyepian ke esokan harinya. Tentang
tawur agung (bhuta yajña) ini di dalam Agastya
Parwa dinyatakan: Bhuta yajña ngaranya tawur kapujan ing tuwuh,
yang terjemahannya: Bhuta yajña
adalah tawur (persembahan tawur)
untuk kesejahteraan mahluk yang bertumbuh (Titib, 1995: 18).
3.3.3 Pemuput
Tawur Agung
Pada upacara tawur agung kesanga Tahun Baru Śaka 1934 yang di dilakukan
di Pelataran Silang Barat Monas DKI Jakarta dipuput oleh 3 (tiga) orang Sulinggih yaitu 2 (dua) Pedanda Siva dan Pedanda Budha. Sebenarnya setiap upacara tawur agung harusnya dipuput oleh 3 (tiga) orang Sulinggih yaitu ; Pedanda Siva, Pedanda Bhuda dan Senggu.
Tetapi karena umat Hindu di DKI Jakarta belum memiliki Senggu maka melalui kesepakatan, upacara tawur agung kesanga Tahun Baru Śaka 1934 di Silang Monas
DKI Jakarta dipuput oleh 3 (tiga) orang Sulinggih
yaitu 2 (dua) Pedanda Siva dan Pedanda Bhuda tidak memakai Senggu.
3.3.4 Akhir Pelaksanaan Tawur Agung
Dengan berakhirnya pelaksanaan upacara tawur agung kesanga yang diakhiri dengan Nyarub Caru (Ngerujag Caru), maka berakhirlah kegiatan upacara tawur agung kesanga tersebut kemudian dilanjutkan acara
Pawai Ogoh-ogoh tersebut selain
merupakan pelestarian seni dan budaya, juga dapat meningkatkan kerukunan (sima krama) atau silaturahmi interen
umat Hindu maupun antar umat beragama dengan azas saling menghormati dan
menghargai kebhinekaan, sehingga tercipta keharmonisan dan kedamaian.
Dan keesokan harinya umat Hindu
siap untuk merayakan Hari Raya Nyepi
yaitu Tahun Baru Śaka 1934 dengan
tidak melaksanakan aktivitas duniawi apapun. Hidup tanpa aktivitas phisik ini
dumaksudkan adalah untuk memadamkan kobaran api indria atau nafsu (amati agni).
Karena suasananya yang khas yaitu sepi atau sunyi, maka hari raya ini populer
sebagai Hari Raya Nyepi.
Tentang
betapa makna sepi atau sunyi itu di dalam kekawin Nirartha-Prakreta VII.2. disebutkan
:
ri hĕnĕṅikanaṅ ambĕk tibrâlit
mahĕniṅ aho lĕṅit atiçaya çūnya jñânâçraya wĕkasan/swayĕṅ umibĕki tan riṅ râ t
mwaṅ deha tuduhana/ri paṅawakira saṅ hyaṅ tatwâdhyâtmika katĕmu//
Terjemahan
:
Ketika pikiran itu telah hening,
menjadi amat kecil dan sunyi, tercapailah pemikiran yang bebas, pemikiran
semacam itu melingkupi seluruh alam, yang bagi orang itu bagaikan tidak di
dunia. Orang yang sedemikian itu sebenarnya telah dapat mewujudkan hakikat
kebenaran serta mencapai tingkat ketinggian rohani. (Poerbatjaraka, 1951:
211).
Demikian pula di dalam kekawin Dharma Sunya dinyatakan :
āmbĕk
saŋ wiku siddha tan pahiŋanan tumutuga ri kamūrti niŋ taya tan liŋgar humĕnĕŋ
licin mamĕpĕk iŋ bhuwana sahana niŋ jagattraya nora ŋ lor kidul iŋ kidul
tĕlasanā sira juga pamĕkas nirāśraya kewat kewala śūnya nirbaṇa lĕŋöŋ luput
inaŋĕ-aŋĕn winarṇaya
Terjemahan
:
Pikiran
seorang yang berhasil yoganya adalah tidak terbatas lagi, beliau telah
menjangkau alam tertinggi, batasnya tidak terpencar lagi, tenang halus dan
menyusupi seru sekalian alam. Sebutan utara selatan telah tidak ada lagi
padanya, hal itu disebut hakikat Nirasraya, langgeng, berbadan sunyi yang
sempurna, indah dan sangat sukar untuk dikpikirkan dan digambarkan. (Palguna,
1999:76).
Berdasarkan kutipan diatas betapa
makna sunya atau sunyi itu, sebab
dengan kesunyian itu seseorang akan mencapai kesatuan Atman dengan Paramatman,
jiwa pribadi bersatu dengan jiwa alam semesta. Dengan demikian maka Tahun Baru Śaka merupakan titik atau
hari untuk melatih diri untuk menyepikan diri, melakukan pengendalian diri, tapa, brata, yoga dan semadhi yang lebih dikenal dengan Catur Brata Penyepian : (1). Amati Agni
adalah tidak menyalakan api serta tidak mengumbar hawa nafsu, (2). Amati Karya, yaitu tidak melakukan
kegiatan kerja jasmani, melainkan meningkatkan kegiatan menyucikan rohani, (3).
Amati Lelungan, yaitu tidak
berpergian melainkan mawas diri, (4). Amati
Lelanguan, yaitu tidak mengumbar kesenangan melainkan melakukan pemusatan
pikiran terhadap Ida Sang Hyang Widhi.
3.4 Masyarakat Yang Terlibat
Dari
seluruh umat Hindu di DKI Jakarta terlibat bahkan sampai melibatkan seluruh
umat Hindu dari se-Jabodetabek, dan termasuk juga masyarakat non Hindu, karena
dalam upacara tawur agung kesanga ada
acara pawai seni dan budaya maka masyarakat seperti etnis Tiongkoa, etnis Jawa,
etnis India dan etnis Betawi ikut dalam acara tersebut, dimana dari
masing-masing etnis menampilkan seni budayanya seperti Ondel-ondel dan Marawis
dari etnis Betawi, Barong Sai dari
etnis Tionghoa, Gunungan dari etnis
Jawa, Yatayatra dari etnis India.
Keterlibatan dari pihak pemerintah dalam upacara
tawur agung kesanga yang dilaksanakan di Silang Monas DKI Jakarta yaitu:
Pemda DKI Jakarta seperti Dinas Kebersihan, Dinas Sat Pol PP, Wali Kota.
Kepolisian Direktorat Lalu-Lintas Polda Metro Jaya dalam pengamanan Route Pawai Ogoh-ogoh yang akan dilewati.
Sedangkan dari umat Hindu adalah Banjar se Jabodetabek.
IV. MAKNA UPACARA TAWUR AGUNG KESANGA
Pembahasan tentang makna upacara tawur agung kesanga selain makna
filosofi dibahas juga tentang makna pelaksanaan upacara tawur agung kesanga yang meliputi makna religi,
kebahagiaan, keseimbangan, kemakmuran dan kebersamaan dalam intern umat Hindu.
4.1 Makna
Filosofi Ketuhanan
Pelaksanaan upacara tawur agung kesanga di Silang
Monas DKI Jakarta mempunyai makna filosofis yang sangat dalam sebagai lingga dan yoni atau purusa pradana
sehingga tempat ini dipilih sebagai tempat pelaksanaan tawur agung kesanga.
Keadaaan ini sesuai dengan alur pemikiran dari Alex Sobur (2003 :
156) tentang simbol yang mengatakan bahwa dalam
menjelaskan tentang simbol adalah merupakan
pememaparan, masyarakat pemakainya menafsirkan ciri
hubungan antara simbol dengan objek yang diacu dan menafsirkan maknanya.
Pendapat yang sama dikemukakan juga
oleh Robertson Smith (dalam Koentjaraningrat, 1987 : 67) tentang sesaji dalam
upacara yang mengatakan bahwa disamping sistem keyakinan dan
doktrin, sistem upacara juga merupakan suatu perwujudan dari religi atau agama
bahwa dalam banyak agama upacara itu tetap tetapi latar belakar, keyakinan,
maksud atau doktrinnya berubah. Selain itu upacara
tawur agung kesanga di Silang Monas
DKI Jakarta menggunakan sarana persembahan berupapa hewan kerbau. Hal
ini sesuai dengan pemikiran Robertson Smith (dalam
Kontjaraningrat 1987: 68) mengatakan bahwa,
upacara seperti itu dimana manusia menyajikan sebagian dari seekor
binatang, terutama darahnya kepada dewa kemudian memakan sendiri sisa daging
dan darahnya hewan korban dianggap sebagai
suatu aktivitas untuk mendorong rasa solidaritas dengan dewa atau para dewa.
Dewa dipandang sebagai suatu komunitas walau sebagai warga yang istimewa.
Sehingga
menurut letaknya bhuana yang ada di 9 arah mata angin (pengider-ider
bhuwana) Jadi berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa Monas
adalah sebuah identitas dari DKI Jakarta. Memang secara explisit Bungkarno
tidak menjelaskan secara detail bahwa Monas itu merupakan simbol lingga yoni, akan tetapi umat Hindu
karena didasari oleh sebuah keyakinan bahwa Monas itu sebagai simbol lingga dan yoni.
Selain itu keberadaan Monas berada di tengah-tengah kota Jakarta, yang dalam
ajaran Hindu Monas itu merupakan perempatan agung atau catuspathaning desa sehingga umat Hindu
meyakini bahwa Monas sangat tepat untuk di jadikan tempat dalam melaksanakan upacara tawur agung kesanga yang
dilakukan setiap tahunnya. Yang pada dasarnya tujuan dari pelaksanaan upacara tawur agung kesanga untuk
menjaga keseimbangan antara bhuawana
agung dengan bhuawan alit sehingga
terwujudnya atau terciptanya kedamaian bagi semua makhluk.
Penggunaan hewan kerbau dalam upacara tawur agung kesanga di Silang
Monas DKI Jakarta mengandung makna filosofis yang sangat dalam karena diyakini
bahwa persembahan berupa hewan kerbau dapat untuk menetralisir sebuah musibah
yang lebih besar.
4.2 Makna Religi
Konsepsi
masyarakat Hindu secara umum tentang kesucian tidak hanya dalam konteks semata
seperti yang diuraikan diatas. Kesucian bagi masyarakat Hindu adalah kebutuhan
dalam rangka untuk benkomunikasi dengan Tuhan Yang maha Esa secara
terus-menerus karena asal mula dari Tuhan dan akan berlangsung atas kehendak
Tuhan juga serta akan kembali keasalnya yaitu Tuhan.
Melalui upacara
tawur agung kesanga di Silang Monas DKI Jakarta ini, secara akumulatif
kesucian akan dapat diwujudkan, dengan kesucian hati seseorang akan lebih mudah
mendekatkan diri dengan Sang Hyang Widhi
Wasa, para deva, Ida
Bhattara-bhattari dan roh suci
leluhur. Dengan adanya rasa yang begitu dekat kepada Tuhan, maka
karunia-Nya akan menyatu sehingga dalam upaya untuk meningkatkan kesucian pribadi, kesucian
keluarga dan lingkungannya akan terwujud sehingga pengendalian diri akan mudah
dilakukan.
4.3 Makna Kebahagiaan
Makna kebahagiaan dalam pelaksanaan upacara tawur agung kesanga di Silang Monas DKI Jakarta adalah
dengan terekpresi dari raut wajah para umat Hindu yang hadir dari seluruh
se-Jabodetabek dengan mengenakan pakaian adat yang indah dan anggun selama
mengikuti prosesi tersebut. Mereka tidak tampak lelah ataupun kepanasan ketika
matahari menyengat, dan tidak menyurutkan niatnya untuk dapat menghaturkan
bhaktinya kehadapan Ida Shang Hyang Widhi
Wasa, walaupun banyak umat yang duduk diluar tenda karena saking banyaknya
umat Hindu yang hadir pada upacara tawur tersebut. Umat begitu khusuk dalam
mengikuti prosesi upacara tawur agung
kesanga dari awal sampai dengan akhir pelaksanaan upacara tersebut.
Tuhan yang disebut dengan berbagai nama, berbagai
manifestasi dan dengan persepsi yang beragam oleh umat Hindu, ternyata Dia yang
menjadi sumber yang selalu dituju baik secara sadar maupun tidak sadar. Brahman adalah sumber kebahagiaan yang
tertinggi. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa maksud umat Hindu di daerah
DKI Jakarta melaksanakan upacara tawur agung kesanga di Silang Monas DKI Jakarta
itu adalah untuk memperoleh kebahagiaan, dengan mendekatkan diri kepada Tuhan
Yang Maha Esa dalam praktek nyata melalui perwujudan-Nya yakni berupa Tawur.
4.4
Makna Keseimbangan
Keharmonisan dengan sesama manusia dapat kita wujudkan
dengan melakukan kegiatan seperti ngayah bersama
sepanjang persiapan upacara tawur
agung di pura dan membuat ogoh-ogoh. Selain tercermin dari
aktivitas kebersamaan yang serempak dalam suasana saling membantu yang
dilandasi dengan hati dan semangat gotong royong didalam proses selama
pembuatan caru untuk upacara tawur. Mengawali kegiatan dalam upacara tawur agung kesanga dengan
melaksanaan matur piuning sebagai
salah satu usaha untuk mengundang pemendak
rawuh dengan ngiring sungsungannya
yaitu Ida Bhattara-bhattari dalam
wujud pakuluh.
Sedangkan keseimbangan dan keharmonisan dengan alam dapat
diwujudkan melalui adanya upacara tawur yang
merupakan rangkaian dan siklus upacara
Tahun Baru Ćaka, berupa upacara
melasti, mendak toya, nyungsung, sebagaimana
matur piuning yang menunjukkan kecintaan
kita dengan alam lingkungan dan mahluk bawahan lainnya yang diwujudkan melalui
berbagai macam upacara bhuta yajna.
4.5 Makna Kemakmuran
Tawur agung merupakan wujud dan abstraksi pikiran masyarakat Hindu
di DKI Jakarta dan sekitarnya terhadap suatu hal yang mereka anggap bernilai
dan bermakna. Makna kemakmuran atau kesuburan di dalam upacara tawur agung dapat kita lihat melalui teori simbol dengan
meneliti sarana-sarana upacara yang digunakan maupun prosesi pelaksanaan upacara tawur tersebut. Makna kemakmuran
sangatlah tampak kita lihat dan makna simbolis upacara yang digunakan seperti daksina linggih dan caru. Kedua jenis sarana tersebut merupakan sarana pokok upacara
yang merupakan perwujudan Ida Sang Hyang
Widhi Wasa.
Tirtha adalah
air suci yang disajikan sebagai media oleh umat Hindu dalam setiap
persembahyangan dan merupakan hasil wujud bhakti
umat Hindu kepada Tuhan Yang Maha Esa dalam bentuk waranugraha. Melaui air tersebut umat Hindu juga memohon dan
sekaligus menerima waranugraha berupa
kesuburan, keselamatan, penyucian dan sekaligus peleburan. Oleh karena itu pula
tirtha sering disebut dengan wangsuhpada yaiut air pembasuh kaki Tuhan.
4.6 Makna Kebersamaan
Sebagai mahluk sosial, manusia tentu
tidak dapat hidup sendiri, tanpa bantuan dari orang lain. Oleh karena itu sikap
saling menolong dan kesetiakawanan mutlak diperlukan. Hidup manusia selalu
membutuhkan bantuan dari sesamanya terutama di dalam masa-masa kesusahan.
Konsep ini memberikan suatu landasan yang kokoh bagi rasa keamanan hidup.
Konsep kebersamaan juga memberikan kewajiban kepadanya yaitu kewajiban untuk
terus-menerus memperhatikan solidaritas sosialnya untuk menjaga keberadaannya.
Kebersamaan tersebut di dalam aspek sosial kemasyarakatan oleh umat Hindu di
DKI Jakarta dijadikan dasar untuk berpikir teologis bahwa Tuhan pun dalam
manifestasi-Nya adalah kesatuan sosial. Aktivitas upacara
tawur sebagai prosesi upacara bhuta yajñya disambutnya dengan
meriah kehadiran para deva atau Ida Bhattara manifestasi Tuhan dari pura
di wilayah se-Jabodetabek yang bagaikan tamu agung.
V.
KORELASI UPACARA
TAWUR AGUNG KESANGADI SILANG MONAS DKI JAKARTA TERHADAP SOLIDARITAS KEHIDUPAN
BERMASYARAKAT
5.1
Kontestasi Tawur
Agung Kesanga Dalam Bingkai Pawai Seni dan Budaya
Sebenarnya
pelaksanaan upacara tawur agung kesanga
yang dilaksanakan di Silang Monas DKI Jakarta, adalah merupakan kesepakatan
bersama oleh tetua-tetua atau tokoh Hindu yang dilandasi oleh keyakinan sebagai
umat Hindu dimana Monas, jadi kalau dilihat dari sejarahnya tawur agung itu yang dikatakan oleh
tetua-tetua kita, bahwa sebarnarnya pelaksanaan tawur agung sebaiknya dilakukan di perempatan agung (catus
pathaning desa).
Dengan pelaksanaan
upacara tawur agung kesanga di Silang
Monas DKI Jakarta banyak memberikan dampak yang sangat positif seperti :
1. Monas merupakan simbol atau sentralnya pemerintahan DKI
Jakarta, juga merupakan catus pathaning
desa atau perempatan agung,
dimana kalau melihat kondisi seperti itu maka Silang Monas sangat strategis
untuk menyampaikan siar agama dan kebudayaan Hindu kepada masyarakat luas. Memelihara dan melestarikan nilai-nilai
agama, tradisi, seni dan budaya Hindu di DKI Jakarta.
2. Membangun kebersamaan,
Kerukunan dan semangat menyame braya
terhadap masyarakat seperti; etnis Betawi, etnis Tionghoa, etnis Jawa dan
lain-lain, khususnya antar umat Hindu se-JABODETABEK.
Positifnya berbagai macam termasuk
upacaranya karena bisa memakmurkan masyarakat karena kita beli bahan-bahan dari
masyarakat, contoh seperti di Bali
kegiatan ekonomi bergulir, karena di Bali setiap hari ada kegiatan
upacara termasuk upacara yajña.
5.1.1 Meningkatkan
Rasa Solidaritas Sosial
Keterbukaan masyarakat kota
dalam menerima nilai-nilai yang baru, ada kaitannya dengan eksistensi orang
kota yang secara teoritis, berada pada dataran ekonomi yang mapan. Jaminan
ekonomi yang mencukupi kubutuhan, cenderung membuat orang melepaskan ikatan
emosional dengan masyarakatnya. Mereka bisa mandiri, tidak mengharap bantuan
orang lain, menyebabkan pula keangkuhan terlihat dalam tidak mau kenal dengan
tetangga yang akhirnya menyeret sikap egoisme. Sikap egois dan individualis
inilah yang paling menentukan hilangnya rasa kesetiakawanan. Sikap mementingkan diri sendiri ini, di kota yang berpenduduk heterogen
dengan latar belakang budaya yang berbeda, dibumbui dengan setumpuk
permasalahan yang menyibukkan individu-individu masyarakat kota, barangkali
tidak akan separah seperti yang kita lihat sekarang. Sayang sekali, sikap egois
telah begitu mengkristal dengan seribu alasan. (Dadang Suparlan, 2007 : 399).
Pergerakan Hindu pada masa
datang tidak cukup dengan kekuatan batin saja, karena kekuatan batin untuk
mendukung kekuatan organisasi. Seperti yang pernah dilakukan Mahatma Gandhi di
India, walaupun Gandhi memiliki kekuatan batin sepuluh kali lipat dari yang di
milikinya pada saat itu, tidak akan berarti apa-apa jika tidak didukung oleh
Partai Kongres India yang jumlahnya ribuan, dalam mewujudkan gerakan politik
untuk melawan Kolonialisme Inggris.
Jika kekuatan batin tidak
untuk memperkuat organisasi, maka kekuatan batin tidak menghasilkan apa-apa
untuk perjuangan umat Hindu di masa datang. Dari pengalaman di India tersebut,
sangat diperlukan membangun organisasi yang kuat. Kekuatan organisasi hanya
dapat dilawan juga dengan kekuatan organisasi. Untuk membangun kekuatan
organisasi Hindu diperlukan gerakan politik yang didukung oleh senergi dan
solidaritas antar organisasi Hindu yang ada. Tujuannya, guna mencapai
organisasi Hindu yang ideal sebagai alat perjuangan umat Hindu di masa kini dan
mendatang. Karena menggunakan organisasi sebagai gerakan politik untuk
kepentingan umat Hindu dapat dibenarkan dalam ajaran Hindu, yang secara
substansial terdapat dalam ajaran Nitisastra (Donder dan Wisarja, 2009). .
5.1.2 Perkembangan
Pariwisata DKI Jakarta
Pada waktu itu
Gubernur
DKI Jakarta Dr. Fauzi Bowo melepas Pawai
Budaya Ogoh-ogoh dalam rangka memperingati Hari Raya Nyepi Tahun Baru Śaka 1934. Untuk pertama kalinya
sepanjang sejarah tawur kesanga
dan Pawai Ogog-ogoh digelar di
kawasan Monas. Ogoh-ogoh yang
sebagian besar digambarkan dalam bentuk raksasa, merupakan lambang dari roh
jahat dan agar tidak mengganggu tatanan kehidupan manusia ogoh-ogoh diberi sesajen dan
diarak. Dalam sambutannya Gubernur mengatakan upacara Tawur Kesanga dan pawai ogoh-ogoh akan masuk dalam kalender
tahunan DKI Jakarta. Ritual Tawur Kesanga dan pawai ogoh-ogoh merupakan bagian
yang tidak terpisahkan bagi umat Hindu Bali, Pawai ogoh-ogoh adalah salah satu
ciri keberagamaan agama dan budaya masyarakat ibukota yang multi etnis. Karena
kondisi dan situasi yang berbeda, Jakarta tidak bisa secara total melakukan
ibadah Nyepi seperti halnya di Bali, karena itulah sebagai penghormatan
Pemerintah DKI Jakarta memfasilitasi pelaksanaan ritual keagamaan ini.
Ditetapkannya Monas sebagai
lokasi upacara tawur kesanga dan Pawai
Ogoh-ogoh, mengharuskan Pemerintah Kota Administrasi Jakarta Pusat harus
siap menjadi tuan rumah dan harus bekerja lebih keras lagi. Sementara
Walikotamadya Jakarta Pusat mengatakan masuknya ogog-ogoh dalam kalender tahunan DKI Jakarta sebagaimana Imlek , Festival Jalan Jaksa, Festival pasar
Baru akan membuka peluang industri pariwisata yang harus mendapat publikasi
yang memadahi dan apabila even-even tersebut dikemas dengan baik tidak hanya
bisa mengundang turis lokal datang ke Jakarta, tetapi juga turis mancanegara.
5.1.3 Meningkatnya Taraf Ekonomi
Masyarakat DKI
Dalam pandangan
an-Nabhani, bahwa pertumbuhan ekonomi dijadikan prinsip dasar adalah keliru dan
tidak sesuai dengan realitas, serta tidak akan menyebabkan meningkatnya taraf
hidup dan kemakmuran bagi setiap individu secara menyeluruh. Politik ekonomi
pemerintah ini menitikberatkan pada pemenuhan kebutuhan-kebutuhan manusia
secara kolektif yang dicerminkan dengan pertumbuhan ekonomi suatu negara.
Akibatnya pemecahan permasalahan ekonomi terfokus pada barang dan jasa yang
dapat dihasilkan untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi, bukan pada
individu manusianya. Sehingga pembahasan ekonomi yang krusial untuk dipecahkan
terfokus pada masalah peningkatan produksi (Dadang Suparlan, 2011 : 376).
Dengan dilaksanakanya
upacara ritual yang dilaksanakan di DKI jakarta akan terjadi peningkatan daya
beli oleh umat Hindu itu sendiri. Tentang sarana yang akan digunakan dalam
kegiatan ritual keagamaan tersebut.
5.1
Dinamika dan Heterogenitas Pelaksanaan Tawur Agung
Sesungguhnya pelaksanaan upacara tawur agung kesanga yang
dilaksanakan di Silang Monas DKI Jakarta adalah banyak mengalami
perubahan-perubahan dalam keberagaman yang ditimbulkan oleh pelaksanaan sebuah yajña atau persembahan yang dilakukan
oleh umat Hindu di Silang Monas DKI Jakarta. Karena Hindu meyakini betul betapa
pentingnya sebuah yajña bagi umat
Hindu dan harus diimplementasikan dalam bentuk kegiatan yang nyata, dengan
dikemas pawai seni dan budaya, sehingga terjadi keserasian dan keharmonisan
terhadap parhyangan, pawongan dan
palemahan.
Disini sangat jelas bahwa dalam
hidup ini kita harus berkorban, melakukakan persembahana agar kehidupan ini
menjadi seimbang, karena dengan keseimbangan itulah tatanan kehidupan yang jagaditha itu tercipta. Disadari atau
tidak pasti ada dampak negatifnya, dan itupun kalau boleh dibilang hampir tidak
ada. Tetapi kita tidak memungkirinya bahwa dampak negatif itu juga pasti ada.
5.2.1 Kwantitas Limbah Yajña
Berdasarkan data yang diperoleh, Dinas Kebersihan Jakarta memperkirakan
volume sampah pada 31 Desember 2012 sebanyak 6.615 ton. Sementara itu, pada
pagi harinya akan naik menjadi 7.150 ton.
Di kawasan Jakarta Pusat, sampah akan mencatat volume terbanyak, yakni 1.948
ton pada 31 Desember dan naik menjadi 2.484 ton pada pagi harinya. Sebelum
dilaksanakannya kerjasama dengan pemprov DKI dalam hal ini dinas kebersihan
banyak keluhan dari masyarakat tentang kotornya monas setelah selesai upacara
tawur dilaksanakan. Namun setelah melakukan kerjasama seakrang sudah diambil
alih, dan sarana yang sudah digunakan upcara tawur langsung dimasukan kekantong
plastik yang sudah disiapkan oleh dinas kebersihan.
5.2.2 Rawan Terjadinya
Kriminalitas
Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya (Polda
Metro Jaya) mencatat jumlah tindak kriminalitas selama Agustus 2011 mencapai
1.758 kasus dari berbagai jenis kejahatan di wilayah hukum DKI Jakarta dan
sekitarnya.
Hal ini juga diungkapkan oleh ujar Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes
Pol Rikwanto kalau di tahun 2012 ada 11 kasus menonjol, enam kasus mengalami
kenaikan dan lima kasus mengalami penurunan. Menurut Rikwanto enam kasus yang
mengalami penurunan tersebut diantaranya, pencurian dengan pemberatan,
penganiayaan berat, curanmor, perjudian dan perkosaan. “Kasus perjudian yang
terlihat mengalami penurunan , tahun 2011 ada 1.036 kasus lalu di tahun 2012
ada 506 kasus. Jadi turun sebanyak 530 kasus atau sebesar 51,15 persen.
Demikian juga keramaian yang terjadi disilang monas menyebabkan indikasi tindak
kejahatan seperti pencopetan. Karena biasanya ditempat keramaian kerap sekali
terjadi kejadian-kejadian tindak kejahatan tersebut.
5.2.3 Terganggunya
Arus Lalu Lintas
Pada
saat prosesi tawur agung kesanga telah dilaksanakan makan dilanjutkan atraksi
pawai kesenian dan budaya ogoh-ogoh,
ondel-ondel, marawis, barongsai dan ratra-yatra.
Pada saat pawai inilah arus lalulintas mengalami kemacetan karena arus jalan
protokol dari jalan air mancur patung Arjuna
Wiwaha menuju arah gambir terjadi penutupan arus jalan lalulintas karena
akan digunakan pawai seni dan budaya yaitu arak-arakan atau atraksi ogoh-ogoh, ondel-ondel, marawis, barong
sai, gunungan dan yatra-yantra yang sangat indah dan memukau.
VI.
Kesimpulan
Pelaksanaan upacara
tawur agung kesanga Tahun Baru Śaka 1934 merupakaan rangkaian upacara Nyepi yang dimulai dengan matur piuning dan melakukan melasti ke Pura segara setelah itu
dilanjutkan upacara tawur dan
melakukan Catur Brata Penyepian. Upacara tawur agung kesanga Tahun Baru Śaka 1934, Pada saat itulah matahari menuju garis lintang utara,
saat Uttarayana yang disebut juga Devayana yakni waktu yang baik untuk
mendekatkan diri pada Tuhan Yang Maha Esa.
Proses
pelaksanaan upacara tawur agung kesanga
di Silang Monas DKI Jakarta didahului dengan persiapan yaitu didahuli dengan
rapat-rapat panitia Nyepi,
dilanjutkan dengan penyusunan kerangka acuan untuk mempermudah
pengorganisasian dan sumber biaya serta biaya penyelenggaraan pelaksanaan upacara tawur agung kesanga Tahun Baru Śaka 1934 dan audensi dengan pejabat pemerintah.
Makna
yang terkandung dari pelaksanaan upacara
tawur agung kesanga ini adalah makna filosofis sebagai pelebur kekuatan
negatif yang dilambangkan dengan dikorbankannya kerbau sebagai penyeimbang di
alam semesta, merupakan catuspathaning
desa sebagai perempatan agung
yang merupakan titik pusat dari alam semesta sehingga dianggap sebagai titik
nolnya Jakarta dan Monas itu sendiri dilambangkan sebagai lingga yoni yang melambangkan kesuburan dan kesejahteraan. Makna
filsafat Ketuhanan, makna religi, kebahagiaan, keseimbangan, kemakmuran dan
kebersamaan.
Selain
itu, pelaksanaan upacara tawur agung
kesanga di Silang Monas DKI Jakarta berkorelasi terhadap meningkatkan rasa
solidaritas, perkembangan pariwisata DKI Jakarta dan meningkatnya taraf ekonomi
masyarakat, sedangkan dinamika dan
heterogenitas pelaksanaan upacara tawur
agung kesanga menumpuknya limbah yajña,
terganggunya arus lalu-lintas dan
rawan terjadinya kriminalitas di sekitar Monas.
VII.
Saran
Hasil penelitian ini masih membuka
ruang kosong yang harus didiskusikan untuk menambah khasanah ilmu pengetahuan
tentang adanya permasalahan yang berkaitan dengan tawur agung kesanga yang
dilaksanakan di Silang Monas DKI Jakarta. Selanjutnya ini sebagai bahan masukan
baik lembaga Parisada DKI, Banjar SDHD DKI Jakarta, masyarakat dan
khususnya umat Hindu yang berada di lingkungan wilayah DKI Jakarta sebagai
berikut:
1. Dalam penelitian selanjutnya masih ada kesempatan untuk
menambah ilmu pengetahuan, serta untuk pembinaan umat agar ada peningkatan
tentang pemahaman mengenai makna upacara
tawur agung kesanga Tahun
Baru Śaka 1934 di Silang Monas DKI Jakarta
2. Penelitian ini adalah sebagai bahan pertimbangan untuk
menjembatani Lembaga Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam hal pelaksanaan upacara tawur agung kesanga di Silang
Monas DKI Jakarta, agar pelaksanaan yang akan datang, dari jumlah peserta pawai
seni dan budaya harus lebih banyak lagi karena dari masing-masing tradisi
sangat antusias dalam pelaksanaan upacara
tawur agung kesanga yang di kemas dengan
pawai seni dan budaya. Tentunya kedepannya lebih meriah dan lebih baik.
3. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan lembaga swadaya
seperti Parisada DKI, Banjar SDHD DKI dan Pembimas Hindu DKI Jakarta seharusnya
memberikan perhatian yang berkesinambungan terhadap budaya dan tradisi dari
masing-masing etnis sehingga keberadaannya tetap lestari sehingga sesuai dengan
makna tawur agung yaitu membangun
hidup harmoni dalam kebersamaan.
V SARAN
Demi kepentingan
umat banyak maka perlu adanya penyuluhan dari Bimas DKI Jakarta tentang
pelaksanaan ngaben sesuai dengan sastra Veda yang menyesuaikan dengan waktu,
tempat dan keadaan umat.
VIII.
UCAPAN
TERIMAKASIH
Penulis mengucapkan
terimaksih kepada penyelenggara program Magister Brahma Widya, para dosen,
staff administrasi, teman seangkatan, para informan dan kepada semua pihak, kepada istri dan putra-putri yang
selalu setia memberikan dorongan kepada penulis dalam menyelesaikan studi ini.
DAFTAR PUSTAKA
Ayu, I Gusti Putu Suryani. 2011. Jenis dan Hakekat Ritual Bhuta yajna Pada
masyarakat Hindu Bali cet 1. Bali : Udayana University Press.
Connoly, Peter. 1999. Aneka Pendekatan Studii Agama (Pengantar Ninian Smart), terjemah : Imam
Khori. Yogyakarta : LKSi
Donder, I Ketut dan I Ketut Wisarja, 2011. Teologi Sosial Persoalan Agama dan
Kemanusiaan. Paramitha ; Surabaya.
Donder. I Ketut. 2006. Brahmavidya Theologi Kasih Semesta. Surabaya : Paramita
Griffith, R.T.H. 2005. Sāmaveda Saṁhitā.
Surabaya: Paramita.
Griffith, R.T.H. 2006. Atharvaveda Samhita (Sukla Yajur Veda). Surabaya : Paramitha.
Koenjaraningrat. 1997. Antropologi Budaya. Jakarta : Dian Rakyat
Made, Ngakan Madrasuta. 2010. Tuhan Agama dan Negara. Jakarta : Media
Hindu.
Mudjiono, Ricky, dkk. 2008. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Tengerang :
Scientific press.
Nasution, S. 2004. Metode Research. Jakarta : Bumi Putra Aksara
Palguna, Dharma Made I.B. 1999. Memuja dan
Meneliti Siwa (Desertasi). Denpasar: Yayasan Dharma Sastra.
Pandit, Bansi. 2006.
Pemikiran Hindu (Pokok-Pokok Pikiran Agama Hindu Dan Filsafat) terjemah
IGA Dewi Paramita. Surabaya : Paramita
Poerbatjaraka, RM.Ng. 1951. Kekawin Nirartha
Prakertha. Jakarta : BKI No 107.
Poerwadarminta, W.J.S. 1986. Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta :
PT Gramedia.
Puja, G, Tjokorda Rai
Sudharta. 2002. Veda Smrti Compedium
Hukum Hindu. Jakarta:
CV Felita Nursatama Lestari.
Sanderson, Stephen. K. 2000. Makro Sosiologi Sebuah Pendekatan Terhadap
Realitas Sosial. Jakarta : Raja Grafindo Persada.
Sāyaṇācāya Of Bhāṣya. 2005. Ṛgveda Saṁhitā.
Surabaya : Paramita.
Suparlan, Dadang. 2011. Pengantar Ilmu Sosial Sebuah Kajian pendekatan Srtuktural. Jakarta
: Bumi Aksara.
Titib, I Made. 1995. Pedoman Pelaksanaan Hari
Raya Nyepi. Denpasar : Upada Sastra.
Titib, I Made. 1996. Simbol Agama Hindu. Surabaya : Paramitha
Titib, I Made. 1996. Veda Sabda Suci (Pedoman Praktis Kehidupan). Surabaya : Paramitha
Wiana, Ketut. 2007. Tri Hita Karana Menurut Konsep Hindu. Surabaya : Paramitha.
Dokumen
Pidato Presiden Soekarno pada upatjara
pemberian hadiah para pemenang Sajembara Rentjana Tugu Nasional, di Istana
Negara Djakarta, pada tanggal 17 Nopember 1960. Dengan judul TUGU KEPRIBADIAN
JANG MELAMBANGKAN REVOLUSI. Departemen Penerangan R.I.
0 Response to "Tawur Agung"
Post a Comment