PENERAPAN NILAI-NILAI
AJARAN VEDA PADA SAI STUDI GROUB (SSG) DALAM HARMONI DAN KEBHINEKAAN BANGSA
Oleh:
Untung Suhardi
A. Pendahuluan
Seiring
dengan perjalanan waktu yang terus bergulir keefektifan yang mulai dibangun
oleh perwakilan dari masing-masing etnis dengan harapan dapat menyebarkan ajaran Veda kepada umat tidak berjalan dengan maksimal.
Makin pudarnya hubungan dharma duta kepada umatnya, maka komunikasi yang intens
antara umat Hindu mulai berjalan dengan sendiri-sendiri. Hal ini yang kemudian
menciptakan iklim yang tertutup pada masing-masing etnis dan bahkan kelompok
spiritual keagamaan yang berkembang. Sehingga yang nampak hanya kemeriahan
ritual dari sekte atau sampradaya tertentu, sehingga hubungan
dengan sekte atau sampradaya, seolah-olah saling menutup
diri dalam komunikasi baik dalam kehidupan yang berkaitan dengan sosial
keagamaan. Keadaan ini belum lagi ditambah dari pembina agama dan pemangku
kepentingan lain yang juga sama-sama masih menutup diri untuk berbaur dengan
salah satu sekte atau sampradaya yang berkembang. Dalam hal ini belum adanya peraturan tertulis
tentang legal formal dari keberadaan sekte
atau sampradaya dan seandainya ada
belum mengalami tindak lanjut yang pasti dan terukur. Hal lain yang terjadi
kemudian, adalah munculnya paham yang eksklusivisme baik antar sekte atau sampradaya maupun dengan
pemerintah.
Keberadaan
sekte atau sampradaya khususnya yang ada di Indonesia, saat ini seolah-olah
masih berdiri sendiri-sendiri belum ada upaya yang nyata untuk menjalin
integrasi. Untuk itu perkembangan sekte
atau sampradaya ini masih menunjukan
eksistensi sendiri-sendiri dan peran PHDI selaku Lembaga Majelis Umat Hindu
yang legal untuk melakukan pembinaan belum tersentuh secara menyeluruh tentang
keberadaan sekte atau sampradaya yang ada di Indonesia.
Keberadaan lain yang menyebabkan kurangnya integrasi antar sekte atau sampradaya
adanya perbedaan cara pandang tentang masing-masing sekte atau sampradaya
yang ada saat ini tentang kepercayaan agama lain, misalnya dalam hal melakukan
pemujaan kepada Tuhan, para dewa dan orang suci yang ada dimasing-masing kelompok
spiritual (sampradaya) yang kesemuanya ini menjadi titik tolak para
pemimpin sekte atau sampradaya kurang terjalin integrasi
dengan yang lainnya serta permasalahan yang tidak mau berbaur dengan kearifan lokal setempat.
Permasalahan
yang ada sudah pernah ditangani oleh PHDI maupun Ditjen Bimas Hindu Kementerian
Agama Republik Indonesia. Upaya pembinaan ini berupa memfasilitasi
kelompok-kelompok sekte atau sampradaya untuk menjalin kerjasama
dalam rangka integrasi lembaga agama dan keagamaan Hindu. Pertemuan ini juga sebenarnya membahas
tentang hal-hal yang terkait dengan permasalahan keumatan baik yang bersifat
mikro atau makro dalam lingkup sosial keagamaan. Namun yang menjadi
permasalahan pada kegiatan yang sejenis ini sudah melibatkan sekte atau sampradaya atau etnis tertentu sehingga merasa mendapat perhatian
oleh kelompok mayoritas atau lembaga yang berwenang. Dalam hal ini kegiatan
yang sudah dilakukan juga sangat berdampak pada komunikasi dan interaksi yang ditimbulkan
antara satu organ dengan organ yang lainnya. Apalagi ditambah dengan
permasasalahan-permasalahan yang belum tersntuh sehingga sehingga masih banyak
yang harus diselesaikan. Permasalahan dalam sekte
atau sampradaya karena minimnya
mereka melakukan koordinasi dan menyampaikan keluh kesah dalam permasalahan
yang ada diintern sekte atau sampradaya tersebut maka semakin banyak
permasalahan yang tidak terselesaikan.
Hal
ini merupakan permasalahan yang sudah lama terjadi karena masing-masing pihak
yang bertanggungjawab secara penuh, belum melakukan tugas dan fungsinya secara
efektif. PHDI dan Ditjen Bimas Hindu
sudah melakukan berbagai upaya kepada sekte
atau sampradaya, namun demikian pihak
ini belum dapat menangani permasalahannya bukan karena menutup diri melainkan
kurangnya sumber daya manusia yang bergerak khususnya untuk menangani
permasalahan tersebut. Sehubungan dengan hal tersebut, melalui penelitian ini
penulis menggali tentang hal-hal yang sebenarnya dapat dikomunikasikan secara
lebih intensif sehingga tujuan tri kerukunan umat dapat terwujud, walapun secara keberadaan
mereka adalah sekte atau sampradaya yang mungkin masih asing kita dengar, tentang
Hindu Nusantara. Walapun demikian, mereka adalah umat Hindu yang dalam
slogannya sangat universal (Vasudaiva Kutumbhakam)
kita semua bersaudara.
Berangkat
dari uraian tersebut di atas, maka penulis dalam hal ini dapat merumuskan dalam
suatu permasalahan pokok yang nantinya dapat dicarikan solusinya terkait dengan
permasalahan yang ada. Penelitian ini tidak untuk menyalahkan pihak-pihak yang
secara ideal memberikan sumbangsihnya, akan tetapi memberikan gambaran yang
jelas tentang pemetaan komunikasi dalam menjalin relasi yang baik dalam
hubungan antara sekte atau sampradaya, masyarakat (umat pada
umumnya), lembaga keagamaan Hindu, dan pemerintah (Ditjen Bimas Hindu
Kementerian Agama Republik Indonesia) yang tujuannya untuk mewujudkan intern
kerukunan beragama. Penelitian ini fokus pada sekte atau sampradaya Sai Study Group
(SSG) sebab penulis berpandangan bahwa Sai
Study Group (SSG) sudah menunjukan sikap tolerannya kepada semua sekte atau sampradaya yang ada di Hindu. Hal ini harus dicari titik pangkalnya
tentang sikap dan prinsip Sai Study Group
(SSG) yang dapat menerima semua sekte
atau sampradaya. Untuk itulah Sai Study Group (SSG) dapat dijadikan pilot project tentang model interaksi yang ada dalam intern
umat Hindu terutama yang ada di DKI Jakarta dalam relasinya dengan umat yang
ada diluar Sai Study Group (SSG) dan
pemerintah yang dalam hal ini adalah Ditjen Bimas Hindu.
Mengingat
bahwa visi dan misi yang ada dalam Sai
Study Group (SSG) secara umum adalah untuk mempelajari ajaran-ajaran Sai
Baba agar menjadi orang yang lebih baik. Hal ini
tertuang dalam Visi yang berbunyi “menyadari ketuhanan dalam diri” dan misinya
adalah “untuk menjalin persahabatan dengan seluruh umat manusia tanpa
membedakan suku, bangsa, ras, golongan, jabatan, agama dan kepercayaan”
(Nuhrison dan Suhana, 2016 : 3). Untuk
itu yang menjadi konsentrasi utama dalam penelitian ini adalah keberadaan Sai Study Group (SSG) bukan sebagai sekte atau sampradaya tetapi merupakan organisasi sosial dan spiritual yang
bergerak dalam bidang pelayanan. Keberadaan ini pula yang kemudian menjadi
pertanyaan besar ketika ajaran Sai Baba yang berlandaskan ajaran Veda kemudian, diajarkan kepada penganut yang hadir
dalam praktik sadhana. Keadaan ini
yang menimbulkan prasangka tentang keberadaan Sai Study Group (SSG) karena ada kelompok lain yang ikut dalam
praktik sadhana. Namun keberadaan Sai Study Group (SSG) secara umum
memberikan pelayanan kepada masyarakat. Hal yang menjadi tujuan penelitian ini
adalah menganalisis ajaran Sai Baba yang digunakan oleh pengikutnya sebagai sumber
teologi serta pijakan untuk dikembangkan dalam dalam menata kehidupan pribadi.
B. Sejarah Sai Study Group (SSG)
S
Keberadaan Sai
Study Group (SSG) dengan tokoh yang dipuja yaitu bernama Sai Baba yang pada awalnya merupakan seseorang yang
mempunyai kelebihan yang diberikan oleh Tuhan untuk menyelamatkan umat manusia.
Dimana menurut penganut ajaran dari Sai Baba ini, Sai Baba merupakan perwujudan
atau Avatara dari Tuhan itu sendiri. Sai Baba lahir di Desa Puttaparthi, Bangalore India Selatan
pada tanggal 23 November 1926. Menurut cerita, Sai Baba putra dari pasangan
suami istri Pedda Venkappa Raju dan Eswaramma, suatu keluarga yang taat
beragama Hindu. Waktu kecil Sai Baba bernama Sathya Narayana Raju dan menjadi
anak kesayangan keluarga, bahkan warga desa setempat
Sejak
kecil Sai Baba tidak suka makan daging dan menjadi penyayang
binatang seperti sapi, domba, babi, ayam, bebek dan lainya. Lantaran sikapnya
yang menyayangi binatang, tidak makan daging, dan enggan membunuh mahluk Tuhan,
oleh masyarakat setempat beliau disebut “Brahmajnani”
yang berarti jiwa yang telah menyadari dirinya. Hal itu terjadi ketika Sai Baba
berusia 5 tahun. Sikap terpuji lain yang dimilikinya adalah kelembutan dan
cinta kasih, peka terhadap penderitaan orang lain, suka menolong orang miskin dan
pengemis dan tidak pernah menyakiti orang lain serta tidak mendendam dengan
terhadap anak-anak yang berlaku kasar
terhadap dirinya.
Diriwayatkan
pula sejak usia enam tahun Sai Baba telah memiliki kelebihan, mampu memahami isi
Kitab Suci Weda, padahal Ia sendiri belum pernah membacanya. Ia juga dapat
menahan lapar, tidak makan beberapa hari tapi tetap sehat, mengobati orang
sakit dan bahkan pernah menghidupkan orang yang diperkirakan sudah mati. Di
sekolah Ia menjadi murid yang cerdas, baik budi dan disenangi dan dikagumi oleh
teman dan guru-gurunya karena Ia banyak memiliki keistimewaan. Umur 10 tahun
Sathya Narayana (Sai Baba) membentuk kelompok Bhajan atau kelompok nyanyi lagu-lagu keagamaan yang
digubahnya sendiri.
Para pengagum dan pendengar wejangannya meliputi
berbagai kalangan masyarakat seperti rahib, pujangga, cendekiawan, pengusaha,
petani, petani, pria dan wanita. Mereka merasa beruntung dapat menyaksikan
kelebihan dan ajaran-ajaran Sai Baba dan ikut menyebarkan
berita tentang keistimewaaan dari Sai Baba tersebut kemana-mana. Pada tahun
1958 Sai Baba meresmikan majalah “Sanathana Sarathi” (Sais Abadi Yang Maha
Ada), sebagai media untuk menyebarkan ajarannya. Majalah tersebut diterbitkan
dalam berbagai bahasa antara lain bahasa Inggris dan bahasa Telugu. Melalui
publikasi dan kunjungan Sai Baba secara pribadi ke berbagai tempat sambil
berceramah dan membantu warga yang sakit, frustasi, gangguan jiwa dan
tertindas, maka ajaran Sai Baba semakin tersebar ke manca Negara, termasuk ke
Indonesia sekitar tahun 1979. Sekarang para pengikut ajaran Sai Baba
diperkirakan berjumlah 70 juta orang yang tersebar di 128 negara seperti India,
Inggris, Kanada, Amerika, Thailand, Malaysia, Hongkong, Mexico, Hawai, Afrika
Selatan, serta Indonesia (Mursyid Ali, 1998/1999 : 15-16).
C. SSG dan Harmoni Kebangsaan
C. SSG dan Harmoni Kebangsaan
Untuk
itulah, pada penelitian ini analisisnya digunakan teori konvergensi simbolik
yang membahas komunikasi dalam kelompok sosial tertentu. Symbolic Convergence Theory (SCT), menjelaskan bahwa makna,
emosi, nilai, dan motif untuk tindakan di retorika yang dibuat bersama oleh
orang yang mencoba untuk memahami dari pengalaman yang umum, seperti keragaman
kehidupan. Teori ini mengupas tentang fenomena pertukaran pesan yang
memunculkan kesadaran kelompok yang berimplikasi pada hadirnya makna, motif,
dan perasaan bersama. Artinya teori ini berusaha menerangkan bagaimana
orang–orang secara kolektif membangun kesadaran simbolik bersama melalui
suatu proses pertukaran pesan. Kesadaran simbolik yang terbangun dalam proses
tersebut kemudian menyediakan semacam makna, emosi dan motif untuk
bertindak bagi orang-orang atau kumpulan orang yang terlibat didalamnya.
Teori ini memiliki anggapan dasar
bahwa setiap anggota kelompok melakukan pertukaran fantasi dalam rangka
membentuk kelompok yang kohesif. Dengan saling bertukar fantasi tersebut bisa
memicu terjadinya interaksi kelompok yang baik. Fantasi yang dimaksudkan di
sini bisa berupa ide-ide, cerita, gurauan, dan lain-lain yang mengungkapkan
emosi atau mengandung emosi. Fantasi bisa meliputi peristiwa di masa lalu atau
yang akan terjadi, namun fantasi tidak termasuk pada komunikasi yang berfokus
pada kegiatan yang terjadi dalam kelompok tersebut.
Keberadaan interkasi yang dibangun
dalam hal ini memicu adanya seragaman pandangan yang tidak hanya menjadikan
satu visi dan misi melainkan adanya rasa yang ada dalam diri para bhakta untuk
membangun. Eksistensi SSG pada kehidupan sosioreligius membawa dampak yang
nyata dalam kehidupan. Untuk itulah, untuk membuat pemahaman ini perlu adanya
kaderisasi yang dilakukan kepada generasi muda (youth) dalam bentuk balvikas dalam menerapkan nilai-nilai
ajaran keuniversalan Veda. Pembahasan ini kemudian menjadikan
pijakan dalam pelaksanaan SSG bahwa selain adanya kegiatan sadhana juga ada kegiatan
pelayanan kemanusiaan dan lingkungan. Meminjam istilah Brooman bahwa fantasi
yang dibangun ini pada dasarnya telah keluar dari rutinitas yang ada dalam
program SSG yang hanya kegiatan sadhana saja melainkan adanya program sejenis.
Praktik pelayanan kepada manusia melalui pendidikan, kesehatan dan konseling
pada dasarnya hal yang memicu adanya para bhakta dengan suka rela ikut
tergabung dalam kegiatan SSG yang dalam hal ini telam membuat semacam jaringan
secara alami.
Materi: Ekologi dan Budaya (unduh link di bawah ini)
1. Modul Ekologi dan Budaya
1. RPS, Kontrak Kuliah dan RTM Ekologi dan Budaya
0 Response to "SAI STUDI GROUB (SSG) : HARMONI DAN KEBHINEKAAN BANGSA"
Post a Comment