MEMAKNAI HARI KEMERDEKAAN INDONESIA: SEBUAH
APLIKASI NILAI KERUKUNAN DALAM BINGKAI KEBHINNEKAAN
Oleh:
Untung Suhardi
Pendahuluan
Indonesia terdiri dari belasan ribu
pulau dengan luas wilayah mencapai lima juta km2 lebih. Pulau-pulau
(besar dan kecil) yang membentang dari Sabang sampai Merauke itu berada pada
posisi silang dunia, diapit dua samudera; Pasifik dan Hindia, serta dua nusa
besar (benua Asia dan Australia), karena itu disebut “Nusantara”. Posisi silang
itulah yang mengakibatkan Indonesia secara strategis menjadi lalu lintas dunia.
Sejak berabad-abad yang lalu,
gelombang bangsa-bangsa dan kebudayaannya yang masuk ke Indonesia dan telah
menjadikan bangsa Indonesia dalam wujud kebhinekaaanya seperti sekarang ini. Beragam
akulturasi terjadi, kehidupan bangsa Indonesia berjalan mengalami pasang surut,
karena sangat bergantung pada sejauh mana jiwa dan semangat kebangsaan dapat
tetap terbina, serta seberapa besar nilai-nilai luhur budaya yang dimiliki
memberikan kontribusinya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara.
Memang harus disadari bahwa
keanekaragaman atau kebhinekaan disatu pihak dapat menimnulkan ancaman bagi
keutuhan persatuan dan kesatuan bangsa, namun disisi lain sifat keterbukaan dan
menerima kenyataan (bukan sekedar toleransi atau tenggang rasa) tentu akan
mampu memujudkan keserasian, keselarasan dan keseimbangan dalam sinergi suku, agama,
ras, antar golongan (SARA) bahkan antar kepentingan.
Sebenarnya sejak zaman dahuhulu
kala, di masa gong gentarnya pura kencana Majapahit bergema, seorang cendekiawan
bergelar Mpu Tantular telah menyadari kenyataan kebhinekaan itu. Beliau
menyuratkan pemikirannya di dalam pustaka Sutasoma yang berbunyi “bhineka
tunggal ika tan hana dharma mangrwa” yang artinya: “walaupun itu tetapi pada
hakikatnya satu, taka da kebenaran yan ganda”.
Sumber historis, sosiologis, politik
dan filosofis dalam membangun kerukunan
Kebenaran tidak pernah ganda, karena
itu harus disadari, digali dari nilai-nilai budaya luhur yang kita miliki,
terutama nilai-nilai luhur agama yang disucikan. Menyadari hal itu maka jiwa
dan semangat kemanunggalan harus tetap terpatri dalam hati sanubari setiap
manusia Indonesia sebagai warga yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan
makmur dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diproklamasikan pada
tanggal 17 Agustus 1945 oleh Soekarno-Hatta. Dengan tetap berpegang teguh pada
sesanti “Bhineka tunggal ika” maka dapat dikembangkan pandangan etik dan moral
tentang solidaritas beragama, solidaritas social, dan inkulturasi nilai-nilai
luhur agama dalam proses pembangunan nasional, sehingga terciptalah
manusia-manusia pembangunan yang selalu hidup rukun dan damai serta siap sedia
bekerja sama dalam mengatasi masalah yang dihadapi bangsa Indonesia.
Melihat hasil Piagam Campuhan yang
dilaksanakan pada tanggal 17 sampai dengan tanggal 23 November 1961 di Ubud
Denpasar Bali, maka isi pokoknya adalah Dharma Agama dan Dharma Negara. Dharma
Agama yang dimaksud yaitu bagaimana umat Hindu bisa menjalankan ajaran Dharma
lewat kerangka dasar agama Hindu (Tattva, Etika, Upacara). Dharma Negara lebih
menitikberatkan pada bentuk hubungan umat sebagai warga Negara kesatuan
Republik Indonesia dalam memposisikan diri untuk dapat berperan aktif di setiap
kegiatan kebangsaan/kenegaraan serta selalu menjunjung tinggi Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945.
Dengan menunjung tinggi Pancasila
khususnya sila Ketuhanan Yang Maha Esa, maka setiap warga Negara Indonesia
wajhib mematuhinya. Berbicara masalah Dharma Agama, ketika itu pesamuhan
berpendapat bahwa ajaran ini harus diberikan di Perguruan Tinggi, sehingga
dengan demikian umat Hindu terutama generasi mudanya dapat belajar dengan lebih
maksimal. Dengan melakukan proses belajar menhajar lebih dini, tentu harapan
yang ingin dicapai adalah umat Hindu dapat mengaplikasikan ajaran agamanya
tersebut dalam bentuk kehidupan yang harmonis.
Lebih lanjut dalam rangka mewujudkan
yang harmonis, rukun dan damai sebagai bagian dari cita-cita hidup diperlukan
kosnep pemikiran yang dapat dijadikan pedoman dalam bersikap, berpola perilaku
demi peningkatan harkat dan martabat bangsanya. Tentu dalam hal ini
ditengah-tengah kehidupan lingkungan yang serba tidak menentu juga diperlakukan
spirit serta semangat kebersamaan dan toleransi, menghargai persahabatan serta
perdamaian. Konsep pemikiran yang igin disampaikan dalam tulisan ini yaitu
berkaitan dengan masalah bagaimana mencapai hidup rukun dan damain berdasarkan
ajaran Veda dalam konteks kehidupan bernegara kesatuan Republik Indonesia yang
berdasarkan Pancasila.
Memaknai Kemerdekaan
di Era Digital
Pada zaman dahulu kala Indonesia
pernah dikenal dengan sebutan “Nusantara” sebagai sebuah bagsa yang besar dan
berdaulat sudah kedatangan bangsa-bangsa lain, selanjutnya berakulturasi antara
yang satu dengan lainnya, sehingga menghasilkan beraneka ragam macam budaya
seperti sekrang ini. Berkaitan dengan hal tersebut di atas, kehidupan bangsa
Indonesia mengalami pasang surut sesuai perkembangan kejiwaan dan semangat
kebangsaannya. Hal ini memang tergantung pada bagaimana semangat diciptakan
dapat dibina dengan baik serta nilai-nilai budaya yang dimiliki dapat berkontribusi
dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Keanekaragaman dan kebhinekaan
disatu pihak dapat menimbulkan ancaman bagi keutuhan, persatuan dan kesatuan
bangsa, namun disisi lain sifat keterbukaan dan menerima kenyataan serta
tenggang rasa yang tinggi dan apa danya tentu akan mampu mewujudkan keserasian,
keselarasan dan keseimbangan dalam sinergi suku, ras, agama bahkan antar
kepentingan.
Kebenaran hakiki (kebenaran Tuhan)
bersifat universal, abadi dan kebenaran ini dapat kita gali dari nilai-nilai
luhur agama yang dalam aplikasinya kemudian berkembang menjadi budaya bangsa.
Semangat untuk mewujudkan persatuan dan kesatuan harus terpatri dengan baik
pada setiap manusia Indonesia sebagai warga negara yang merdeka, bersatu
berdaulat adil dan makmur dalam wadah negara kesatuan Republik Indonesia, yang
diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945 oleh Soekarno Hatta.
Dengan tetap berpegang teguh pada
sesanti “Bhineka Tunggal Ika”, maka dapat dikembangkan pandangan hidup rukun
dan damai serta tentang peningkatan solidaritas beragama, solidaritas sosial,
multikulturalisasi nilai-nilai luhur agama, dalam prosese pembangunan nasional,
sehingga dengan demikian tercipta manusia-manusia yang cinta damai dan mau
bekerjasama dalam menyelesaikan problem yang dihadapi bangsa Indonesia.
Pada hakikatnya umat Hindu adalah
makhluk ciptaan Tuhan yang tidak dapat dipisahkan antara yang satu dengan yang
lainnnya karena merupakan satu kesatuan yang utuh. Tidak dapat memisahkan
dirinya dari sebuah perbedaan, karena ia berasal dari Tuhan dan kembali ke
Tuhan jua. Kodrat manusia pada dasarnya adalah selalu ingin meningkatkan
nilai-nilai kemanusiaannya agar dapat berevolusi menuju kemanunggalan dan sadar
akan jati dirinya dengan Tuhan. Oleh karena itu menghormati, menyanyangi, dan
menolong orang lain dalam konteks hidup beragama adalah cerminan dari sikap
yang didasari pada nilai-nilai yang ada pada Kitab Suci Veda.
Demikian di dalam pustaka suci Veda
dinyatakan dengan kalimat “Tat Tvam Asi” yang menjadi landasan bersikap dan
berpola perilaku bagi umat Hindu akan menjalani hidupnya, sehingga ia dapat
melaksanakan kewajiban di dunia ini dengan harmonis. Berpedoman pada filsafat
Tat Tvam Asi, maka umat Hindu sebagai bagian dari warga bangsa In donesia wajib
mengamalkan ajaran agamanya menurut dasar kemanusiaan yang adl dan beradab.
Umat Hindu dapat mengabdi bagi kepentingan bangsa dan negara, serta demi
keluhuran harkat dan martabat umat manusia di dunia ini.
Apa saja yang menjadi masalah bangsa
kita adalah masalah yang harus dihadapi bersama oleh umat Bindu, dengan bekerja
sama bahu membahu dalam masalah kehidupan yang aman, tentram damai dengan
sesame umat beragama dan sesama warga negara Indonesia lainnya. Umat Hindu
tidak disarankan untuk melepaskan keterkaitan dirinya, baik secara pribadi
maupun kelompok sebagai warga negara kesatuan Republik Indonesia karena agama
Hindu mengajarkan kewajiban moral pengabdian terhadap negara yang disebut
“Dharma Negara” dan kewajiban moral mengamalkan ajaran agamanya disebut dengan
“Dharma Agama”.
Sebagai warga negara yang baik umat Hindu mesti tunduk dan patuh pada konstitusi serta berupaya mengaplikasikan nilai-nilai Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia dalam kehidupan sehari-hari secara nyata. Oleh karena itu dalam rangka sosilisasi dan aplikasi nilai-nilai luhur agama dalam proses pembangunan nasional, maka umat Hindu dapat mengamalkan ajarannya secara benar dengan mengupayakan revitalisasi terhadap mantra-mantra suci Veda, sehingga mampu memberikan kontribusinya terhadap kelancaran pelaksanaan pembangunan nasional menuju Masyarakat yang aman tentram damai dan selamat sejahtera.
Sebagai warga negara yang baik umat Hindu mesti tunduk dan patuh pada konstitusi serta berupaya mengaplikasikan nilai-nilai Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia dalam kehidupan sehari-hari secara nyata. Oleh karena itu dalam rangka sosilisasi dan aplikasi nilai-nilai luhur agama dalam proses pembangunan nasional, maka umat Hindu dapat mengamalkan ajarannya secara benar dengan mengupayakan revitalisasi terhadap mantra-mantra suci Veda, sehingga mampu memberikan kontribusinya terhadap kelancaran pelaksanaan pembangunan nasional menuju Masyarakat yang aman tentram damai dan selamat sejahtera.
Bangsa Indonesia adalah bangsa yang
agamis, artinya memiliki naluri keagamaan, hal ini terbukti dari sejarah bangsa
Indonesia dan ternyata sejarah bangsa Indonesia tak dapat dipisahkan dari
kehidupan dan perkembangan agama-agama besar dunia, Hindu, Buddha, Kristen
(Protestan dan Katolik) dan Islam. Oleh karena itu, pertumbuhan kebudayaan
bangsa Indonesia amat dipengaruhi dan diwarnai oleh nilai-nilai dan norma-norma
agama. Berangkat dari sasanti “Bhineka Tunggal Ika” sesungguhnya bangsa
Indonesia telah sepakat dengan keragaman suku, adat istiadat, agama dan satu
bangsa serta negara yang utuh. Ideologi dan dasar negara Pancasila merupakan
pangkal dasar dan tujuan pembangunan bangsa Indonesia. Oleh sebab itu, tugas
kita adalah mewujudkan masyarakat Pancasila, masyarakat yang bersifat
kekeluargaaan dan berlandaskan nilai-nilai agama.
Penutup
Bahasan hukum dan Undang-Undang
dasar (Yuridis Konstitusional) Undang-undang Dasar 1945 secara tegas menyatakan
bahwa negara Republik Indonesia berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Lebih jauh
UUD 1945 menegaskan jaminan adanya kebebasan beragama dan kebebasan menjalankan
ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya itu (Pasal 29), untuk memberikan
kejelasan batas dan arah wewenang dan pengurusan negara terhadap kehidupan
agama, perlu ditegaskan bahwa pemerintah tidak berwenang mengatur ajaran agama
itu sendiri. Masalah agama itu sangat peka lebih-lebih dalam menghadapi masalah
hubungan antarpemeluk berbagai agama. Jarang orang dapat bersikap netral dan
rasional dalam hal agama.
Dengan demikian maka umat Hindu akan
dapat berjalan seiring, selaras, serasi dan seimbang dengan umat lain karena
memiliki dasar pandangan yang sama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara. Dalam kondisi seperti itu maka suasana kebersamaan dan kerukunan
umat beragama, maupun sinergi suku, ras, antar golongan yang penuh perdamainan
serta didorong oleh rasa kesadaran nasional niscaya akan terwujud dengan
harmonis. Dengan mengamalkan konsep ini secara utuh maka hasil akhir yang
diharapkan adalah “Anandam” dan “Santi” kebahagiaan dan kedamaian.
0 Response to "MEMAKNAI HARI KEMERDEKAAN INDONESIA"
Post a Comment