IPTEKS DAN TOLERANSI KEBANGSAAN


RELEVANSI AJARAN AGAMA HINDU DALAM KONTEKS PERKEMBANGAN IPTEKS DAN TOLERANSI KEBANGSAAN
Oleh:
Untung Suhardi

Pendahuluan
Kehidupan globalisasi perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi yang terus  berkembang dengan pesatnya. Mampu melahirkan dampak yang positif dan juga dampak yang negatif yang akan berpengaruh pada pola pikir dan tatanan kehidupan manusia baik secara individu maupun dalam kehidupan sosial masyarakat. Dan ketika kita tidak mampu membuat filter dalam diri masing-masing maka, akan terjerumus dalam hal-hal yang negatif. Hal  ini tidak hanya dialami oleh bangsa  indonesia saja akan tetapi, dialami oleh seluruh bangsa-bangsa di dunia. Dalam kehidupan sekarang ini banyak terjadi peperangan atas nama agama atau golongan tertentu, adanya tindakan diskriminasi, serta adanya kejadian-kejadian lainnya yang selalu menghiasi media cetak dan media elektronik sekarang ini. 

 Kondisi ini tentunya sangat berbeda dengan zaman dahulu yang masih bersifat tradisional yang selalu mengutamakan nilai-nilai etika dan kebersamaan. Akan tetapi, seiring dengan perjalanan waktu yang terus berubah dan menurut ajaran Hindu zaman ini adalah zaman Kaliyuga yang selalu diidentikan dengan harta dan kekuasaan yang didapatkan dengan segala cara yang sering menyimpang dari ajaran dharma, sehingga hal yang nampak adalah seseorang yang mempunyai kecerdasan Intelegensi yang tinggi akan tetapi, kurangnya kecerdasan spiritual dan kecerdasan emosional dalam kehidupan manusia sekarang ini. Kenyataan inilah hal-hal yang menjadi tujuan kita mencapai keharmonisan, kerukunan dan kedamaian sangatlah sulit untuk diwujudkan karena kita tidak pernah menyadari bahwa semua didunia ini berasal dari Brahman dan akan kembali kepada Brahman.

Dasar Tolernasi dalam Sastra Veda
Munculnya organisasi keagamaan Hindu sangat dibutuhkan karena semakin banyak muncul organisasi serupa ini akan banyak permasalahan umat Hindu yang bisa diatasi yang tidak mungkin bisa dilakukan sendiri oleh PHDI ataupun Dirjen Agama Hindu. Jadi munculnya Organisasi Keagamaan Hindu harus dilihat dari sisi yang positif. Keberadaaan ini akan menjadi  penting ketika kehadiran sebuah organisasi itu mempunyai niat yang mulia, tidak asal diada-adakan atau hanya asal berbeda, apalagi jika karena egoisme atau sikap tidak mau kalah anggotanya, maka ini tidak baik bagi perkembangan Hindu ditanah air. Jika kita menoleh kebelakang Organisasi keagamaan Hindu pasca tenggelamnya Raja-Raja Hindu (Majapahit Abad XV) sampai kepada jaman Republik, boleh dikatakan hampir tidak ada. Untuk itulah, dengan adanya organisasi ini dapat dengan mudah untuk dilakukannya pengkoordinasian dan pembinaan umat yang merata tanpa membedakan etnis. 

Selanjutnya untuk menciptakan kerukunan intern dan antarumat beragama terkandung aspek kerukunan antarlembaga atau organisasi keagamaan. Kerukunan antarlembaga ini perlu dimantapkan sehingga pelayanan kepada umat dapat dioptimalkan. Sebab, Lembaga Keagamaan memegang peran yang sangat penting dalam pembinaan umatnya. Memahami hal tersebut dalam usaha untuk menciptakan kerukunan dan meningkatkan peran Kelembagaan Hindu dalam mengisi pembangunan serta mempererat tali simakrama antara pemerintah dan lembaga keagamaan Hindu, dalam hal ini Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Hindu Kementerian Agama R.I. sudah mengadakan Konsultasi Pejabat Ditjen Bimas Hindu Kemenag R.I. dengan pembimas Hindu dan Parisada yang ada di Indonesia. Konsultasi ini dimaksudkan untuk memperluas wawasan berorganisasi guna membangun persepsi yang sama terhadap Peran, Fungsi, Tugas, dan Tanggung Jawab dalam pembinaan umat.

Proses penyatuan atau pengintegrasian bertujuan untuk melakukan interaksi yang dalam hal ini lebih menekankan pada komunikasi antarpribadi. Tentunya komunikasi ini membawa dampak yang sangat signifikan ketika diterapkan pada kelompk kecil maupun besar yang dalam hal ini lebih menekankan pada sifat dan kejelasan pesan yang disampaikan (Effendy, 2003:75). Untuk menjadikan penyatuan dari lembaga masyarakat ini dalam Rg Veda 10.191.2 dijelaskan bahwa :

Sam gacchadhwam sam wadadhwam
Sam wo manāmsi jānatām
Dewā bhāgam yathā pūrwe
Sañjanānā upāsate
Terjemahan :
O engkau manusia! hendaknya seluruh kegiatan-kegiatan kalian menghantarkan kalian kepada satu tujuan bersama (dan untuk itu) hendaklah ada bahasa untuk kalian semuanya dan hendaklah pikiran kalian semua merupakan suatu keharmonisan untuk memperolah pengetahuan tentang berbagai ilmu pengetahuan secara sempurna dan seperti nabi, yang telah menerima wahyu spiritual yang hidup sebelum kalian, engkau harus memuja Tuhan saja yang adalah satu-satunya tujuan sejati dari pengabdian kalian (Sudharta, 2010:223).

Mantram ini menunjukan bahwa untuk menyatukan kerjasama antar kelompok diperlukan kesepahaman dan pengertian satu dengan yang lain. Mantram Rg Veda tersebut menunjukan tentang kebersamaan yang ada dalam kehidupan sosial adalah hal mutlak yang harus dimiliki oleh setiap anggota masyarakat. Pada organisasi Hindu yang sudah ada menunjukan tentang peran penting dari pengurusnya yang tidak hanya melimpahkan tanggungjawabnya hanya kepada ketua dan sekretaris melainkan untuk seluruh pengurus. Menurut Allport dalam Wrench, 2006 menjelakan bahwa dalam kehidupan beragama terbagi menjadi dua orientasi yaitu orientasi intrinsik dan ekstrinsik, oerientasi intriksisk adalah berkaitan dengan diri sendiri secara individu dan tanggungjawabnya secara vertikal. Sedangkan orientasi eksetrinsik adalah memberlakukan agama untuk banyak hal yang dalam hal ini untuk mendukung percaya diri, meningkatkan status dan untuk bekal dalam menghadapi hidup ini (Arum dkk, 2013:21).  

 Membangun Toleransi
Perbedaan agama akan semakin mendalam bila dilihat dari ajaran atau kepercayaan masing-masing, tetapi bila dikaitkan dengan hal-hal yang berhubungan dengan nilai-nilai kemanusiaan (human values) akan ditemukan banyak persamaannya. Bila semua orang memiliki pandangan yang sama bahwa semua agama adalah ciptaan-Nya dan penganut masing-masing agama itu dituntut untuk mengamalkannya dengan sebaik-baiknya maka kerukunan umat beragama, kedamaian, dan kesejahtraan hidup bersama akan dapat diwujudkan. Untuk dapat memahami bahwa semua agama adalah ciptaan Tuhan Yang Maha Esa diperlukan studi yang mendalam terhadap masing-masing agama, dan studi semacam itu telah dilakukan oleh Mahatma Gandhi (Ellsberg, 2004:166)  yang menyatakan “Aku tidak ingin setiap sisi rumahku tertutup tembok dengan jendela serta pintu yang terkunci. Aku ingin budaya dari semua negeri berhembus ke dalam rumahku  sebebas mungkin. Yang ada padaku bukanlah suatu agama yang seperti penjara”.

 Dengan adanya pandangan yang terbuka terhadap agama-agama, maka kesadaran bahwa agama berasal dari Tuhan Yang Maha Esa akan menumbuhkembangkan saling pengertian dan kerukunan umat beragama. Tentang hal ini Sarvepali Radhakrishnan (2002:35) menyatakan “Dengan mengingat kebenaran yang agung memakai baju dengan berbagai warna dan berbicara dengan lidah-lidah yang lain-lain, Hinduisme mengembangkan sikap kedermawanan yang menyeluruh dan sama sekali bukan keimanan fanatik terhadap ajaran yang kaku”.
Pandangan Gandhi ataupun Radhakrishnan tersebut kiranya mendapat inspirasi dari kitab suci Veda dan Bhagavadgìtà yang menyatakan, “Hendaknya mereka yang memeluk agama yang berbeda-beda dan dengan mengucapkan bahasa yang berbeda-beda pula, tinggal bersama di bumi pertiwi ini, hendaknya rukun bagaikan satu keluarga, seperti halnya induk sapi yang selalu memberikan susu kepada manusia, demikian bumi pertiwi memberikan kebahagiaan kepada umat manusia” (Atharvaveda XII.1.45) “Dengan jalan atau cara apa pun orang memuja Aku, melalui jalan itu Aku memenuhi keinginannya, Wahai Arjuna, karena semua jalan yang ditempuh mereka adalah jalan-Ku” (Bhagavadgìtà IV.11).

Penutup
Agama-agama merupakan berbagai jalan yang bertemu pada satu titik yang sama. Apa yang menjadi masalah bila kita mengambil jalan yang berbeda sepanjang kita mencapai tujuan yang sama? Dalam kenyataan jumlah agama adalah sebanyak jumlah manusia yang ada di dunia ini. Demikian Mahatma Gandhi dalam Hind Swaraj menyatakan di tahun 1946 (Prabhu: 1996: 33). Pandangan Mahatma Gandhi sejalan dengan pandangan seorang Sufi kontemporer Frithjof Schuon (2003:11) dalam bukunya Transcendent Unity of Religions, dengan kata pengantar oleh Huston Smith dan telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia Mencari Titik Temu Agama-Agama menggambarkan semua agama menuju Tuhan Yang Maha Esa baik dalam tataran esoteric maupun exoteric, seperti berbagai jalan menuju ke satu puncak gunung.
Orang yang menghayati agama secara dalam, akan mampu untuk membedakan mana perbuatan yang baik dan mana perbuatan yang buruk serta memberikan pengetahuan tentang bagaimana menjalin hubungan terhadap Tuhan, sesama manusia dan lingkungan sekitar. Oleh karena itu diperlukan adanya penyebarluasan tentang ajaran agama kepada umatnya, agar umatnya meyakini dan mengerti tentang makna-makna atau pesan-pesan moral yang terkandung di dalam sebuah agama.  

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "IPTEKS DAN TOLERANSI KEBANGSAAN"

Post a Comment