Peran
Agama Dalam Bingkai Solidaritas Sosial Dan Ekonomi Umat
Oleh:
Untung Suhardi
Pendahuluan
Ajaran
Hindu terdapat empat tahapan kehidupan yang harus dilalui oleh setiap umat
Hindu untuk mencapai tujuan hidup yang disebut catur purusartha terdiri dari dharma,
artha, kama dan moksa.
Dan tujuan hidup inilah yang menjadi landasan dalam pelaksanaan catur asama. Dalam naskah jawa
kuno yaitu Agastya parwa menjelaskan
tentang bagian-bagian catur asrama, dalam silakrama ini menjelaskan “Catur Asrama ngaranya
brahmacari, grhastha, Wanaprasta, Bhiksuka, nahan tang catur asrama ngaranya. Artinya : yang
bernama Catur Asrama ialah Brahmacari, Grhastha, wanaprasta dan Bhiksuka”. Dari
naskah ini sangat jelas dikatakan bahwa, dalam kehidupan ini hendaknya
diprogramkan tahap demi tahap, sehingga dapat digariskan bahwa pada umumnya
orang berada pada fase pertama kurang tepat untuk memasuki fase selanjutnya
yaitu pada fase dua, ketiga apalagi langsung pada fase keempat. Karena pada
masing-masing jenjang mempunyai pola hidup tersendiri dan semua jenjang ini
harus dilewati sampai jenjang sanyasin, kemudian setelah semua jenjang terlewati semuanya diharapkan atman bersatu
dengan sumbernya yaitu paramatman.
Proses penyatuan atau pengintegrasian
bertujuan untuk melakukan interaksi yang dalam hal ini lebih menekankan pada
komunikasi antarpribadi. Tentunya komunikasi ini membawa
dampak yang sangat signifikan ketika diterapkan pada kelompk kecil maupun besar
yang dalam hal ini lebih menekankan pada sifat dan kejelasan pesan yang
disampaikan (Effendy, 2003:75). Untuk menjadikan
penyatuan dari lembaga masyarakat ini dalam Rg Veda 10.191.2 dijelaskan bahwa :
Sam gacchadhwam sam wadadhwam
Sam wo manāmsi jānatām
Dewā bhāgam yathā pūrwe
Sañjanānā upāsate
Terjemahan
:
O engkau
manusia! hendaknya seluruh kegiatan-kegiatan kalian menghantarkan kalian kepada
satu tujuan bersama (dan untuk itu) hendaklah ada bahasa untuk kalian semuanya
dan hendaklah pikiran kalian semua merupakan suatu keharmonisan untuk
memperolah pengetahuan tentang berbagai ilmu pengetahuan secara sempurna dan
seperti nabi, yang telah menerima wahyu spiritual yang hidup sebelum kalian,
engkau harus memuja Tuhan saja yang adalah satu-satunya tujuan sejati dari
pengabdian kalian (Sudharta, 2010:223).
Mantram
ini menunjukan bahwa untuk menyatukan kerjasama antar kelompok diperlukan
kesepahaman dan pengertian satu dengan yang lain. Mantram Rg Veda tersebut menunjukan tentang kebersamaan yang
ada dalam kehidupan sosial adalah hal mutlak yang harus dimiliki oleh setiap
anggota masyarakat. Pada organisasi Hindu yang sudah ada menunjukan tentang
peran penting dari pengurusnya yang tidak hanya melimpahkan tanggungjawabnya hanya
kepada ketua dan sekretaris melainkan untuk seluruh pengurus. Menurut Allport
dalam Wrench, 2006 menjelakan bahwa dalam kehidupan beragama terbagi menjadi
dua orientasi yaitu orientasi intrinsik dan ekstrinsik, oerientasi intriksisk
adalah berkaitan dengan diri sendiri secara individu dan tanggungjawabnya
secara vertikal. Sedangkan orientasi eksetrinsik adalah memberlakukan agama
untuk banyak hal yang dalam hal ini untuk mendukung percaya diri, meningkatkan
status dan untuk bekal dalam menghadapi hidup ini (Arum, 2013:21).
Peran Agama dalam Solidaritas Sosial Ekonomi
Orang
yang menghayati agama secara dalam, akan mampu untuk membedakan mana perbuatan
yang baik dan mana perbuatan yang buruk serta memberikan pengetahuan tentang
bagaimana menjalin hubungan terhadap Tuhan, sesama manusia dan lingkungan
sekitar. Konsep tujuan kehidupan manusia dikelompokan menjadi 4
bagian yang terdiri dari dharma, artha, kama dan moksa. Urut-urutan ini merupakan tahapan yang
tidak boleh ditukar-balik karena
mengandung keyakinan bahwa
tiada artha yang diperoleh tanpa
melalui dharma; tiada kama diperoleh tanpa melalui
artha, dan tiada moksa yang bisa dicapai tanpa melalui
dharma, artha, dan kama. Pola kehidupan ekonomi dalam ajaran Hindu tertuang
dalam kitab arthasastra yang muat komponen perekonomian untuk menunjang
kesejahteraan baik secara individu dan kehidupan negara. Kama adalah tujuan
kebahagiaan, kenikmatan yang didapat melalui indra, tetapi harus berlandaskan
dharma dalam memenuhinya. Kama berarti kesenangan dan cinta kasih penuh
keikhlasan terhadap sesama makhluk hidup dan yang penting memupuk cinta kasih,
kebenaran, keadilan dan kejujuran untuk mencapainya. Sehubungan dengan cinta
kasih ini, kama dapat dibagi atas tiga bagian yang disebut “Tri Parartha” yakni
seperti berikut ini.
a.
Asih, menyayangi dan nengasihi sesama makhluk sebagai
mengasihi diri sendiri.
b.
Kita harus saling asah (harga menghargai), asih (cinta
mencintai) asuh (hormat menghormati), dan mewujudkan ajaran Tat Twam Asi
terhadap sesama makhluk agar terwujudnya kerukunan, kedamaian, dan keharmonisan
dalam kehidupan serta tercapainya masyarakat Jagadhita (tat tentram kerta
raharja).
c.
Punya, dana Punya cinta kasih kepada orang lain
diwujudkan dengan selalu menolong dengan memberikan sesuatu (harta benda) yang
kita miliki dan berguna bagi orang yang kita berikan.
d.
Bhakti, cinta kasih pada Hyang Widhi dengan senantiasa
sujud kepadanya dalam bentuk pelaksanaan agama. Kebahagiaan berupa bersatunya
“atma” dengan “brahmana”( Tuhan ) menimbulkan“Sat Cit Ananda” (kesadaran,
ketentraman, dan kebahagiaan abadi) yang dicapai hanya dengan ketekunan sujud
bhakti dan sembahyang yang sempurna.
Ajaran Hindu juga terdapat konsep catur warna, Kata “catur warna” dalam ajaran Agama Hindu berasal dari bahasa Sansekerta,
dari kata ‘catur dan warna’. Kata catur
berarti empat dan kata warna berasal dari akar kata Vri yang
berarti pilihan atau memilih lapanagan kerja (Zoetmulder, 2004). Dengan demikian catur warna berarti empat pilihan bagi setiap orang
terhadap profesi yang sesuai untuk pribadinya
masing-masing atau empat pengelompokkan masyarakat dalam tata kemasyarakatan
agama Hindu yang ditentukan berdasarkan profesinya.
Catur
Warna membagi masyarakat Hindu menjadi empat
kelompok profesi secara paralel horizontal yang terdiri dari
Brahmana (pemimpin agama dan kaum cendikiawan), Ksatria (Pembela negara),
waisya (pedagang), dan sudra (Pelayan). Warna ditentukan oleh guna dan karma. Guna adalah
sifat, bakat dan pembawaan sesorang sedangkan karma artinya perbuatan
atau pekerjaan. Guna dan karma inilah yang menentukan warna seseorang.
Alangkah bahagianya seseorang yang dapat bekerja sesuai dengan sifat, bakat dan
pembawaannya.
Untuk menentukan warna
seseorang, bukanlah dilihat dari keturu-nannya tetapi benar-benar
ditentukan oleh guna dan karma seseorang. Hal ini ditegaskan lagi
dalam Mahabharata XII, 108
yang dinyatakan sebagai berikut:
Nayonir napi samskara nasrutam
naca santatih karanani
dwijatwasya wrttam
eva tukaranam
Terjemahan :
Bukan karena keturunan (Yoni), bukan karena upacara
semata, bukan pula karena mempelajari Weda semata, bukan karena'jabatan yang
menyebabkan seseorang disebut dwijati. Hanya karena perbuatannyalah seseorang
dapat disebut dwijati
(Pudja dan Sudharta, 2000).
Terkait dengan sloka ini menunjukan bahwa Pembagian kelas
ini sebenarnya bukan terdapat pada Hindu saja, tetapi sifatnya adalah
universal. Tetapi ada dijumpai kata kasta yang memiliki pengertian
yang berbeda dengan warna. Karena dalam kasta ditentukan berdasarkan atas
keturunan sedangkan warna berdsarkan atas keahlian dan bakat. Klasifikasinya
tergantung dari bakat kelahirannya dan kemampuan yang
dimilikinya.
Masing-masing dari empat kelas ini mempunyai sifat tertentu,
hal ini tidak selalu ditentukan oleh keturunan.
Penutup
Ajaran Hindu mempunyai keistimewaan yang tidak dapat
musnah oleh berlalunya waktu. Kehidupan keagamaan Hindu juga memberikan andil
yang besar dengan adanya kitab arthasastra yang berbicara khusus tentang
ekonomi. Konsep Hindu yang paling hakiki ketika berada dalam posisi untuk pembahasan ekonomi selalu
didasarkan pada ajaran catur purusartha terdiri
dari dharma, artha, kama dan moksa.
Komponen ini menjelaskan tentang hakekat tujuan hidup manusia yang harus
didasarkan pada kebenaran untuk mencapai artha
dan kama yang pada ujungnya nanti
adalah mencapai kebahagiaan lahir dan batin.
Keberadaan ajaran ini tidak hanya didasarkan pada bentuk
penanaman Hindu tentang pemenuhan kebutuhan hidup yang pada jenjang grihasta (berumah tangga) adalah
pemenuhan artha dan kama. Namun demikian, untuk mendapatkan
artha dan kama harus tidak dapat dipisahkan juga tentang nilai-nilai norma yang
ada baik norma agama maupun norma kehidupan berbangsa dan bernegara. Keberadaan
ekonomi dengan pemenuhan artha bukanlah hal yang dilarang dalam Hindu,
melainkan hasil dari artha itulah yang seharusnya tidak hanya untuk keuntungan
pribadi, melainkan untuk kesejahteraan umat manusia pada umunya. Oleh karena
itu, proses menjalani kehidupan dalam konteks sosial keagamaan harus dilakukan
tanpa melakukan pelanggaran norma yang ada untuk mencapai kebahagiaan jasmani
dan rohani (moksatam jagadhita ya ca iti
dharma).
0 Response to "Solidaritas Sosial Dan Ekonomi Umat"
Post a Comment