By : Untung Suhardi, S.Pd.H
Penguatan identitas Hindu Jawa Melalui Paguyuban Majapahid
Kunjungi link : PenguatanidentitasHindujawa.pdf.
Problem identitas dalam penelitian ini berusaha peneliti
pahami dengan mengandalkan beberapa teori identitas yang salah satunya lewat
teori identitas milik Manuel Castells (2005) yang melihat bahwa identitas
selalu merujuk kepada aktor sosial, dan
ia merupakan sumber makna dan pengalaman bagi manusia. Identitas berbeda
dengan apa yang secara tradisional disebut sebagai peran atau kumpulan
peran-peran, misalnya identitas berbeda dengan peran menjadi ibu, tetangga,
pemain basket atau perokok pada waktu yang sama, karena tugas atau peran yang
mereka lakukan didasarkan pada struktur norma yang ada pada masyarakat.
Identitas bahkan menjadi sumber makna yang lebih penting dibanding peran yang
ditentukan oleh masyarakat. Namun dapat juga berarti bahwa identitas
mengorganisasikan makna, sedangkan peran mengorganisasikan fungsi. Jika dikaitkan
dengan konstruksi identitas masyarakat Hindu etnis
jawa maka dapat dikatakan bahwa pengakuan masyarakat
Hindu Etnis Jawa terhadap identitas
kehinduannya terus berproses dalam semua
bentuk material (sejarah, geografi, memori kolektif, dan fantasi personal) yang
berakar dari struktur sosial, kerangka ruang dan waktu yang dilalui
pengorganisasian makna dan fungsi sistem Agama Hindu itu sendiri yang tentunya
didukung pula oleh konteks Hindu kekinian.
Terdapat beberapa alasan mengapa Masyarakat
Hindu Etnis Jawa dipilih sebagai
subjek dalam penelitian ini, sebagaimana penulis
paparkan bahwa masyarakat Hindu Etnis Jawa dalam menganut agama Hindu banyak
hal yang perlu dikaji menyangkuti identitas kehinduan hal ini dipengaruhi oleh
budaya dan seberapa kuat dalam mempertahankan identitas kehinduanya
ditengah-tengah persaingan global oleh karena itu alas an penulis mengangkat
penelitian ini ada beberapa alasan yaitu,
pertama, mengetahui
strategi peneguhan identitas pada orang-orang masyarakat
Hindu etnis Jawa di Jakarta. Kedua, Jakarta adalah kota multikultural
yang secara signifikan memberi dampak pada cara berpikir yang juga
multikulturalis bagi sebagian besar orang Hindu Etnis
Jawa yang tinggal di kota ini. Meski Hindu di Indonesia
didominasi oleh kebudayaan Bali, namun seiring dengan perkembangan sosial
kemasyarakatan seperti arus urbanisasi dan globalisasi yang mengedepankan HAM,
serta maraknya kegiatan-kegiatan interfaith,
kebudayaan tersebut akan memodifikasi dirinya sehingga menjadi sesuatu yang
cukup terbuka. Kondisi sosial orang Hindu etnis Jawa di Jakarta tentunya juga menentukan bagaimana mereka
mentransformasi diri sebagai komunitas yang bersedia berintegrasi dan
berafiliasi dengan komunitas lainnya. Kondisi ini juga menjadi fokus pada
penelitian ini karena sejauh yang peneliti ketahui bahwa pada awalnya masyarakat
Hindu Etnis Jawa Hindu di
Jakarta ini lahir dan berkembang di Jawa, dan ketika ia berkembang di Jakarta adalah penting
untuk menelusuri jejak transformasi tersebut. Ketiga, secara stereotipe,
sebagian besar masyarakat Hindu etnis Jawa dianggap sebagai pihak yang masih
malu-malu untuk memperlihatkan identitas kehinduan dalam pergaulan jika
dihadapkan pada interaksi sosial dengan agama mayoritas terutama menyangkut
status pekerjaan maupun jabatan. Dalam hal
ini, Agama mayoritas seakan-akan menjadi “alat” untuk memperlancar usaha-usaha mereka dalam
menjalankan kegiatan tersebut. Jika benar demikian, harus cermati bahwa konteks
sosial telah memperlihatkan secara faktual bahwa di Indonesia, Agama Hindu bukanlah
agama mayoritas sehingga kecil kemungkinan bahwa mereka akan cukup berhasil
dengan berafiliasi dengan golongan minoritas. Selain itu, sebuah apriori yang
menyatakan bahwa orang Jawa yang beragama
Hindu di Jakarta adalah orang yang
oportunis juga harus diperdebatkan, bahkan perlu ditinjau ulang kesejarahannya
mengapa muncul bentuk stereotipe
seperti itu. Dengan demikian, pemilihan masyarakat
Hindu Etnis Jawa sebagai subjek juga
ingin mengetahui tentang bagaimana mereka memproyeksikan identitas kehinduan dan keagamaan mereka dalam konteks sosial-kemasyarakatan
Hindu di Indonesia.
Dengan demikian, menyimak tentang masyarakat Hindu Etnis
Jawa sejalan dengan perspektif Castells yang menyatakan bahwa
siapapun yang mengkonstruk identitas dan untuk tujuan apapun, seringkali
ditentukan oleh makna simbolik apa yang ada pada identitas tersebut, atau
dengan kata lain, ingin diidentikkan dengan identitas tersebut. Selain itu,
konstruksi identitas kerap berada pada konteks yang selalu diwarnai dengan
relasi kekuasaan yang secara alami bermodifikasi
yang sering kali harus berhadapan dengan-bahkan dihadang oleh ajaran, corak
pemahaman, atau aliran agama yang dianutnya. Tidak jarang pula sesorang yang
“enlightened”, yang kepercik seberkas “sinar kebenaran”, harus melihat
penyimpangan atau kejanggalan dalam ajaran dan pemahaman yang mereka anut
sebelumnya. Pada saat itu mereka akan merasakan berada dalam kelompok atau
komunitas yang tidak memberinya kebebasan, padahal masyarakat Hindu Etnis Jawa
dengan pengalaman sudah merasa”terbebas”.
Pada dasarnya setiap orang atau komunitas berhak
mengkomunikasikan identitasnya sebagai umat Hindu, sebab itu buah kreativitas.
Dan tanpa kreativitas, masyarakat Hindu Etnis Jawa akan mandul dan irrelevant.
Namun ironisnya kekuatan dinamik dan kreativitas itu sering kali dihambat atau
bahkan ditumpas oleh kalangan elit keagamaan mapan, lebih-lebih yang mempunyai
akses pada kekuasaan, demi tatanan yang ada. Sebagai
bentuk dalam upaya memberikan peneguhan identitas kehinduan pada masyarakat
Hindu yang di anut etnis jawa, dengan melalui wadah paguyuban yang bertumpu pada organisasi
kemasyarakatan yang terbentuk dalam Paguyuban
Majapahid. Paguyuban Majapahid
ini berorientasi pada budaya spiritual yang berasaskan pada sosial religius.
http://tokekdead.blogspot.com/2014/09/vcccoid-provider-vcc-murah-di-indonesia.html
ReplyDeletehttp://blacksuket.blogspot.com/2014/09/vcccoid-provider-vcc-murah-di-indonesia.html