Landasan Sastra tentang Keahlian dan Bakat
Selama ini pandangan umat lain terhadap umat Hindu adanya
pembagian lapisan masyarakat yang berkonotasi negative terhadap perkembangan
masyarakat Hindu padahal semua itu merupakan muatan politik dari penjajah
terutama Portugis untuk mengacaukan ajaran catur warna menjadi catur kasta.
Namun demikian sebagian umat
Hindu di Indonesia atau di India masih menggunakan istilah kasta
yang didasarkan pada keturunan (wangsa)
padahal yang seharusnya adalah berdasarkan profesi atau keahlian. Dan adanya
suatu kasta itu lebih tinggi dibandingan dengan
kasta yang lain seperti wangsa Brahmana lebih tinggi dibandingkan dengan wangsa
yang lain.
Untuk itu agar pelapisan masyarakat Hindu yang selama ini dinilai kurang baik dalam perkembangan Hindu perlu adanya suatu tranformation (Perubahan) agar hal itu menjadi sesuatu yang bernilai positif. Menurut isi dari Bhagavad-Gita IV : 13 ini pembagian masyarakat menjadi empat kelompok- kelompok yang disebut warna itu, terjadi karena pengaruh "guna" yang merupakan unsur pembawaan sejak lahir (bakat). Di dalam Bhagawata Purana dan Smrti Sarasamuçcaya sloka 63 dengan tegas dijelaskan bahwa sebenarnya tidak ada suatu warna kalau tanpa dilihat dari segi perbuatannya. Dari perbuatan dan sifat- sifat seperti tenang, menguasai diri sendiri, berpengetahuan suci, tulus hati, tetap hati, teguh iman kepada Hyang Widhi, jujur adalah gambaran seseorang yang berwarna Brahmana. Tetapi orang yang gagah berani, termasyhur, suka memberi pengampunan, perlindungan maka mereka itulah yang disebut Ksatrya.
Untuk itu agar pelapisan masyarakat Hindu yang selama ini dinilai kurang baik dalam perkembangan Hindu perlu adanya suatu tranformation (Perubahan) agar hal itu menjadi sesuatu yang bernilai positif. Menurut isi dari Bhagavad-Gita IV : 13 ini pembagian masyarakat menjadi empat kelompok- kelompok yang disebut warna itu, terjadi karena pengaruh "guna" yang merupakan unsur pembawaan sejak lahir (bakat). Di dalam Bhagawata Purana dan Smrti Sarasamuçcaya sloka 63 dengan tegas dijelaskan bahwa sebenarnya tidak ada suatu warna kalau tanpa dilihat dari segi perbuatannya. Dari perbuatan dan sifat- sifat seperti tenang, menguasai diri sendiri, berpengetahuan suci, tulus hati, tetap hati, teguh iman kepada Hyang Widhi, jujur adalah gambaran seseorang yang berwarna Brahmana. Tetapi orang yang gagah berani, termasyhur, suka memberi pengampunan, perlindungan maka mereka itulah yang disebut Ksatrya.
Berdasarkan uraian diatas saya
menemukan bahwa ada 2 jenis pelapisan masyarakat, yaitu lapisan masyarakat
tertutup dan terbuka. Sistem pelapisan masyarakat
yang tertutup di dalam sistem ini perpindahan anggota masyarakat ke lapisan
lain baik keatas maupun ke bawah tidak mungkin terjadi, kecuali ada hal – hal
yang istimewa dan Sistem pelapisan masyarakat
terbuka. Di dalam sistem yang demikian ini setiap anggota masyarakat
memiliki kesempatan untuk jatuh ke lapisan yang ada di bawahnya atau naiknya ke
lapisan yang di atasnya. Sistem yang demikian ini dapat kita temukan misalnya
di dalam masyarakat di Indonesia sekarang ini . Setiap orang diberi kesempatan
untuk menduduki segala jabatan bila ada kesempatan dan kemampuan untuk itu .
Tetapi disamping itu orang juga dapat turun dari jabatannya bila dia tidak
mampu mempertahankannya . Status (kedudukan) yang diperoleh berdasarkan atas
usaha sendiri disebut “Achieve status”. Dalam hubungannya dengan pembangunan
masyarakat , sistem pelapisan masyarakat yang terbuka sangat menguntungkan .
Sebab setiap warga masyarakat diberi kesempatan untuk bersaing dengan yang lain
. Dengan demikian orang berusaha untuk mengembangkan segala kecakapannya agar
dapat meraih kedudukan yang dicita – citakan . Demikian sebaliknya bagi mereka
yang tidak bermutu akan semakin didesak oleh mereka yang cakap , sehingga yang
bersangkutan bisa jatuh ke tangga sosial uang lebih rendah.
Orang dengan status sosial yang tinggi cenderung lebih dihormati dari pada
yang mempunyai status sosial rendah. Hal ini tentunya dapat menimbulkan
deskriminasi sosial di dalam masyarakat. Contohnya pada suatu acara di balai
warga, orang yang mempunyai kedudukan tinggi atau mempunyai status ekonomi yang
baik akan di utamakan dan diberi tempat khusus pada perhelatan tersebut,
sedangkan orang dengan status sosial yang masih rendah umumnya mendapat tempat
di belakang padahal sudah menganti lebih awal. Atau pada rapat warga, yang
diundang untuk menghadiri rapat hanyalah warga dengan status sosial yang tinggi
tanpa mau mendengarkan pendapat dari warga lainya. Hal ini lambat laun dapat
menimbulkan kecemburuan sosial di masyarakat dan dapat menimbulkan
ketidakharmonisan antar warga. Untuk menghindari terjadinya kecemburuan sosial
akibat adanya pelapisan sosial ini, hendaknya orang dengan status sosial yang
lebih tinggi dapat “Duduk sama rendah,
Berdiri sama tinggi” dan saling merangkul satu sama lain dengan warga yang
memiliki status sosial yang rendah agar terjadi keharmonisan di dalam
bermasyarakat.
Selanjutnya baca:
Catur Purusartha dan Implementasinya dalam Kehidupan
Baca:
Kritik Sosial dan Problem Intern Keagamaan
Selanjutnya baca:
Catur Purusartha dan Implementasinya dalam Kehidupan
Baca:
Kritik Sosial dan Problem Intern Keagamaan
0 Response to "Landasan Sastra dan Kritisasi pada Pelapisan sosial"
Post a Comment