Tawur Agung


UPACARA TAWUR AGUNG KESANGA
DI SILANG MONAS DKI JAKARTA
SEBAGAI UPAYA TOLERANSI BERAGAMA 


Oleh : I Wayan Kantun Mandara
Editing : Untung Suhardi
Mahasiswa Program Studi BrahmaWidya
Institut Hindu Dharma Negeri (IHDN) - Denpasar
ABSTRACT
Tawur Agung Kesanga Rite held in Śaka New Year 1934 is actually a Hindu tradition containing noble values to inprove the quality of sradha (faith) and bhakti (dovotion) to God. Tawur is not merrely a routine annual feast to commemorate Nyepi falling within a period of one year exactly in The New Year Śaka. At this time the sun inclines toward the northern latitudes (Devayana), now also called Uttarayana, the good time to be close to God Almighty.
            Tawur Agung Kesanga Ritual (bhuta yajña) at Monas in 2012 aimed to foster a harmonious relationship between man and God, man and fellow human being and His creation as well as human with the natural invironmentin with day live. It was to be a momentum to increase genuine solidarity and tolerance between people, accept the difference and similarity as natural factor of life and put them in a balance proportion so they can be in a positive side of life.
The philosophy of tawur agung kesanga rite is to negate all negative force symbolized by the sacrifice of buffalo as a caunterbalance of the universe because Monas represents as catuspathaning desa which is believed as the grand crossroad of the center of universe. Therefore, Monas is considered as the focal point of Jakarta, a symbol of lingga yoni that represents fertility and welfare as well as having religious meaning of happiness, balance, welfare and togetherness.

Keywoeds : Tawur Agung, Monas, Value and Rite


         
I.         PENDAHULUAN
Pelaksanaan upacara tawur agung kesanga yang dilakukan oleh umat Hindu di DKI Jakarta sangat berbeda dengan umat Hindu yang berada di Bali, baik prosesi ritualnya maupun sarana upacaranya. Ini disesuaikan dengan desa, kala, patra, yang ada dalam sastra Veda. Dalam tawur agung (bhuta yajña) yang dilaksanakan di Silang Monas tahun 2012 bertujuan untuk membina hubungan yang harmonis antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan sesama makhluk ciptaan-Nya serta manusia dengan alam lingkungan tempatnya hidup dan menikmati kehidupan. Agar menjadi pemahaman yang utuh dalam konsep Trihita Karana maka diimplementasikan dalam bentuk ritual yang disebut dengasn upacara memarisuda bumi, dimana persembahaanya mempergunakan sesaji dan caru dengan tujuan menyucikan bumi dengan segala isinya dari segala kekotoran, terhadap bumi pertiwi dan alam semesta terjalin suatu keharmonisan sehingga seluruh tatanan makrokosmos dan mikrokosmos sudah siap, hening dan damai dalam menyongsong pelaksanaan Catur Brata Penyepian ke esokan harinya. Makna yang terkandung dalam upacara tawur agung kesanga adalah; makna filosofis sebagai pelebur kekuatan negatif yang dilambangkan dengan dikorbankannya kerbau sebagai penyeimbang alam semesta, karena Monas merupakan catusphataning desa yaitu perempatan agung yang merupakan titik pusat dari alam semesta sehingga dianggap sebagai titik nolnya Jakarta, juga sebagai simbol lingga yoni yang melambangkan kesuburan dan kesejahteraan, ada juga makna religi, kebahagiaan, keseimbangan, kemakmurann dan kebersamaan.  
II.      METODE
Penelitian ini bersifat eksploratoris atau penjajakan dengan jenis penelitian kualitatif dengan analisa deksriptif kualitatif. Penelitian ini menggunakan teori struktur fungsionalisme, teori bersaji dan teori interaksionalisme simbolik, dan pengumpulan data yang digunakan dengan menggunakan obsevasi, wawancara, dan pencatatan dokumen (kepustakaan).
III.   HASIL PENELITIAN
Pelaksanaan upacara tawur agung kesanga di Silang Monas DKI Jakarta yang dilakukan meliputi :
3.1       Waktu
Upacar tawur agung  kesanga Tahun Baru Śaka 1934 dilaksanakan di Silang Monas DKI Jakarta, pada hari Kamis tanggal 22 Maret 2012 pukul 08.00 WIB. Dimana pelakasanaan upacara tawur  waktunya ditentukan pada pukul 12.00 WIB. Dari tahun ketahun upacara tawur yang telah dilakukan di Monas baru tahun ini dilaksanakan pada paruh tengah waktu yaitu pukul 12.00. Dan masing-masing Banjar se-Jabotabek dalam melakukan upacara tawur kesanga menyesuaikan pagi harinya karena Pekuluh dari masing-masing pura se-Jabodetabek  dan seluruh umat diharapkan sudah berada di silang Monas pukul 10.00 WIB. 
3.1.1    Persiapan      
            Dalam rangka mempersiapkan penyelenggaraan upacara tawur agung kesanga Tahun Baru Śaka 1934, maka panitia telah mengadakan rapat-rapat, dimana pada waktu rapat jumlah peserta rapat cukup banyak yang hadir dan tepat waktu. Dalam dukumen Panitia Nyepi tahun 2012 disebutkan bahwa suasana rapat sangat tertib dinamis dan penuh partisipasi dengan semangat kekeluargaan dan demokratis pada setiap pengambilan keputusan, dan setiap bidang yang terkait dengan bidang tugasnya senantiasa menyampaikan program dan rencana anggaran untuk dibahas dalam rapat sangat baik.
3.1.2                Kerangka Acuan
            Sebagai titik awal dari kerja panitia tawur agung kesanga Tahun Baru Śaka 1934 adalah penyusunan kerangka acuan untuk mempermudah pengorganisasian dan sumber biaya serta biaya penyelenggaraan pelaksanaan upacara tawur agung kesanga Tahun Baru Śaka 1934 yang dilaksanakan di Silang Monas DKI Jakarta karena dikemas dengan parade seni dan budaya yang dimeriahkan dengan pawai Ogoh-ogoh, Ondel-ondel, Barongsai, Marawis dan lain-lain. Dan perayaan tawur agung kesanga Tahun Baru Śaka 1934 mengambil tema sebagai berikut : “MELALUI PERAYAAN NYEPI SAKA 1934, KITA TINGKATKAN KUALITAS BERPIKIR, BERUCAP DAN BERTINDAK DALAM MENGAMALKAN HIDUP  HARMONI KEPADA SANG PENCIPTA, SESAMA MANUSIA DAN ALAM SEMESTA”
            Dalam penjabaran ajaran Hindu tersebut maka panitia menetapkan program dalam pelaksanaan upacara tawur agung kesanga Tahun Baru Śaka 1934 yang mencangkup upaya pencapaian harmoni kehidupan umat manusia.  
3.1 Audensi  Dengan Pemerintah
            Dalam rangka memantapkan seluruh pelaksanaan upacara tawur agung kesanga Tahun Baru Śaka 1934, panitia telah mendapatkan kesempatan untuk beraudiensi kepada Pejabat Pemerintah sesuai dengan surat permohonan panitia Nyepi Tahun Baru Śaka 1934.
3.2       Sarana Upacara Tawur Agung
            Dalam setiap tradisi atau persembahan pasti selalu ada maksud dan tujuannya. Demikian yang terjadi dengan upacara bhuta yajña. Disini sangat jelas bahwa dalam hidup ini kita harus berkorban, melakukakan persembahan agar kehidupan ini menjadi seimbang, karena dengan keseimbangan itulah tatanan kehidupan yang jagaditha itu tercipta.
            Upacara tawur agung (bhuta yajña) ini kemudian dapat dibagi menjadi tiga tingkatan, yaitu : Upacara bhuta yajña dalam tingkatan kecil seperti segehan dan yang setingkat. Dengan banten atau sesajen lauk pauknya yang sangat sederhana terdiri dari bawang merah, jahe dan garam dll. Jenis-jenis segehan ini bermacam-macam sesuai dengan bentuk dan warna nasi yang di gunakannya. Adapun jenis-jenisnya adalah Segehan Kepel dan Segehan Cacahan, Segehan Agung, Gelar Sanga, Banten Byakala dan Banten Prayascita. Upacara bhuta yajña dalam tingkatan sedang (madya) yang disebut caru. Pada tingkatan ini selain mempergunakan banten/sesajen lauk pauk seperti pada segehan, maka di gunakan pula daging binatang.
            Banyak jenis binatang yang di gunakan tergantung tingkat dan jenis caru yang di laksanakan. Adapun jenis-jenis caru tersebut adalah caru ayam berumbun (dengan satu ekor ayam), caru panca sata (caru yang menggunakan lima ekor ayam yang di sesuaikan dengan arah atau kiblat mata angin), caru panca kelud adalah caru yang menggunakan lima ekor ayam di tambah dengan seekor itik atau yang lain sesuai dengan kebutuhan upacara yang di lakukan, dan caru Rsi Gana. Upacara bhuta yajña dalam tingkatan yang besar (utama). Tingkatan yang utama ini di sebut dengan tawur misalnya tawur kesanga dan Nyepi yang jatuhnya setahun sekali, Panca Wali Krama adalah upacara bhuta yajña yang jatuhnya setiap sepuluh tahun sekali, dan Eka Dasa Rudra yaitu upacara bhuta yajña yang jatuhnya setiap seratus tahun sekali.
            Upacara tawur agung kesanga atau upacara bhuta yajña juga disebut upacara memarisuda bumi dimana upacara tersebut mempersembahkan sesaji dan caru dengan tujuan menyucikan bumi dengan segala isinya dari segala kekotoran, dimana bumi pertiwi dan alam semesta terjalin suatu keharmonisan sehingga seluruh tatanan makrokosmos dan mikrokosmos sudah siap, hening dan damai dalam menyongsong pelaksanaan Catur Brata Penyepian ke esokan harinya, yaitu Raya Nyepi Tahun Baru Śaka 1934 yang jatuh pada hari Jumat, tanggal 23 Maret 2012 dimana seluruh umat Hindu khususnya umat Hindu di Provinsi DKI Jakarta melaksanakan Brata Penyepian.
            BerdasarkanKeputusan Paruman Sulinggih dan Sabha Walaka Parisada Hindu Dharma Indonesia Prov. DKI Jakarta, tawur agung kesanga Tahun Baru Śaka 1934, tahun 2012 akan dilaksanakan dengan tingkatan Upakara Tabuh Gentuh. Upacara Tabuh Gentuh ini mempergunakan binatang berupa kerbau, kambing, babi, anjing, itik, ayam, angsa dan lain sebagainya.
3.3              Prosesi Tawur Agung Kesanga
                        Seperti kita ketahui bahwa prosesi upacara tawur agung kesanga Tahun Baru Śaka 1934 yang dilaksanakan di Silang Monas DKI Jakarta melalui beberapa tahapan yang sudah dipersiapkan oleh panitia Nyepi tahun 2012 dengan mengacu kepada Surat Keputusan Paruman Sulinggih Parisada Hindu Dharma Indonesia Provinsi Jakarta No: 07/PS/Parisada-DKI/I/2012 Tentang Penetapan Pelaksanaan Melasti dan Tawur Agung Kesanga Tahun Saka 1934 Provinsi DKI Jakarta.
3.3.1        Awal Pelaksanaan Tawur Agung    
Empat hari sebelum Hari Raya Nyepi Tahun Baru Śaka 1934, umat Hindu DKI Jakarta melakukan upacara melasti/melis ke Pura Segara Cilincing Jakarta Utara karena pada harin itu bertepatan dengan hari libur yaitu hari Minggu, dimana pada pukul 17.00 WIB pekuluh Ida Bhatara dari masing-masing pura se-Jabodetabek sudah berada di Pura Segara Cilincing Jakarta Utara. Pada waktu upacara melasti tersebut semua Arca, Pratima, Nyasa atau Pralingga itu diusung ke laut (samudra) atau ke mata air terdekat yang dianggap suci. Nyasa atau Pralingga itu adalah media untuk memusatkan pikiran dalam rangka memuja Sang Hyang Widhi, para Dewa-Dewi, Bhatara-Bhatari, dan Leluhur. Arca, Pratima, Nyasa atau Pralingga itu bermacam-macam  wujudnya ada Arca Brahma, Viṣṇu, Śiva, Ganapati dan lain-lain. Sedangkan Pratima, Nyasa atau Pralingga itu ada berwujud permata, batu (soca), kepingan emas (pripih) dan lain-lain.
Setelah acara Melasti/Melis selesai Pekuluh Ida Bhatara (Sang Hyang Widhi, para Dewa-Dewi dan Bhatara-Bhatari mewali ke pura masing dan dimohon untuk berstana di Pura atau Bale Agung yang secara simbolis dengan menstanakan Arca, Pratima, Nyasa atau Pralingga-Nya. Acara menstanakan ini disebut Nyejer. Selama tiga hari Ida Bhatara Nyejer di masing-masing pura umat Hindu se-Jabodetabek dan wajib mempersembahkan puja bhakti, menghaturkan sesajen atau persembahan yang disebut Prani. Pada saat itu pula umat memohon tirta amerta air suci kehidupan untuk kesejahteraan dirinya, semua mahluk (sarwa prani) dan alam semesta (bhuana agung). Melalui acara Nyejer dikandung pula permohonan umat untuk menyaksikan upacara tawur agung (bhuta yajña) yang dilakukan dengan tulus iklas oleh umatnya.
3.3.2        Pelaksanaan Tawur Agung
                        Sebelum upacara tawur agung kesanga Tahun Baru Śaka 1934 dilakukan maka pada hari Senen tanggal 19 Maret 2012 pukul 08.00 WIB dilakukan ngayah umum  yang di pusatkan di Pura Wira Satya Bhuana Tanah Abang dengan mempersiapkan seluruh perlengkapan caru, dan pembuatan sanggar tawang, asagan, sanggar surya, penjor dan persiapan lain yang diperlukan. Ke esokan harinya pada hari Selasa tanggal  21 Maret 2012 pukul 08.00 WIB dilakaukan mapepada dan pembuatan ben caru (wewalungan), membuat olahan caru, membuat gayah dan menata nyorohan banten.
Dalam upacara tawur agung (bhuta yajña) yang dilaksanakan di Silang Monas DKI Jakarta bertujuan untuk membina hubungan yang harmonis antara manusia dengan Sang Hyang Widhi, manusia dengan sesama makhluk ciptaan-Nya serta manusia dengan alam lingkungan tempatnya hidup dan menikmati kehidupan. Pelaksanaan upacara tawur agung kesanga (bhuta yajña) yang dilakukan oleh umat Hindu di Indonesia bahkan beberapa negara juga melaksanakannya dimana upacara tawur (bhuta yajña) juga disebut upacara memarisuda bumi, dimana upacara tersebut mempersembahkan sesaji dan caru dengan tujuan menyucikan bumi dengan segala isinya dari segala kekotoran, mengharmoniskan bumi pertiwi dan alam semesta dengan harapan semoga seluruh tatanan makrokosmos dan mikrokosmos sudah siap, hening dan damai dalam menyongsong pelaksanaan Catur Brata Penyepian ke esokan harinya. Tentang tawur agung (bhuta yajña) ini di dalam Agastya Parwa dinyatakan: Bhuta yajña ngaranya tawur kapujan ing tuwuh, yang terjemahannya: Bhuta yajña adalah tawur (persembahan tawur) untuk kesejahteraan mahluk yang bertumbuh (Titib, 1995: 18).
3.3.3    Pemuput Tawur Agung
            Pada upacara tawur agung kesanga Tahun Baru Śaka 1934 yang di dilakukan di Pelataran Silang Barat Monas DKI Jakarta dipuput oleh 3 (tiga) orang Sulinggih yaitu 2 (dua) Pedanda Siva dan Pedanda Budha. Sebenarnya setiap upacara tawur agung harusnya dipuput oleh 3 (tiga) orang Sulinggih yaitu ; Pedanda Siva, Pedanda Bhuda dan Senggu. Tetapi karena umat Hindu di DKI Jakarta belum memiliki Senggu maka melalui kesepakatan, upacara tawur agung kesanga Tahun Baru Śaka 1934 di Silang Monas DKI Jakarta dipuput oleh 3 (tiga) orang Sulinggih yaitu 2 (dua) Pedanda Siva dan Pedanda Bhuda tidak memakai Senggu.

3.3.4    Akhir Pelaksanaan Tawur Agung
            Dengan berakhirnya pelaksanaan upacara tawur agung kesanga yang diakhiri dengan Nyarub Caru (Ngerujag Caru), maka berakhirlah kegiatan upacara tawur agung kesanga tersebut kemudian dilanjutkan acara Pawai Ogoh-ogoh tersebut selain merupakan pelestarian seni dan budaya, juga dapat meningkatkan kerukunan (sima krama) atau silaturahmi interen umat Hindu maupun antar umat beragama dengan azas saling menghormati dan menghargai kebhinekaan, sehingga tercipta keharmonisan dan kedamaian.
              Dan keesokan harinya umat Hindu siap untuk merayakan Hari Raya Nyepi yaitu Tahun Baru Śaka 1934 dengan tidak melaksanakan aktivitas duniawi apapun. Hidup tanpa aktivitas phisik ini dumaksudkan adalah untuk memadamkan kobaran api indria atau nafsu (amati agni). Karena suasananya yang khas yaitu sepi atau sunyi, maka hari raya ini populer sebagai Hari Raya Nyepi.
Tentang betapa makna sepi atau sunyi itu di dalam kekawin Nirartha-Prakreta VII.2. disebutkan :
ri hĕnĕṅikanaṅ ambĕk tibrâlit mahĕniṅ aho lĕṅit atiçaya çūnya jñânâçraya wĕkasan/swayĕṅ umibĕki tan riṅ râ t mwaṅ deha tuduhana/ri paṅawakira saṅ hyaṅ tatwâdhyâtmika katĕmu//
Terjemahan :
            Ketika pikiran itu telah hening, menjadi amat kecil dan sunyi, tercapailah pemikiran yang bebas, pemikiran semacam itu melingkupi seluruh alam, yang bagi orang itu bagaikan tidak di dunia. Orang yang sedemikian itu sebenarnya telah dapat mewujudkan hakikat kebenaran serta mencapai tingkat ketinggian rohani. (Poerbatjaraka, 1951: 211).   
            Demikian pula di dalam kekawin Dharma Sunya dinyatakan :
āmbĕk saŋ wiku siddha tan pahiŋanan tumutuga ri kamūrti niŋ taya tan liŋgar humĕnĕŋ licin mamĕpĕk iŋ bhuwana sahana niŋ jagattraya nora ŋ lor kidul iŋ kidul tĕlasanā sira juga pamĕkas nirāśraya kewat kewala śūnya nirbaṇa lĕŋöŋ luput inaŋĕ-aŋĕn winarṇaya
Terjemahan :
            Pikiran seorang yang berhasil yoganya adalah tidak terbatas lagi, beliau telah menjangkau alam tertinggi, batasnya tidak terpencar lagi, tenang halus dan menyusupi seru sekalian alam. Sebutan utara selatan telah tidak ada lagi padanya, hal itu disebut hakikat Nirasraya, langgeng, berbadan sunyi yang sempurna, indah dan sangat sukar untuk dikpikirkan dan digambarkan. (Palguna, 1999:76).
            Berdasarkan kutipan diatas betapa makna sunya atau sunyi itu, sebab dengan kesunyian itu seseorang akan mencapai kesatuan Atman dengan Paramatman, jiwa pribadi bersatu dengan jiwa alam semesta. Dengan demikian maka Tahun Baru Śaka merupakan titik atau hari untuk melatih diri untuk menyepikan diri, melakukan pengendalian diri, tapa, brata, yoga dan semadhi yang lebih dikenal dengan Catur Brata Penyepian : (1). Amati Agni adalah tidak menyalakan api serta tidak mengumbar hawa nafsu, (2). Amati Karya, yaitu tidak melakukan kegiatan kerja jasmani, melainkan meningkatkan kegiatan menyucikan rohani, (3). Amati Lelungan, yaitu tidak berpergian melainkan mawas diri, (4). Amati Lelanguan, yaitu tidak mengumbar kesenangan melainkan melakukan pemusatan pikiran terhadap Ida Sang Hyang Widhi.  
3.4       Masyarakat Yang Terlibat
            Dari seluruh umat Hindu di DKI Jakarta terlibat bahkan sampai melibatkan seluruh umat Hindu dari se-Jabodetabek, dan termasuk juga masyarakat non Hindu, karena dalam upacara tawur agung kesanga ada acara pawai seni dan budaya maka masyarakat seperti etnis Tiongkoa, etnis Jawa, etnis India dan etnis Betawi ikut dalam acara tersebut, dimana dari masing-masing etnis menampilkan seni budayanya seperti Ondel-ondel dan Marawis dari etnis Betawi, Barong Sai dari etnis Tionghoa, Gunungan dari etnis Jawa, Yatayatra dari etnis India. Keterlibatan dari pihak pemerintah dalam upacara tawur agung kesanga yang dilaksanakan di Silang Monas DKI Jakarta yaitu: Pemda DKI Jakarta seperti Dinas Kebersihan, Dinas Sat Pol PP, Wali Kota. Kepolisian Direktorat Lalu-Lintas Polda Metro Jaya dalam pengamanan Route Pawai Ogoh-ogoh yang akan dilewati. Sedangkan dari umat Hindu adalah Banjar se Jabodetabek.
           
IV.      MAKNA UPACARA TAWUR AGUNG KESANGA
            Pembahasan tentang makna upacara tawur agung kesanga selain makna filosofi dibahas juga tentang makna pelaksanaan upacara tawur agung kesanga yang meliputi makna religi, kebahagiaan, keseimbangan, kemakmuran dan kebersamaan dalam intern umat Hindu.
4.1       Makna Filosofi Ketuhanan   
 Pelaksanaan upacara tawur agung kesanga di Silang Monas DKI Jakarta mempunyai makna filosofis yang sangat dalam sebagai lingga dan yoni atau purusa pradana sehingga tempat ini dipilih sebagai tempat pelaksanaan tawur agung kesanga. Keadaaan ini sesuai dengan alur pemikiran dari Alex Sobur (2003 : 156) tentang simbol yang mengatakan bahwa dalam menjelaskan tentang simbol adalah merupakan  pememaparan, masyarakat pemakainya menafsirkan ciri hubungan antara simbol dengan objek yang diacu dan menafsirkan maknanya.
            Pendapat yang sama dikemukakan juga oleh Robertson Smith (dalam Koentjaraningrat, 1987 : 67) tentang sesaji dalam upacara yang mengatakan bahwa disamping sistem keyakinan dan doktrin, sistem upacara juga merupakan suatu perwujudan dari religi atau agama bahwa dalam banyak agama upacara itu tetap tetapi latar belakar, keyakinan, maksud atau doktrinnya berubah. Selain itu upacara tawur agung kesanga di Silang Monas  DKI Jakarta menggunakan sarana persembahan berupapa hewan kerbau. Hal ini sesuai dengan pemikiran Robertson Smith (dalam Kontjaraningrat 1987: 68) mengatakan bahwa,  upacara seperti itu dimana manusia menyajikan sebagian dari seekor binatang, terutama darahnya kepada dewa kemudian memakan sendiri sisa daging dan darahnya  hewan korban dianggap sebagai suatu aktivitas untuk mendorong rasa solidaritas dengan dewa atau para dewa. Dewa dipandang sebagai suatu komunitas walau sebagai warga yang istimewa.
Sehingga menurut letaknya bhuana yang ada di 9 arah mata angin  (pengider-ider bhuwana) Jadi berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa Monas adalah sebuah identitas dari DKI Jakarta. Memang secara explisit Bungkarno tidak menjelaskan secara detail bahwa Monas itu merupakan simbol lingga yoni, akan tetapi umat Hindu karena didasari oleh sebuah keyakinan bahwa Monas itu sebagai simbol lingga  dan yoni. Selain itu keberadaan Monas berada di tengah-tengah kota Jakarta, yang dalam ajaran Hindu Monas itu merupakan perempatan agung atau catuspathaning desa sehingga umat Hindu meyakini bahwa Monas sangat tepat untuk di jadikan tempat dalam melaksanakan upacara tawur agung kesanga yang dilakukan setiap tahunnya. Yang pada dasarnya tujuan dari pelaksanaan upacara tawur agung kesanga untuk menjaga keseimbangan antara bhuawana agung dengan bhuawan alit sehingga terwujudnya atau terciptanya kedamaian bagi semua makhluk.
            Penggunaan hewan kerbau dalam upacara tawur agung kesanga di Silang Monas DKI Jakarta mengandung makna filosofis yang sangat dalam karena diyakini bahwa persembahan berupa hewan kerbau dapat untuk menetralisir sebuah musibah yang lebih besar.
4.2       Makna Religi
            Konsepsi masyarakat Hindu secara umum tentang kesucian tidak hanya dalam konteks semata seperti yang diuraikan diatas. Kesucian bagi masyarakat Hindu adalah kebutuhan dalam rangka untuk benkomunikasi dengan Tuhan Yang maha Esa secara terus-menerus karena asal mula dari Tuhan dan akan berlangsung atas kehendak Tuhan juga serta akan kembali keasalnya yaitu Tuhan.
Melalui upacara tawur agung kesanga di Silang Monas DKI Jakarta ini, secara akumulatif kesucian akan dapat diwujudkan, dengan kesucian hati seseorang akan lebih mudah mendekatkan diri dengan Sang Hyang Widhi Wasa, para deva, Ida Bhattara-bhattari dan roh suci leluhur. Dengan adanya rasa yang begitu dekat kepada Tuhan, maka karunia-Nya akan menyatu sehingga dalam upaya untuk  meningkatkan kesucian pribadi, kesucian keluarga dan lingkungannya akan terwujud sehingga pengendalian diri akan mudah dilakukan.
4.3       Makna Kebahagiaan
Makna kebahagiaan dalam pelaksanaan upacara tawur agung kesanga di Silang Monas DKI Jakarta adalah dengan terekpresi dari raut wajah para umat Hindu yang hadir dari seluruh se-Jabodetabek dengan mengenakan pakaian adat yang indah dan anggun selama mengikuti prosesi tersebut. Mereka tidak tampak lelah ataupun kepanasan ketika matahari menyengat, dan tidak menyurutkan niatnya untuk dapat menghaturkan bhaktinya kehadapan Ida Shang Hyang Widhi Wasa, walaupun banyak umat yang duduk diluar tenda karena saking banyaknya umat Hindu yang hadir pada upacara tawur tersebut. Umat begitu khusuk dalam mengikuti prosesi upacara tawur agung kesanga dari awal sampai dengan akhir pelaksanaan upacara tersebut.
Tuhan yang disebut dengan berbagai nama, berbagai manifestasi dan dengan persepsi yang beragam oleh umat Hindu, ternyata Dia yang menjadi sumber yang selalu dituju baik secara sadar maupun tidak sadar. Brahman adalah sumber kebahagiaan yang tertinggi. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa maksud umat Hindu di daerah DKI Jakarta melaksanakan upacara tawur agung kesanga di Silang Monas DKI Jakarta itu adalah untuk memperoleh kebahagiaan, dengan mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa dalam praktek nyata melalui perwujudan-Nya yakni berupa Tawur.
4.4              Makna Keseimbangan  
Keharmonisan dengan sesama manusia dapat kita wujudkan dengan melakukan kegiatan seperti ngayah bersama sepanjang persiapan upacara tawur agung  di pura dan membuat ogoh-ogoh. Selain tercermin dari aktivitas kebersamaan yang serempak dalam suasana saling membantu yang dilandasi dengan hati dan semangat gotong royong didalam proses selama pembuatan caru untuk upacara tawur. Mengawali kegiatan dalam upacara tawur agung kesanga dengan melaksanaan matur piuning sebagai salah satu usaha untuk mengundang pemendak rawuh dengan ngiring sungsungannya yaitu Ida Bhattara-bhattari dalam wujud pakuluh.  
Sedangkan keseimbangan dan keharmonisan dengan alam dapat diwujudkan melalui adanya upacara tawur yang merupakan rangkaian dan siklus upacara Tahun Baru Ćaka, berupa upacara melasti, mendak toya, nyungsung, sebagaimana matur piuning yang menunjukkan kecintaan kita dengan alam lingkungan dan mahluk bawahan lainnya yang diwujudkan melalui berbagai macam upacara bhuta yajna.
4.5  Makna Kemakmuran
Tawur agung merupakan wujud dan abstraksi pikiran masyarakat Hindu di DKI Jakarta dan sekitarnya terhadap suatu hal yang mereka anggap bernilai dan bermakna. Makna kemakmuran atau kesuburan di dalam upacara tawur agung dapat kita lihat melalui teori simbol dengan meneliti sarana-sarana upacara yang digunakan maupun prosesi pelaksanaan upacara tawur tersebut. Makna kemakmuran sangatlah tampak kita lihat dan makna simbolis upacara yang digunakan seperti daksina linggih dan caru. Kedua jenis sarana tersebut merupakan sarana pokok upacara yang merupakan perwujudan Ida Sang Hyang Widhi Wasa.
Tirtha adalah air suci yang disajikan sebagai media oleh umat Hindu dalam setiap persembahyangan dan merupakan hasil wujud bhakti umat Hindu kepada Tuhan Yang Maha Esa dalam bentuk waranugraha. Melaui air tersebut umat Hindu juga memohon dan sekaligus menerima waranugraha berupa kesuburan, keselamatan, penyucian dan sekaligus peleburan. Oleh karena itu pula tirtha sering disebut dengan wangsuhpada yaiut air pembasuh kaki Tuhan.
4.6       Makna Kebersamaan
            Sebagai mahluk sosial, manusia tentu tidak dapat hidup sendiri, tanpa bantuan dari orang lain. Oleh karena itu sikap saling menolong dan kesetiakawanan mutlak diperlukan. Hidup manusia selalu membutuhkan bantuan dari sesamanya terutama di dalam masa-masa kesusahan. Konsep ini memberikan suatu landasan yang kokoh bagi rasa keamanan hidup. Konsep kebersamaan juga memberikan kewajiban kepadanya yaitu kewajiban untuk terus-menerus memperhatikan solidaritas sosialnya untuk menjaga keberadaannya. Kebersamaan tersebut di dalam aspek sosial kemasyarakatan oleh umat Hindu di DKI Jakarta dijadikan dasar untuk berpikir teologis bahwa Tuhan pun dalam manifestasi-Nya adalah kesatuan sosial. Aktivitas  upacara tawur  sebagai prosesi upacara bhuta yajñya disambutnya dengan meriah kehadiran para deva atau Ida Bhattara manifestasi Tuhan dari pura di wilayah se-Jabodetabek yang bagaikan tamu agung.

V.      KORELASI UPACARA TAWUR AGUNG KESANGADI SILANG MONAS DKI JAKARTA TERHADAP SOLIDARITAS KEHIDUPAN BERMASYARAKAT

5.1              Kontestasi Tawur Agung Kesanga Dalam Bingkai Pawai Seni dan Budaya
            Sebenarnya pelaksanaan upacara tawur agung kesanga yang dilaksanakan di Silang Monas DKI Jakarta, adalah merupakan kesepakatan bersama oleh tetua-tetua atau tokoh Hindu yang dilandasi oleh keyakinan sebagai umat Hindu dimana Monas, jadi kalau dilihat dari sejarahnya tawur agung itu yang dikatakan oleh tetua-tetua kita, bahwa sebarnarnya pelaksanaan tawur agung sebaiknya dilakukan di perempatan agung (catus pathaning desa).
 Dengan pelaksanaan upacara tawur agung kesanga di Silang Monas DKI Jakarta banyak memberikan dampak yang sangat positif seperti :
1.    Monas merupakan simbol atau sentralnya pemerintahan DKI Jakarta, juga merupakan catus pathaning desa atau perempatan agung, dimana kalau melihat kondisi seperti itu maka Silang Monas sangat strategis untuk menyampaikan siar agama dan kebudayaan Hindu kepada masyarakat luas.  Memelihara dan melestarikan nilai-nilai agama, tradisi, seni dan budaya Hindu di DKI Jakarta.
2.     Membangun kebersamaan, Kerukunan dan semangat menyame braya terhadap masyarakat seperti; etnis Betawi, etnis Tionghoa, etnis Jawa dan lain-lain, khususnya antar umat Hindu se-JABODETABEK.
            Positifnya berbagai macam termasuk upacaranya karena bisa memakmurkan masyarakat karena kita beli bahan-bahan dari masyarakat, contoh seperti di Bali  kegiatan ekonomi bergulir, karena di Bali setiap hari ada kegiatan upacara termasuk upacara yajña.
5.1.1    Meningkatkan Rasa Solidaritas Sosial
Keterbukaan masyarakat kota dalam menerima nilai-nilai yang baru, ada kaitannya dengan eksistensi orang kota yang secara teoritis, berada pada dataran ekonomi yang mapan. Jaminan ekonomi yang mencukupi kubutuhan, cenderung membuat orang melepaskan ikatan emosional dengan masyarakatnya. Mereka bisa mandiri, tidak mengharap bantuan orang lain, menyebabkan pula keangkuhan terlihat dalam tidak mau kenal dengan tetangga yang akhirnya menyeret sikap egoisme. Sikap egois dan individualis inilah yang paling menentukan hilangnya rasa kesetiakawanan. Sikap mementingkan diri sendiri ini, di kota yang berpenduduk heterogen dengan latar belakang budaya yang berbeda, dibumbui dengan setumpuk permasalahan yang menyibukkan individu-individu masyarakat kota, barangkali tidak akan separah seperti yang kita lihat sekarang. Sayang sekali, sikap egois telah begitu mengkristal dengan seribu alasan. (Dadang Suparlan,  2007 : 399).
Pergerakan Hindu pada masa datang tidak cukup dengan kekuatan batin saja, karena kekuatan batin untuk mendukung kekuatan organisasi. Seperti yang pernah dilakukan Mahatma Gandhi di India, walaupun Gandhi memiliki kekuatan batin sepuluh kali lipat dari yang di milikinya pada saat itu, tidak akan berarti apa-apa jika tidak didukung oleh Partai Kongres India yang jumlahnya ribuan, dalam mewujudkan gerakan politik untuk melawan Kolonialisme Inggris.
Jika kekuatan batin tidak untuk memperkuat organisasi, maka kekuatan batin tidak menghasilkan apa-apa untuk perjuangan umat Hindu di masa datang. Dari pengalaman di India tersebut, sangat diperlukan membangun organisasi yang kuat. Kekuatan organisasi hanya dapat dilawan juga dengan kekuatan organisasi. Untuk membangun kekuatan organisasi Hindu diperlukan gerakan politik yang didukung oleh senergi dan solidaritas antar organisasi Hindu yang ada. Tujuannya, guna mencapai organisasi Hindu yang ideal sebagai alat perjuangan umat Hindu di masa kini dan mendatang. Karena menggunakan organisasi sebagai gerakan politik untuk kepentingan umat Hindu dapat dibenarkan dalam ajaran Hindu, yang secara substansial terdapat dalam ajaran Nitisastra (Donder dan Wisarja, 2009). . 
5.1.2    Perkembangan Pariwisata DKI Jakarta
Pada waktu itu Gubernur DKI Jakarta Dr. Fauzi Bowo melepas Pawai Budaya Ogoh-ogoh dalam rangka memperingati Hari Raya Nyepi Tahun Baru Śaka 1934. Untuk pertama kalinya sepanjang sejarah  tawur kesanga dan Pawai Ogog-ogoh digelar di kawasan Monas. Ogoh-ogoh yang sebagian besar digambarkan dalam bentuk raksasa, merupakan lambang dari roh jahat dan agar tidak mengganggu tatanan kehidupan manusia ogoh-ogoh diberi sesajen dan diarak. Dalam sambutannya Gubernur mengatakan upacara Tawur Kesanga dan pawai ogoh-ogoh akan masuk dalam kalender tahunan DKI Jakarta. Ritual Tawur Kesanga dan pawai ogoh-ogoh merupakan bagian yang tidak terpisahkan bagi umat Hindu Bali, Pawai ogoh-ogoh adalah salah satu ciri keberagamaan agama dan budaya masyarakat ibukota yang multi etnis. Karena kondisi dan situasi yang berbeda, Jakarta tidak bisa secara total melakukan ibadah Nyepi seperti halnya di Bali, karena itulah sebagai penghormatan Pemerintah DKI Jakarta memfasilitasi pelaksanaan ritual keagamaan ini.
Ditetapkannya Monas sebagai lokasi upacara tawur kesanga dan Pawai Ogoh-ogoh, mengharuskan Pemerintah Kota Administrasi Jakarta Pusat harus siap menjadi tuan rumah dan harus bekerja lebih keras lagi. Sementara Walikotamadya Jakarta Pusat mengatakan masuknya ogog-ogoh dalam kalender tahunan DKI Jakarta sebagaimana Imlek , Festival Jalan Jaksa, Festival pasar Baru akan membuka peluang industri pariwisata yang harus mendapat publikasi yang memadahi dan apabila even-even tersebut dikemas dengan baik tidak hanya bisa mengundang turis lokal datang ke Jakarta, tetapi juga turis mancanegara.
5.1.3    Meningkatnya Taraf Ekonomi Masyarakat DKI
Dalam pandangan an-Nabhani, bahwa pertumbuhan ekonomi dijadikan prinsip dasar adalah keliru dan tidak sesuai dengan realitas, serta tidak akan menyebabkan meningkatnya taraf hidup dan kemakmuran bagi setiap individu secara menyeluruh. Politik ekonomi pemerintah ini menitikberatkan pada pemenuhan kebutuhan-kebutuhan manusia secara kolektif yang dicerminkan dengan pertumbuhan ekonomi suatu negara. Akibatnya pemecahan permasalahan ekonomi terfokus pada barang dan jasa yang dapat dihasilkan untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi, bukan pada individu manusianya. Sehingga pembahasan ekonomi yang krusial untuk dipecahkan terfokus pada masalah peningkatan produksi (Dadang Suparlan, 2011 : 376).
Dengan dilaksanakanya upacara ritual yang dilaksanakan di DKI jakarta akan terjadi peningkatan daya beli oleh umat Hindu itu sendiri. Tentang sarana yang akan digunakan dalam kegiatan ritual keagamaan tersebut.
5.1              Dinamika dan Heterogenitas Pelaksanaan Tawur Agung
            Sesungguhnya pelaksanaan upacara tawur agung kesanga yang dilaksanakan di Silang Monas DKI Jakarta adalah banyak mengalami perubahan-perubahan dalam keberagaman yang ditimbulkan oleh pelaksanaan sebuah yajña atau persembahan yang dilakukan oleh umat Hindu di Silang Monas DKI Jakarta. Karena Hindu meyakini betul betapa pentingnya sebuah yajña bagi umat Hindu dan harus diimplementasikan dalam bentuk kegiatan yang nyata, dengan dikemas pawai seni dan budaya, sehingga terjadi keserasian dan keharmonisan terhadap parhyangan, pawongan dan palemahan.
            Disini sangat jelas bahwa dalam hidup ini kita harus berkorban, melakukakan persembahana agar kehidupan ini menjadi seimbang, karena dengan keseimbangan itulah tatanan kehidupan yang jagaditha itu tercipta. Disadari atau tidak pasti ada dampak negatifnya, dan itupun kalau boleh dibilang hampir tidak ada. Tetapi kita tidak memungkirinya bahwa dampak negatif itu juga pasti ada.
5.2.1    Kwantitas  Limbah Yajña
Berdasarkan data yang diperoleh, Dinas Kebersihan Jakarta memperkirakan volume sampah pada 31 Desember 2012 sebanyak 6.615 ton. Sementara itu, pada pagi harinya akan naik menjadi 7.150 ton.  Di kawasan Jakarta Pusat, sampah akan mencatat volume terbanyak, yakni 1.948 ton pada 31 Desember dan naik menjadi 2.484 ton pada pagi harinya. Sebelum dilaksanakannya kerjasama dengan pemprov DKI dalam hal ini dinas kebersihan banyak keluhan dari masyarakat tentang kotornya monas setelah selesai upacara tawur dilaksanakan. Namun setelah melakukan kerjasama seakrang sudah diambil alih, dan sarana yang sudah digunakan upcara tawur langsung dimasukan kekantong plastik yang sudah disiapkan oleh dinas kebersihan.
5.2.2    Rawan Terjadinya Kriminalitas
Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya (Polda Metro Jaya) mencatat jumlah tindak kriminalitas selama Agustus 2011 mencapai 1.758 kasus dari berbagai jenis kejahatan di wilayah hukum DKI Jakarta dan sekitarnya.
Hal ini juga diungkapkan oleh ujar Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Rikwanto kalau di tahun 2012 ada 11 kasus menonjol, enam kasus mengalami kenaikan dan lima kasus mengalami penurunan. Menurut Rikwanto enam kasus yang mengalami penurunan tersebut diantaranya, pencurian dengan pemberatan, penganiayaan berat, curanmor, perjudian dan perkosaan. “Kasus perjudian yang terlihat mengalami penurunan , tahun 2011 ada 1.036 kasus lalu di tahun 2012 ada 506 kasus. Jadi turun sebanyak 530 kasus atau sebesar 51,15 persen. Demikian juga keramaian yang terjadi disilang monas menyebabkan indikasi tindak kejahatan seperti pencopetan. Karena biasanya ditempat keramaian kerap sekali terjadi kejadian-kejadian tindak kejahatan tersebut.
5.2.3    Terganggunya Arus Lalu Lintas
Pada saat prosesi tawur agung kesanga telah dilaksanakan makan dilanjutkan atraksi pawai kesenian dan budaya ogoh-ogoh, ondel-ondel, marawis, barongsai dan ratra-yatra. Pada saat pawai inilah arus lalulintas mengalami kemacetan karena arus jalan protokol dari jalan air mancur patung Arjuna Wiwaha menuju arah gambir terjadi penutupan arus jalan lalulintas karena akan digunakan pawai seni dan budaya yaitu arak-arakan atau atraksi ogoh-ogoh, ondel-ondel, marawis, barong sai, gunungan dan yatra-yantra yang sangat indah dan memukau.
VI.             Kesimpulan
Pelaksanaan upacara tawur agung kesanga Tahun Baru Śaka 1934 merupakaan rangkaian upacara Nyepi yang dimulai dengan matur piuning dan melakukan melasti ke Pura segara setelah itu dilanjutkan upacara tawur dan melakukan Catur Brata Penyepian. Upacara tawur agung kesanga Tahun Baru Śaka 1934, Pada saat itulah matahari menuju garis lintang utara, saat Uttarayana yang disebut juga Devayana yakni waktu yang baik untuk mendekatkan diri pada Tuhan Yang Maha Esa.
Proses pelaksanaan upacara tawur agung kesanga di Silang Monas DKI Jakarta didahului dengan persiapan yaitu didahuli dengan rapat-rapat panitia Nyepi, dilanjutkan dengan penyusunan kerangka acuan untuk mempermudah pengorganisasian dan sumber biaya serta biaya penyelenggaraan pelaksanaan upacara tawur agung kesanga Tahun Baru Śaka 1934 dan audensi dengan pejabat pemerintah.
           
Makna yang terkandung dari pelaksanaan upacara tawur agung kesanga ini adalah makna filosofis sebagai pelebur kekuatan negatif yang dilambangkan dengan dikorbankannya kerbau sebagai penyeimbang di alam semesta, merupakan catuspathaning desa sebagai perempatan agung yang merupakan titik pusat dari alam semesta sehingga dianggap sebagai titik nolnya Jakarta dan Monas itu sendiri dilambangkan sebagai lingga yoni yang melambangkan kesuburan dan kesejahteraan. Makna filsafat Ketuhanan, makna religi, kebahagiaan, keseimbangan, kemakmuran dan kebersamaan.  
Selain itu, pelaksanaan upacara tawur agung kesanga di Silang Monas DKI Jakarta berkorelasi terhadap meningkatkan rasa solidaritas, perkembangan pariwisata DKI Jakarta dan meningkatnya taraf ekonomi masyarakat,  sedangkan dinamika dan heterogenitas pelaksanaan upacara tawur agung kesanga menumpuknya limbah yajña,  terganggunya arus lalu-lintas dan rawan terjadinya kriminalitas di sekitar Monas.
VII.          Saran
            Hasil penelitian ini masih membuka ruang kosong yang harus didiskusikan untuk menambah khasanah ilmu pengetahuan tentang adanya permasalahan yang berkaitan dengan tawur agung kesanga yang dilaksanakan di Silang Monas DKI Jakarta. Selanjutnya ini sebagai bahan masukan baik lembaga Parisada DKI, Banjar SDHD DKI Jakarta, masyarakat dan khususnya umat Hindu yang berada di lingkungan wilayah DKI Jakarta sebagai berikut:
1.    Dalam penelitian selanjutnya masih ada kesempatan untuk menambah ilmu pengetahuan, serta untuk pembinaan umat agar ada peningkatan tentang pemahaman mengenai makna upacara tawur agung kesanga Tahun Baru Śaka 1934 di Silang Monas DKI Jakarta
2.    Penelitian ini adalah sebagai bahan pertimbangan untuk menjembatani Lembaga Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam hal pelaksanaan upacara tawur agung kesanga di Silang Monas DKI Jakarta, agar pelaksanaan yang akan datang, dari jumlah peserta pawai seni dan budaya harus lebih banyak lagi karena dari masing-masing tradisi sangat antusias dalam pelaksanaan upacara tawur agung kesanga yang di kemas dengan  pawai seni dan budaya. Tentunya kedepannya lebih meriah dan lebih baik.
3.    Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan lembaga swadaya seperti Parisada DKI, Banjar SDHD DKI dan Pembimas Hindu DKI Jakarta seharusnya memberikan perhatian yang berkesinambungan terhadap budaya dan tradisi dari masing-masing etnis sehingga keberadaannya tetap lestari sehingga sesuai dengan makna tawur agung yaitu membangun hidup harmoni dalam kebersamaan.
V SARAN
Demi kepentingan umat banyak maka perlu adanya penyuluhan dari Bimas DKI Jakarta tentang pelaksanaan ngaben sesuai dengan sastra Veda yang menyesuaikan dengan waktu, tempat dan keadaan umat.
VIII.       UCAPAN TERIMAKASIH
Penulis mengucapkan terimaksih kepada penyelenggara program Magister Brahma Widya, para dosen, staff administrasi, teman seangkatan, para informan dan kepada  semua pihak, kepada istri dan putra-putri yang selalu setia memberikan dorongan kepada penulis dalam menyelesaikan studi ini.
DAFTAR PUSTAKA
Ayu, I Gusti Putu Suryani. 2011. Jenis dan Hakekat Ritual Bhuta yajna Pada masyarakat Hindu Bali cet 1. Bali : Udayana University Press.
Connoly, Peter. 1999. Aneka Pendekatan Studii Agama (Pengantar Ninian Smart), terjemah : Imam Khori. Yogyakarta : LKSi
Donder, I Ketut dan I Ketut Wisarja, 2011. Teologi Sosial Persoalan Agama dan Kemanusiaan. Paramitha ; Surabaya.
Donder. I Ketut. 2006. Brahmavidya Theologi Kasih Semesta. Surabaya : Paramita
Griffith, R.T.H. 2005. Sāmaveda Saṁhitā. Surabaya: Paramita.
Griffith, R.T.H. 2006. Atharvaveda Samhita (Sukla Yajur Veda). Surabaya : Paramitha.
Koenjaraningrat. 1997. Antropologi Budaya. Jakarta : Dian Rakyat
Made, Ngakan Madrasuta. 2010. Tuhan Agama dan Negara. Jakarta : Media Hindu.
Mudjiono, Ricky, dkk. 2008. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Tengerang : Scientific press.
Nasution, S. 2004. Metode Research. Jakarta : Bumi Putra Aksara
Palguna, Dharma Made I.B. 1999. Memuja dan Meneliti Siwa (Desertasi). Denpasar: Yayasan Dharma Sastra.
Pandit, Bansi. 2006.  Pemikiran Hindu (Pokok-Pokok Pikiran Agama Hindu Dan Filsafat) terjemah IGA Dewi Paramita. Surabaya : Paramita
Poerbatjaraka, RM.Ng. 1951. Kekawin Nirartha Prakertha. Jakarta : BKI No 107.
Poerwadarminta, W.J.S. 1986. Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta : PT Gramedia.
Puja, G, Tjokorda Rai Sudharta. 2002. Veda Smrti Compedium Hukum Hindu.   Jakarta:  CV Felita Nursatama Lestari.
Sanderson, Stephen. K. 2000. Makro Sosiologi Sebuah Pendekatan Terhadap Realitas Sosial. Jakarta : Raja Grafindo Persada.
Sāyaṇācāya Of Bhāṣya. 2005. Ṛgveda Saṁhitā. Surabaya : Paramita.
Suparlan, Dadang. 2011. Pengantar Ilmu Sosial Sebuah Kajian pendekatan Srtuktural. Jakarta : Bumi Aksara.
Titib, I Made. 1995. Pedoman Pelaksanaan Hari Raya Nyepi. Denpasar : Upada Sastra.
Titib, I Made. 1996. Simbol Agama Hindu. Surabaya : Paramitha
Titib, I Made. 1996. Veda Sabda Suci (Pedoman Praktis Kehidupan). Surabaya : Paramitha
Wiana, Ketut. 2007. Tri Hita Karana Menurut Konsep Hindu. Surabaya : Paramitha.
Dokumen
Pidato Presiden Soekarno pada upatjara pemberian hadiah para pemenang Sajembara Rentjana Tugu Nasional, di Istana Negara Djakarta, pada tanggal 17 Nopember 1960. Dengan judul TUGU KEPRIBADIAN JANG MELAMBANGKAN REVOLUSI. Departemen Penerangan R.I.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Tawur Agung"

Post a Comment